Industri padat karya berorientasi ekspor berkontribusi besar mengatasi problem ekonomi Indonesia karena memiliki keterhubungan dengan banyak aspek lain.
JAKARTA – Defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) Indonesia dinilai paling tidak disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, neraca perdagangan yang kerap defisit, atau mencatat surplus yang kecil. Kedua, defisit pada beberapa jenis jasa, seperti jasa pengangkutan kapal atau freight. Ketiga, masih kurangnya peran sektor jasa, khususnya pariwisata, dalam mendatangkan devisa.
Oleh karena itu, untuk memperbaiki CAD tersebut, pemerintah harus berupaya keras mendorong kinerja ekspor guna memperbaiki neraca perdagangan, dan menggenjot industri pariwisata dalam lima tahun ke depan.
Sekretaris Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Yogyakarta, YS Susilo, mengemukakan upaya membenahi neraca perdagangan Indonesia menghadapi tantangan utama berupa pelemahan perdagangan dan pertumbuhan global akibat belum selesainya sengketa dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
“Dalam situasi seperti ini, Indonesia mesti fokus mendorong industri padat karya berorientasi ekspor. Padat karya bisa menjadi antisipasi ancaman PHK (pemutusan hubungan kerja) ribuan karyawan yang mengemuka belakangan ini. Sedangkan orientasi ekspor akan menolong defisit neraca dagang,” papar dia, ketika dihubungi, Rabu (31/7).
Sebagaimana dikabarkan, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengungkapkan adanya potensi tenaga kerja yang kena PHK mencapai 10.000 orang, berasal dari industri baja, semen, elektronik, dan otomotif. Susilo menjelaskan industri padat karya berorientasi ekspor berkontribusi besar mengatasi problem ekonomi Indonesia saat ini, karena memiliki keterhubungan dengan banyak aspek lain.
Contohnya, karena sifatnya padat karya maka cenderung akan berada di daerah dengan upah minimum yang lebih murah ketimbang di kota besar. Ini bisa memeratakan ekonomi ke daerah. Kemudian, sifatnya yang padat karya juga akan menjadi buffer bagi PHK dan menyediakan lapangan kerja bagi lulusan SMK maupun vokasi.
“Dan, karena orientasinya ekspor maka akan menghasilkan devisa sehingga menjaga stabilitas rupiah kita, selain bisa menolong defisit dagang,” tukas Susilo.
Sementara itu, Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 menyebutkan, secara keseluruhan, ekspor barang dan jasa tumbuh rata- rata 6,21–7,67 persen per tahun. Peningkatan ekspor barang 2020–2024 akan didukung oleh revitalisasi industri pengolahan yang mendorong diversifikasi produk ekspor nonkomoditas, dan mengurangi kebergantungan impor.
Peningkatan juga akan didorong oleh peningkatan ekspor jasa, utamanya jasa perjalanan, melalui pengembangan sektor pariwisata. Sementara impor barang dan jasa tumbuh 6,42–7,42 persen per tahun didorong oleh investasi.
Kinerja perdagangan internasional yang membaik akan mendorong penguatan stabilitas eksternal, yang ditandai dengan perbaikan defisit transaksi berjalan menjadi 2,0–1,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan peningkatan cadangan devisa menjadi 161,1– 184,8 miliar dollar AS pada 2024.
Perhatian Khusus
Sebelumnya, Bappenas menyatakan RPJMN 2020–2024 akan ditujukan untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan Indonesia yang hingga kini masih defisit. “Justru itu, dalam RPJMN lima tahun ke depan ini kita harus memberikan perhatian khusus kepada upaya untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, beberapa waktu lalu.
Bambang menambahkan, ekspor Indonesia harus didorong dengan diversifikasi yang lebih baik, dari hanya bergantung pada komoditas sumber daya alam menjadi lebih kepada produk dari manufaktur. “Kita perbaiki jasa-jasa yang sifatnya masih defisit selama ini. Itu sudah akan tergambar pada RPJMN 2020–2024,” papar dia.
Menurut Susilo, pemerintah juga sudah seharusnya mengatasi segala kendala yang dihadapi industri padat karya berorientasi ekspor. Selain itu, pengadaan tanah di daerah mesti dipantau jangan sampai harga lahan pabrik dan sekitarnya melambung akibat spekulasi properti.
“Kawasan khusus industri perlu disubsidi atau dilindungi tanahnya dari aksi spekulan properti sehingga tidak membebani daya saing kita,” kata dia.
YK/SB/WP