Tahun 2017 ini merupakan tahun ke-3 dikucurkannya Dana Desa yang berasal dari APBN ke desa-desa di seluruh Indonesia. Pada tahun ini pemerintah mengucurkan dana sebanyak Rp 60 triliun dan setiap desa rata-rata mendapatkan Dana Desa ± Rp 800 juta. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, yakni pada tahun 2016 dana yang dikucurkan oleh pemerintah sebanyak Rp 46,98 triliun dan pada tahun 2015 berjumlah Rp 20,8 triliun.
Dana tersebut tidak serta merta dapat digunakan untuk kegiatan di desa, akan tetapi pemerintah pusat melalui Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi telah mengatur penggunaan dana desa tersebut. Regulasi tentang penggunaan Dana Desa ini terbit setiap tahunnya, pertama, Permendesa PDTT Nomor 5 tahun 2015 yang mengatur tentang penetapan prioritas penggunaan Dana Desa Tahun 2015; Kedua, Permendesa PDTT Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016 yang kemudian direvisi menjadi Permendesa PDTT Nomor 8 tahun 2016; Ketiga, Permendesa PDTT Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017 sebagaimana telah direvisi menjadi Permendesa PDTT No. 4 tahun 2017.
Dalam regulasi tersebut diatur bahwa Dana Desa hanya diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Tujuan penetapan prioritas ini adalah untuk memberikan acuan program dan kegiatan bagi penyelenggaraan Kewenangan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang dibiayai oleh Dana Desa, acuan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam menyusun pedoman teknis penggunaan Dana Desa, dan sebagai acuan bagi pemerintah pusat dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penggunaan Dana Desa. Akan tetapi, dalam Permendesa PDTT Nomor 4 tahun 2017 yang menjadi prioritas penggunaan Dana Desa saat ini untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan yang bersifat lintas bidang, yakni kegiatan BUMDesa dan BUMDesa Bersama, Embung, Produk Unggulan Desa atau Kawasan Perdesaaan, dan Sarana Olahraga Desa.
Pemerintah desa wajib mengikuti aturan tersebut sebagai dasar dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) desa setiap tahunnya yang nantinya dituangkan dalam APBDesa. Dalam hal ini perlu dilakukannya sosialisasi ke masyarakat bahwa Dana Desa yang diberikan oleh pemerintah pusat ke desa tidak bisa digunakan sembarangan saja, akan tetapi penggunaannya telah diatur. Masyarakat nantinya akan dilibatkan dalam musyawarah penentuan prioritas kegiatan pembangunan dan pemberdayaan yang dibutuhkan desa serta dalam pengawasan dari kegiatan tersebut.
Dana Desa dan Dampaknya
Dana Desa yang dialokasikan oleh pemerintah pusat ke desa, bagi sebagian besar desa merupakan berkah yang luar biasa. Dengan adanya dana tersebut desa dapat melakukan pembangunan jalan pemukiman, jalan ke wilayah pertanian, pembangunan MCK, Posyandu, bangunan PAUD, irigasi, pembangunan embung, dan kegiatan pembangunan lainnya sesuai dengan kesepakatan bersama dalam musyawarah desa. Dalam bidang pemberdayaan masyarakat, dapat dilakukan kegiatan pelatihan, seperti pelatihan menjahit, pengolahan bahan makanan siap saji, pelatihan perbengkelan, pembibitan, pembuatan kompos, dan kegiatan pemberdayaan lainnya berdasarkan hasil musyawarah desa. Desa yang mampu memanfaatkan hal tersebut tentu dapat merubah desanya yang dahulu terbelakang, tingginya angka kemiskinan, tingginya angka pengangguran, dan tingginya arus urbanisasi menjadi desa yang mandiri dan berdaya.
Dana Desa tersebut tidak selalu membawa berkah bagi sebagian desa. Besarnya anggaran yang dikelola oleh desa memicu munculnya korupsi dan konflik elit di desa. Pada tahun 2016 Kementrian Desa telah menerima laporan sebanyak 932 pengaduan masyarakat terkait dengan Dana Desa. Dari laporan tersebut telah diserahkan ke KPK sebanyak 200 laporan, 67 ke kepolisian berbagai daerah, 67 kasus telah mendapatkan vonis di meja hijau. Untuk tahun 2017 ini Kementrian Desa telah menerima 300 laporan pengaduan yang sebagian besar kesalahan administrasi (60 laporan sudah diserahkan ke KPK). Salah satu kasus korupsi yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan saat ini adalah Operasi Tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur terkait dengan pengelolaan dana desa.
Selain kasus korupsi dan kesalahan administrasi tersebut di atas, Dana Desa juga menimbulkan konflik elit di desa, yakni munculnya konflik antara kepala desa dengan sekretaris desa dan pemerintahan desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Banyak konflik elit di desa yang penyelesaiannya berlarut-larut dan berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan di desa. Hal ini juga menghambat proses pembangunan di desa sehingga serapan Dana Desa menjadi tidak maksimal.
Pentingnya Keterlibatan Masyarakat
Perlu adanya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan Dana Desa, baik dalam ikut serta dalam setiap kegiatan musyawarah desa dan pengawasan pelaksanaan kegiatan. Ketika pemerintah desa melakukan kegiatan tidak sesuai dengan hasil musyawarah desa, masyarakat dapat menyampaikan hal tersebut ke pemerintahan desa dan melakukan musyawarah untuk mufakat. Karena inti dari UU No. 6 Tahun 2014 adalah mengutamakan penyelesaian masalah dengan musyawarah dan mufakat. Jika dengan musyawarah tidak mencapai kata mufakat boleh menempuh jalur hukum. Harapan kita bersama semoga Dana Desa dapat membawa berkah bagi desa-desa di seluruh Indonesia bukan sebaliknya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.