JAKARTA – Memiliki fungsi untuk melindungi kebebasan pers di Indonesia. Dewan Pers bertanggung jawab menjadikan para jurnalis dan lembaga media pers lebih berkualitas dalam managerial media serta meningkatkan kompetensi jurnalis.
“Untuk memperkuat itu, kuncinya ada pada sumber daya manusia (SDM) mau tidak mau kita harus updating kompetensi dan itu mutlak dilakukan,” jelas Ketua Dewan Pers, Mohammad Nuh saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Selasa, (3/12).
Untuk mewujudkan itu, lanjut Nuh, salah satu caranya ialah dengan melakukan uji kompetensi bagi para jurnalis. Nantinya jika sudah lulus akan mendapatkan sertifikasi wartawan utama.
Meski begitu ia pun tidak memungkiri, materi dalam uji kompetensi masih harus diperbaharui lagi agar relevan dengan kondisi saat ini. “Sekarang kita akan perbaiki dahulu konten dan metodologinya termasuk juga mendigitalisasinya,” ujar pria yang pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2004-2009 ini.
Diketahui, dalam kajian yang dilakukan Dewan Pers memperlihatkan penurunan dalam bisnis industri media di Indonesia. Hal itu disebabkan adanya perubahan karakteristik media yang presentasenya 81 persen rentang usia 13-34 tahun lebih memilih menggunakan media sosial.
“Karenanya pembahasan media sosial menjadi sangat penting. Terkait market Indonesia, relatif bagus bisnis di dunia media masih ada tapi persaingannya sangat ketat,” katanya.
Anggota DPR RI Fraksi PDIP Sutarman Panjaitan mengingatkan, agar Dewan Pers selalu fokus menjaga konten dalam tiap media pers, terutama penyebaran konten dalam media sosial (medsos). Sebab ia merasa pertumbuhan medsos sulit untuk dikendalikan yang pada akhirnya dikhawatirkan memberikan berita yang tidak sesuai dengan faktanya.
“Apakah UU Pers bisa mengatur sebuah media? Seharusnya sih bisa, soalnya kalau tidak ada yang mengatur masyarakat bisa terus mendapatkan infornasi yang salah,” ucapnya.
Senada dengan Sutarman, Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Muklis Basri pun mempertanyakan mudahnya membuat sebuah media berbasis online di Indonesia. Sebab sudah diketahui bersama beberapa informasi atau berita dari media online tidak memiliki sumber yang jelas. Ia berharap agar hal tersebut menjadi perhatian Dewan Pers agar setiap media cetak, online, maupun medsos bisa lebih objektif dalam memuat sebuah informasi.
“Tolong persyaratannya jangan mudah begitulah, karna kalau sudah terlalu banyak akan merusak tatanan kehidupan. Bagaimana dengan wartawan yang tidak resmi? coba ditingkatkan dan diperbaiki lagi pengawasannya,” jelas Muklis.
Soal Kebebasan Pers
Di sisi lain, Anggota DPR RI Komisi I Fraksi Gerindra Yan Parmenas Mandenas, mempertanyakan kembali makna kebebasan pers di seluruh wilayah Indonesia. Sebab, ia yang bersal dari daerah merasa kebebasan pers belum sepenuhnya hadir di daerah. “Mungkin kalau di pusat semuanya bisa terpantau dan direspons cepat. Tapi bagaimana yang di daerah? Saya kira perlu diperhatikan kembali,” tegas pria kelahiran Papua ini.
Ihwal mudahnya mendirikan media online, Wakil Ketua Dewan Pers Hendry CH Bangun mengungkapkan, dalam UU Pers No.40 tahun 1999 dikatakan bahwa siapa saja dapat mendirikan sebuah media asalkan memenuhi ketentuan UU Pers. yag/AR-3