Jaringan Bahrun Naim Terus Rancang Teror
Kelompok pelaku teror bom panci pimpinan Nur Solihin ternyata sedang merancang teror secara estafet. Fakta tersebut diketahui setelah polisi menganalisis barang bukti dari tiga terduga jaringan terror yang ditangkap terakhir.
Setelah merangkai bom panci untuk meledakkan kompleks Istana Presiden, mereka mempersiapkan bom lain dengan objek yang berbeda.
Fakta tersebut diketahui setelah menganalisa barang bukti dari tiga orang terduga jaringan teror yang ditangkap terakhir. Setelah selesai merangkai bom panci, mereka sedang mempersiapkan bom lainnya. Pada Sabtu lalu, Densus 88 Anti Teror menangkap Nur Solihin, Dian Yulia Novita, Agus Supriyadi dan Abu Izzah alias Suyanto.
Minggu kemarin, secara berantai ditangkap dalam waktu yang berbeda tiga orang lainnya, Khafid Fathoni (KF) dan dua orang lainnya dengan inisial WP dan APM. APM merupakan perempuan kedua yang ditangkap karena bom panci.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divhumas Mabes Polri Kombespol Martinus Sitompul mengatakan, APM ditangkap di Solo dan WP ditangkap di Klaten. Keduanya masih jaringan dari Nur Solihin yang direkrut Bahrun Naim.
“Dalam penangkapan itu ditemukan barang bukti yang menunjukkan fakta baru,” jelasnya. Barang bukti itu di antaranya, botol cairan nitrat, cairan kimia yang belum diketahui, laptop, alat komunikasi dan buku jihad.
Dengan barang bukti itu, ada kemungkinan mereka sedang mempersiapkan pembuatan bom lain, setelah bom panci selesai. “Indikasi ini nanti akan diperkuat pemeriksaan pada semua terduga jaringan teror Nur Solihin,” terangnya.
Martinus menuturkan, kelompok Nur Solihin ini sepertinya menyiapkan beberapa aksi teror. Tidak hanya aksi teror tunggal dengan pengantin Dian Yulia Novita. “Belum diketahui apa target untuk bom kedua ini,” ujarnya.
Yang pasti, perakit bom panci tersebut memang Nur Solihin. Namun, kemampuan untuk merakit bom itu ternyata dimiliki sebagian besar kelompok tersebut. Hal itu bisa jadi dikarenakan arahan dari Bahrun Naim. “Kan mereka afiliasinya Bahrun Naim,” terangnya.
Selain tujuh orang terduga teroris ini, Densus 88 Anti Teror terus mengembangkan kemungkinan adanya orang lain yang terlibat. Dia mengakui upaya untuk mengetahui seberapa besar jaringan ini masih dilakukan. Ketujuh terduga teroris itu saat ini sedang dalam pemeriksaan.
“Siapa saja yang terkait dengan mereka tentu harus dikejar,” paparnya.
Penyidik Densus 88 hanya tinggal memiliki waktu empat hari untuk memastikan status terduga teroris dan menaikkan status kasus tersebut. Dengan begitu Jumat mendatang, baru diketahui apakah ketujuh terduga itu menjadi tersangka atau tidak. “Kami masih mengkaji rangkaian dari kasus ini,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat teroris Al Chaidar menatakan bahwa pemerintah memang harus menutup segala jalan komunikasi dengan antara markas ISIS di Suriah dengan jaringan di Indonesia. Terlebih lagi, komunikasi aktor perekrut ISIS asal Indonesia Bahrun Naim dengan lingkarannya di tanah air.
“Kalau perlu, pemerintah melakukan kerja sama dengan perusahaan telegram untuk mencegah adanya komunikasi mencurigakan,” jelasnya.
Dia menganggap pemerintah dan pihak yang melawan ideologi ISIS sudah bisa meretas komunikasi mereka dari sebagian besar media. Dari media internet hingga telekomunkasi. Namun, komunikasi via telegram tampaknya tak mudah disusupi tanpa persetujuan dari perusahaan.
“Jokowi harus sadar jika saat ini aparat keamanan dan pejabat merupakan target utama dari jaringan ISIS. Perlu ada upaya ekstra untuk menelusuri jaringan dan memutusnya,” terangnya.
Dia juga menambahkan, aparat juga harus belajar dari kasus-kasus terorisme di luar negeri. Karena, mungkin saja ekstrimis di Indonesia meniru cara mereka dan melakukannya di wilayah mereka.
“Mulai dari penyerangan dengan truk, penyerangan dengan pisau, hingga penyergapan kantor media. Semua itu mungkin saja ditiru oleh jaringan di sini,” tegasnya.
