PLN memaparkan rencana strategis perusahaan dalam pencapaian target Net Zero Emission (NZE) di 2060 mendatang kepada delegasi G20 di forum Sustainable Finance for Climate Transition Roundtable. Melalui forum ini, PLN menunjukkan komitmen Indonesia dalam transisi energi dan mengajak keterlibatan dunia untuk mewujudkan target tersebut.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dalam paparannya mengatakan dalam transisi energi, PLN memiliki roadmap proyek yang berlangsung dari 2021 hingga 2060 mendatang. PLN juga memetakan sejumlah peluang kerja sama untuk mendukung pencapaian NZE 2060.
“Kita punya langkah strategis yang harus dilakukan untuk menghadirkan ruang hidup yang lebih baik bagi generasi mendatang. Visi PLN tidak hanya menghadirkan listrik yang andal bagi masyarakat, tapi juga menyalurkan energi hijau yang ramah lingkungan,” ujar Darmawan dalam forum diskusi Sustainable Finance for Climate Transition Roundtable di Bali, Kamis (14/7).
Ia mengatakan rencana PLN dalam pengembangan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) telah tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. Dalam RUPTL Green ini, porsi penambahan pembangkit listrik berbasis EBT sekitar 51,6 persen hingga 2030.
Tahun 2021, PLN telah membangun pembangkit EBT sebesar 623 megawatt (MW) yang mayoritas adalah PLTA. Menurut Darmawan, pada 2022 PLN akan menambah kapasitas terpasang pembangkit EBT sebesar 228 MW.
Adapun rinciannya yakni, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) akan beroperasi 45 MW, PLTA dan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM) akan bertambah 178 MW, dan pembangkit listrik tenaga bioenergi sebesar 5 MW.
“Tak hanya menggencarkan pembangunan pembangkit EBT, PLN juga secara paralel menjalankan skenario mempensiunkan lebih awal (early retirement) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) secara bertahap hingga 2056,” tegas Darmawan.
Selain mempensiunkan PLTU, PLN juga menggunakan teknologi ultra-supercritical dan co-firing pada PLTU yang saat ini masih beroperasi. Adapun, co-firing ini akan diterapkan di 52 PLTU.
Darmawan mengatakan, PLN juga menjalankan program dedieselisasi melalui konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di daerah remote dengan pembangkit listrik berbasis EBT melalui skema hybrid.
Program lain yang disiapkan PLN untuk mendukung transisi energi yaitu ekspansi gas, pengembangan teknologi penyimpanan listrik dalam bentuk baterai berukuran besar, hingga teknologi penangkapan karbon dan hidrogen. PLN juga terus meningkatkan efisiensi energi dan menekan susut jaringan.
Untuk menyukseskan semua upaya mendukung Carbon Neutral 2060, setidaknya PLN membutuhkan minimal USD 500 miliar.
“Ini kuncinya adalah kolaborasi. PLN membuka diri untuk bekerja sama baik dari sisi investasi, financial fund, maupun sharing teknologi untuk mewujudkan semua rencana tersebut,” ucap Darmawan
Sejauh ini, PLN telah memperoleh dukungan finansial dari sejumlah perbankan internasional dalam mendukung pembangunan pembangkit ramah lingkungan. Salah satunya, dukungan pendanaan dari sindikasi tiga bank internasional yaitu Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), Societe Generale dan Standard Chartered Bank untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Cirata yang merupakan PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas 145 MWAc.
PLN juga mendapatkan kucuran pendanaan senilai USD 380 juta dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang merupakan bagian dari World Bank Group untuk proyek PLTA Upper Cisokan melalui skema Subsidiary Loan Agreement (SLA).
“Kami bersyukur di tengah periode likuiditas dan pasar pinjaman yang serba sulit, PLN berhasil mengupayakan tercapainya efisiensi biaya dengan menerapkan struktur yang dirancang untuk menarik kreditur internasional,” tambah Darmawan.(*)