PPDB sistem zonasi jangan dipandang kaku. Jika di suatu kecamatan tidak ada sekolah, zonanya bisa dilebarkan hingga ada sekolah negeri yang bisa menampung.
JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, menegaskan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbeda dengan sistem rayon. Sebab, zona disini melewati batas-batas administratif.
Karena itu, lanjut Muhadjir, pemerintah daerah dan para pemangku kebijakan terkait pendidikannya tetap menjalankan aturan tentang PPDB berbasis zonasi sesuai Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB berbasis zonasi. Pemda bisa fleksibel dalam melaksanakan program tersebut.
“Jadi, zonasi itu jangan dipandang kaku. Zona ini melewati batas-batas administratif. Jadi kalau di kecamatan itu tidak ada sekolah, lebarkan zonanya sampai ada sekolah negeri yang bisa menampung,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, saat rapat koordinasi PPDB, di Jakarta, Jumat (14/6).
Mendikbud menyayangkan beberapa daerah yang kesulitan saat menjalankan program PPDB zonasi ini. Mestinya, menurut dia, para pemangku kebijakan di daerah harusnya mengetahui kondisi lapangan sehingga bisa lebih kreatif dalam mengimplementasikan kebijakan ini.
Ia memaparkan, setelah PPDB dilaksanakan dengan zonasi, pemerintah daerah juga harus melakukan program redistribusi guru yang juga disesuaikan dengan kebutuhan zonasi.
Kebijakan zonasi ini, lanjut ia, juga akan digunakan untuk menyelesaikan masalah pendidikan sampai hal-hal terkecil.
“Kalau sampai daerah tidak menjalankan, bahkan mau menghapuskan kebijakan zonasi ini, saya rasa akan menghambat proses pemerataan pendidikan,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, staf khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Muhamad, menyebut persentase yang ditentukan dalam PPDB kali ini yakni 90 persen untuk zonasi, 5 persen untuk prestasi, dan 5 persen lagi untuk pindahan mesti tetap dijalankan pemerintah daerah.
Pernyataan tersebut sekaligus menjawab permasalahan daerah yang keberatan dengan pembagian tersebut karena tidak mewadahi murid yang benar-benar berprestasi.
“Murid berprestasi juga bisa diwadahi di 90 persen untuk zonasi. Jadi tinggal diatur saja. Yang jelas anggaran wajib dari persentase zonasi itu harus dianggarkan pula untuk anak kurang mampu dan berkebutuhan khusus,” paparnya.
Hamid tidak melarang adanya seleksi prestasi dalam PPDB kali ini selama masih ada dalam satu zona tertentu. Ia juga menjelaskan dengan adanya PPDB berbasis zonasi ini bisa jadi acuan pemerintah dareah dalam melaksankan program-program selanjutnya.
Tinjau Ulang
Sementara itu, Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, Ubaid Matraji menilai PPDB setiap tahun selalu menjadi permasalahan. Ia beralasan tidak pernah ada evaluasi berkelanjutan terkait PPDB dan zonasi ini.
“Akibatnya daerah-daerah yang kelabakan. Akhirnya, mereka bikin pergub sendiri-sendiri, beda-beda menerjemahkan zonasi seperti yang diatur dalam Permendikbud,” ujarnya.
Ia juga menilai flesksibilitas yang terdapat dalam PPDB Zonasi ini tanggung dan membuat bingung pemerintah daerah. Pembagian persentase PPDB, banyak daerah protes dan terkendala dalam menjalankan program tersebut.
Untuk mengantisipasi tersebut, ia meminta kebijakan PPDB ini dievaluasi dan keberadaannya ditinjau ulang agar tidak menjadi masalah yang berulang. ruf/E-3