Cegah Penyalahgunaan Data KK Random di Registrasi Kartu Prabayar
Potensi penyalahgunaan data pada registrasi kartu prabayar diakui Kemenkominfo tidak bisa terelakkan. Meskipun demikian, sejumlah antisipasi tengah disiapkan untuk meminimalisir penyalahgunaan. Di sisi lain, masyarakat juga diminta lebih berhati-hati dalam berbagi data pribadi. Terutama, di dunia maya.
Menkominfo Rudiantara mengakui bahwa sistem yang berjalan masih belum sempurna. Sehingga, masih ada risiko. Terutama terkait registrasi menggunakan NIK dan nomor KK yang banyak beredar di dunia maya. Kendati begitu, Rudiantara mengatakan, para operator tengah menyiapkan sistem yang akan meminimalisir risiko.
“Memang enggak sempurna di hari pertama. Tapi, kita akan jaga semaksimal mungkin. Pemerintah bersama operator sedang mencoba membuat sistem mitigasi,” kata Rudiantara kepada koran ini, kemarin.
Sistem yang sedang disiapkan, kata Rudiantara, nantinya mampu mendeteksi sudah banyak SIM card yang didaftarkan atas nama satu NIK. “Tahap berikutnya demikian. Jika ada hal aneh yang mencurigakan, langsung kita proses. Nanti kita coba,” jelasnya.
Meskipun akan ada sistem seperti itu, Rudiantara mengatakan, pihaknya tidak bisa serta merta membatasi registrasi SIM card jika tujuannya memang baik. Dia mencontohkan jika seseorang melakukan registrasi untuk 25 atau 50 SIM card dengan satu NIK tidak akan jadi masalah jika memang tujuannya benar. “Untuk bisnis misalnya. Mau 10 atau 100 pun kalau buat tujuan baik tidak apa-apa. Tapi, tentu harus melalui proses validasi yang benar,” ucapnya.
“Dengan SIM card sebanyak itu di gerai, malah bisa jadi pelanggan prioritas,” lanjut Rudiantara.
Di sisi lain, Rudiantara juga mengimbau masyarakat untuk menjaga data pribadi mereka sebaik-baiknya. Termasuk dengan tidak mengunggahnya ke dunia maya. “Kesadaran masyarakat untuk tidak memberikan data pribadi perlu ditingkatkan. Kita harus bisa pilah-pilah. Ada risiko. Apalagi ini bisa dimanfaatkan oleh yang berniat jahat,” kata Rudiantara. “Kita sebagai masyarakat harus jaga kartu kita. Jangan sampai dipakai orang,” tambah dia.
Hal senada sidampaikan Staf Ahli Menkominfo Bidang Hukum Henry Subiakto. Pihaknya sudah berbicara dengan operator seluler untuk menyosialisasikan antisipasi penggunaan data pribadi pada registrasi prabayar. “Misal mengirim SMS pada seluruh customer mereka untuk memberitahukan nomor-nomor telepon yang dimiliki seseorang atau NIK tertentu yang terdaftar di operator,” terangnya.
Dengan demikian, kalau ada orang menyalahgunakan NIK untuk nomor tertentu yang bukan miliknya, pemilik NIK asli bisa melaporkannya sebagai penyimpangan. Bila tidak, maka pemilik NIK yang nanti harus bertanggung jawab bila terjadi persoalan. Ancaman pidana pemalsuan data tidak main-main. Pelaku bisa dipenjara hingga 10 tahun.
Karena itulah, masyarakat juga harus segera menyadari bahwa keamanan data pribadi sangat penting. Banyaknya data pribadi berseliweran di dunia maya selama ini tidak mengherankan, karena masyarakat tidak segera aware mengamankan data pribadinya masing-masing.
Jangankan data digital, data fisik pun masih banyak yang belum aware. Dia mencontohkan, seberapa sering nasabah mengganti PIN ATM. “Kita membiarkan KTP dan KK difotokopi orang atas berbagai keperluan tertentu, tanpa jaminan keamanan atas informasi di dalamnya,” lanjut Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Surabaya itu.
Di dunia maya, banyak yang belum menyadari bahwa data yang di-posting sembarangan akan terekam oleh platform penyedia layanan aplikasi, seperti Google, Facebook, dan platform lainnya dalam bentuk big data. Jejak digital itu tidak akan bisa dihapus. Sebagai gambaran, foto kartu keluarga tidak akan muncul di Google image bila dahulu tidak ada yang mem-postingnya.
Karena itu, Henry meminta masyarakat untuk tidak menjadikan keteledoran individual tersebut sebagai alasan mencurigai upaya negara membangun sistem pengamanan digital. Dia mengingatkan, yang berhak menguasai data pribadi penduduk hanya Kementerian Dalam Negeri, dalam hal ini Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil.
Kalaupun data kependudukan boleh dipakai instansi atau pihak lain untuk menyamakan basis data, itu sifatnya by request. Akses diberikan berdasar item yang dibutuhkan. Bukan gelondongan data yang diberikan, melainkan hanya beberapa item dalam bentuk virtual data.
Untuk daftar ulang kartu prabayar, operator hanya bisa mengakses nama, NIK dan nomor KK. Jadi, relatif aman dan tidak perlu dikhawatirkan. “Kecuali yang sengaja mau menebarkan kekhawatiran agar program ini terhambat,” tambahnya.
Sementara itu, Sekretaris Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) I Gede Suratha membantah jika pihaknya kebobolan. Menurutnya, pihaknya sudah memperkirakan potensi adanya penggunaan identitas orang lain saat registrasi ulang.
Oleh karenanya, awalnya jajaran dia sempat mengusulkan proses registrasi ulang SIM card dilakukan berbasis perekaman e-KTP. “Sebenarnya kalau akurat betul ya datang. Tempelin e-KTP di card reader, baru orang asli keliatan. Itu mau kita kan,” ujarnya.
Hanya saja, lanjutnya, dari aspek ekonomi, cara tersebut dinilai terlalu ribet dan menyulitkan konsumen. Apalagi, jumlah perangkat card reader juga tidak banyak. “Kalau dilakukan akan antrean panjang, makin lambat, resistensi tinggi,” imbuhnya. Atas dasar tersebut, pemerintah pun memilih opsi moderat dengan hanya menggunakan NIK ditambah KK.
Dia menilai, adanya syarat nomor KK, sebetulnya bisa menekan upaya penggunaan identitas milik orang lain. Oleh karenanya, dia menyayangkan adanya KK yang diunggah ke dunia maya.
Di lain sisi, Dittipid Siber Bareskrim Polri yang intens bekerja sama dengan Kemenkominfo memastikan bahwa koordinasi di antara kedua instansi tersebut tidak pernah putus.
Termasuk soal kebijakan registrasi ulang yang berpotensi duak ali oleh pengguna telepon genggam. (*)
LOGIN untuk mengomentari.