New York (ANTARA) – Kurs dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), di tengah euro yang lebih lemah, karena data terbaru menunjukkan zona euro mengalami kontraksi tajam di sektor manufaktur, meningkatkan kekhawatiran atas perlambatan ekonomi kawasan tersebut.
Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur zona euro IHS Markit mencatat level 47,5 pada Maret, turun dari 49,3 pada Februari, menandai level terendah sejak April 2013, menurut data PMI yang dirilis pada Senin (1/4) oleh IHS Markit, lembaga riset dan penyedia informasi global yang berbasis di London.
Data suram menunjukkan bahwa kondisi-kondisi operasi manufaktur di zona euro memburuk pada bulan lalu ke tingkat terbesar selama hampir enam tahun.
Sterling naik dan euro memangkas kerugian mereka, tetapi tetap lebih rendah pada akhir perdagangan, setelah Perdana Menteri Inggris Theresa May pada mengatakan pada Selasa (2/4) bahwa ia akan meminta Uni Eropa untuk penundaan lebih lanjut Brexit.
May mencari penundaan setelah 12 April, untuk memberinya waktu duduk bersama oposisi Partai Buruh dalam upaya memecahkan kebuntuan atas kepergian Inggris.
Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,12 persen menjadi 97,3597 pada akhir perdagangan.
Pada akhir perdagangan New York, euro turun menjadi 1,1198 dolar AS dari 1,1211 dolar AS pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi 1,3114 dolar AS dari 1,3125 dolar AS pada sesi sebelumnya. Dolar Australia turun menjadi 0,7063 dolar AS dari 0,7112 dolar AS.
Dolar AS dibeli 111,38 yen Jepang, lebih tinggi dari 111,36 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS turun menjadi 0,9984 franc Swiss dari 0,9989 franc Swiss, dan naik menjadi 1,3346 dolar Kanada dari 1,3310 dolar Kanada.