Mahasiswa IAIN
Sementara Khafid Fathoni alias KF, 22, sendiri ditangkap anggota Densus 88 Antiteror Mabes Polri di Desa Walikukun, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, Minggu (11/12). Wakil Rektor III IAIN Surakarta Syamsul Bakri membenarkan nama KF terdaftar di database mahasiswa IAIN Surakarta.
“Memang ada (nama KF, red). Tapi, perlu dicek dulu apakah benar yang dimaksud adalah Khafid Fathoni yang ada di kampus kami. Belum dapat surat dari pihak kepolisian juga berkaitan penangkapan itu,” katanya.
Bila benar KF merupakan mahasiswa IAIN Surakarta dan menjadi terduga teroris, pihak kampus langsung mengeluarkan surat Drop Out (DO). Karena telah melakukan aktivitas melawan negara.
Tentang keseharian nama KF yang terdaftar dalam database mahasiswa IAIN Surakarta, lanjut Syamsul, dia memiliki karakter pendiam. Jika sampai terlibat kasus terorisme, itu lantaran pergaulan di luar kampus. Wakil rektor mengklaim pengawasan pergaulan dalam kampus seperti organisasi sangat terpantau.
Sementara itu, kemarin, Densus dibantu anggota Polres Sukoharjo dan Polresta Surakarta menggeledah tempat kos KF di Kampung Keputren RT 2 RW 8, Kelurahan/Kecamatan Kartasura, Sukoharjo sekitar pukul 11.00.
Tiba di lokasi, aparat melakukan penyisiran dan memasang garis polisi dilanjutkan menggeledah kamar kos KF. 1,5 jam kemudian polisi keluar kamar kos dengan membawa barang bukti puluhan botol berisi cairan kimia, laptop, rice cooker, dan lainnya.
Kapolres Sukoharjo, AKBP Ruminio Ardano menjelaskan, penggeledahan kamar kos KF berkaitan dengan penangkapan terduga teroris di Ngawi. “Saya tidak bisa berbicara banyak. Ini ranah Densus 88 Antiteror. Kita (Polres Sukoharjo, red) hanya mem-backup,” kata dia.
Penjaga kos Mutiah Mujiati mengatakan, KF tinggal di tempat tersebut sejak 3 bulan lalu. Selama ini tidak ada gelagat mencurigakan dari aktivitas KF.
“Pendiam orangnya. Bayar kos juga tertib,” ungkap Mutiah. Dia kali terakhir bertemu KF di kos, Sabtu (10/12). Tidak lama kemudian KF pamit untuk pergi bermain.
Sementara itu, keluarga Wawan Prasetya alias (WP), terduga teroris warga Desa Troketon, Kecamatan Pedan mempertanyakan penangkapan WP.
“Sampai saat ini kita belum ada pemberitahuan tentang alasan penangkapannya. Makanya itu keluarga besar mau melakukan diskusi terlebih dahulu untuk langkah selanjutnya. Belum tahu mau ke Polsek Pedan apa langsung ke Polres Klaten,” ucap kakak ipar Wawan Sri Widodo.
Lebih 260 Serangan
Temuan bom panci di Bekasi, Jawa Barat menambah panjang daftar kasus terorisme di tanah air. Pengamat aksi terorisme Universitas Indonesia (UI) Solahudin mencatat, dari 2002 hingga 2016, lebih dari 260 serangan dan 1.050 orang ditetapkan sebagai tersangka maupun terpidana.
Diterangkan Solahudin, pemain lama tidak berhenti melakukan regenerasi menyebarkan paham radikalisme. Mereka menyasar kawula muda. “Misalnya pemuda yang tinggal jauh dari keluarga dan memiliki banyak masalah, ditambah emosinya yang labil,” jelasnya kemarin (12/12).
Semakin mudah ketika penyebaran radikalisme tersebut menyasar orang-orang muda yang mempunyai kekecewaan besar terhadap pemerintahan. “Mereka siap mati atas nama agama,” terang Solahudin.
Solahudin menjelaskan, aksi terorisme dipengaruhi oleh persaingan 5 kelompok besar jaringan ISIS. “Masing-masing memiliki pemimpin yang ingin menunjukkan kekuatan di mata pemimpin pusat. Untuk itu, mereka berlomba-lomba menebar teror di Indonesia,” terangnya.
Dari mana para pelaku mendapatkan ilmu merakit bom? Solahudin menduga memakai cara klasik, yakni telegram. Meskipun terkesan lawas, tapi cara ini sulit dideteksi aparat. (*)
LOGIN untuk mengomentari.