in

Copot Pejabat tak Capai Target

Mendagri: Sistem Bagus, Namun Individu Rusak

Penyakit korupsi masih mendominasi pejabat pemerintah. Setidaknya, dalam 3 tahun kepemimpinan Jokowi-JK, sebanyak 33 kepala daerah tertangkap Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini dipaparkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI, Tjahjo Kumolo dalam temu ramah dengan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, di Auditorium Gubernuran Sumbar, tadi malam (26/9).

”Korupsi itu ancaman serius bagi daerah kita di Indonesia. Harus cepat dihabisi,” terang Tjahjo di depan ratusan pejabat Sumbar.
Tidak saja Gubernur, DPRD Sumbar, Kapolda, Danrem dan jajaran Forkompimda Sumbar lainnya, temu ramah itu juga dihadiri bupati/ wali kota dan DPRD 19 kabupaten/kota.

Salah satu faktor pemicunya adalah tidak berfungsinya inspektorat daerah. Banyak ditemukan inspektur daerah yang tidak berjalan. Ada yang hanya berani melaporkan, namun tidak berani menindak. 

Ada juga yang bermain hingga penegak hukum, ada lagi yang hanya patuh karena didudukan jadi inspektorat karena balas budi kampanye dengan kepala daerah.

”Nah, bagi inspektorat yang tidak juga berjalan, saya sampaikan jika KPK sudah masuk ke 22 provinsi dan 360 kabupaten/kota,  perlu lebih hati-hati,” terang politisi PDIP itu.

Tjahjo juga mengungkapkan beberapa pos anggaran yang “rawan” praktik korupsi. Di antaranya, saat perencanaan anggaran, dana hibah atau bansos, pungutan retribusi daerah, perjalanan dinas, pengadaan barang dan jasa hingga jual beli jabatan.

Kepala daerah harus mengontrol dan mengingatkan para pejabatnya untuk tidak bermain-main dengan anggaran. Serta, sering mengumpulkan rapat membahas pencapaian realisasi pembangunan. “Yang tidak mencapai target dan sasaran kepala daerah, pecat saja dan Plt kan,” sambungnya lagi.

Di samping itu, kurangnya komunikasi kepala daerah dengan unsur Forkompimda mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga provinsi, juga menjadi hambatan dalam membangun tata kelola pemerintahan pusat dan daerah yang lebih efektif dan efesien. “Yang namanya pemerintah daerah itu, ada bupati, DPRD, kajari, kapolres, dandim dan sebagainya. Makanya, harus sering-sering menggelar pertemuan dan berkoordinasi, termasuk tingkat provinsi,” tegasnya.

Padahal, kata Tjahjo, sistem pemerintahan sudah berjalan baik. KPK berfungsi, saber pungli jalan dan banyak lagi yang sudah berjalan baik. Namun, masalah korupsi masih tetap terjadi. Mayoritas, kasus OTT yang terjadi terkait urusan dengan pihak ketiga. “Apalagi yang mesti kita perbaiki. Tinggal di pribadi masing-masing. Makanya, saya tekankan tadi, bagi pejabat yang tidak mau berjalan sesuai aturan dan tidak mencapai target kepala daerah, copot saja,” terangnya.

Selain itu, pro dan kontra terhadap Perpu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), masih terus berlangsung. Bahkan, kembali memancing gerakan massif. Rencananya, aksi penolakan terhadap perppu tersebut akan dilakukan 29 September 2017 yang dimotori presidium alumi 212. Selain menuntut dan menggugat penetapan perppu terhadap ormas, gerakan ini juga menyoal kebangkitan PKI.

“Padahal, perppu itu bukan untuk membubarkan ormas, namun menertibkan. Tapi,  ormas yang melakukan kegiatan sparatis dan mengancam kedaulatan NKRI plus bertentangan dengan Pancasila akan dibubarkan,” terang Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri RI, Sudarmo.

Pembubaran ormas HTI misalnya, lanjut Sudarmo, didasari fakta yang jelas bertentangan dengan Pancasila. Dengan kata lain, memiliki misi untuk mendirikan negara dalam negara. Di mana, ditemukan indikasi jika HTI menyuaran khilafah Islam.
“Di atasnya memang kegiatan dakwah. Tapi, gerakan di bawah permukaannya, justru HTI membuat tahapan-tahapan yang akhirnya menuju pada perebutan kekuasaan,” katanya lagi.

Terhadap hal itu, Mendagri mengatakan, negara menjamin hak warganya untuk berserikat dan berkumpul. Setidaknya, terhitung 6 Juli 2017 ormas di Indonesia mencapai 344.038. Namun, jika ormas tidak berideologi Pancasila, kemajemukan dan menjaga keutuhan NKRI, mesti dibubarkan. “Makanya, Forum Umat Beragama harus difungsikan mulai dari tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional. Sehingga, kerukunan umat terus terjaga,” katanya. 

Rampung Akhir Tahun 2017

Terkait e-KTP, Mendagri mengakui bahwa dalam dua tahun masa kepemimpinannya, blangko kosong dan pendistribusian e-KTP mandek. Bahkan, serapan anggaranya pun drop. Padahal, masih ada 7 juta lebih masyarakat Indonesia yang belum dan  butuh e-KTP.

“Sampai saya tegur Dirjen sama eselon II, mereka malah jawab kami siap diberhentikan saja Pak. Kami nggak berani teken kontrak. Nah, setelah saya ambil alih baru bisa bergerak,” terangnya.

Saat ini, menuru dia, sudah tersedia percetakan e-KTP dan pihak Kemendagri sudah bekerja kembali. Setidaknya, sebanyak 94 persen lebih warga Indonesia atau setara 261 juta penduduk sudah memiliki NIK dan terdata dengan jelas. Namun, dari jumlah tersebut terdapat sekitar 800 ribu NIK-nya ganda. Misalnya, satu nama punya tiga KTP. “Tapi secara total sudah terdata, dan kita target selesai akhir tahun. Setelah selesai, bupati/ wali kota kami berikan flashdisc nanti,” jelasnya.

Bupati Kutai Kartanegara Tersangka

Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, sebagai tersangka dugaan kasus korupsi. ”Iya dia (Rita) ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (26/9).

Ditanya lebih lanjut, Laode enggan membeberkan lebih detail tentang perkara yang menjerat politikus partai Golkar itu sehingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Ia berdalih, dalam waktu dekat KPK akan memberi keterangan resmi atas hal tersebut.
Laode juga menuturkan, KPK tidak melakukan operasi tangkap tangan di Kutai Kertanegara. Tim KPK, kata dia, hanya melakukan penggeledahan di Kantor Bupati Kutai Kartanegara. ”Jadi itu pengembangan kasus, bukan OTT,” ujarnya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Ini Rumusan Penting yang Dihasilkan Rakornas III Calendar of Event 2018

Tiga Kloter Terserang Muntaber