Berdasarkan ketetapan FAO tahun 1999, suatu negara dikatakan swasembada jika produksinya telah mencapai 90 persen dari kebutuhan nasional. Artinya Indonesia dalam pemerintahan Jokowi-JK periode pertama 2017 dan 2019 telah berhasil mencapai swasembada beras sewaktu Kementerian Pertanian (Kementan) dikomandoi oleh Andi Amran Sulaiman.
Diketahui, dari data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), swasembada beras telah dicapai sejak tahun 2017 dan sudah tidak impor lagi. Di tahun 2018, Indonesia tetap surplus beras 2,85 juta ton tapi muncul kebijakan untuk mengimpor beras yang kemudian menimbulkan polemik. Saat itu, tegas Amran Sulaiman menolak keras adanya impor.
Di tahun 2019 Andi Amran masih menjabat Mentan hingga bulan Oktober, tercatat surplus beras mencapai 2.38 juta sehingga swasembada 2019 merupakan hasil kerja Andi Amran karena Syahrul Yasin Limpo (SYL) baru menjabat 2 bulan dan 2020, produksi beras menurun berturut-turut hingga surplus 1.97 juta ton dan 2021 surplus 1,33 juta ton. Produksi beras akhir-akhir ini tidak ada kenaikan signifikan yaitu 2018 : 33.47 juta ton, 2019: 31.3 juta ton 2020: 31.50 juta ton, 2021: 31.30 jt Ton (Data BPS)
Kerja keras dan gebrakan swasembada beras yang dicanangkan Amran Sulaiman telah menuai hasil cemarlang di periode kepemimpinannya di Kementan. Kini, Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) bisa menikmati hasil kerja keras tersebut .
Hal ini diungkapkan akademisi dan eks Dekan Institut Pertanian Bogor (IPB) Sam Herodian, Senin (15/8/2022). Menurutnya sejak 2017 hingga 2019 tercatat sudah tidak ada lagi impor beras dan Indonesia sudah menikmati swasembada menurut ketetapan FAO.
“Jadi sangat keliru kalau dikatakan Indonesia baru mencapai swasembada di era Mentan SYL dan mengulang 36 tahun lalu,” ujarnya.
Dia menambahkan, saat ini tidak bisa lagi mengelabui publik karena ada rekam jejak dan data yang mengungkap dan berbicara.
“Bahkan swasembada era Soeharto pun sebenarnya kita masih ada impor sebesar 10 persen, tapi itu sudah memenuhi ketetapan swasembada FAO,” lanjutnya.
Bahkan, katanya, di era Mentan SYL produksi beras terus mengalami penurunan di banding era Andi Andi Amran.
“Bukan membandingkan tapi begitulah realitasnya. Jadi seharusnya kita tidak menafikan hasil kerja orang lain. Karena setiap tahapan kerja pastilah berkesinambungan,” ujarnya.
Sementara itu, mantan Stafsus Mentan Amran, Sukriansyah S. Latief menandaskan bahwa di zaman Mentan Amran tidak pernah terjadi kericuhan terkait mewabahnya penyakit kuku dan mulut (PMK). “Memang penyakit itu ada tapi segera tertangani dengan cepat,” ujarnya.
Di era Mentan Andi Amran, tambah Uki, panggilan akrab Sukriansyah, tidak pernah terjadi kelangkaan minyak goreng. Setelah Andi Amran tidak menjabat, masalah PMK dan kelangkaan minyak goreng terjadi. “Walau begitu, Pak Amran senantiasa tidak mau berkomentar terkait Kementan. Itu karena loyatitas penuh Pak Amran terhadap Presiden Jokowi,” ujarnya. Bahkan Andi Amran pernah bercerita bahwa Jokowi luar biasa, beliau sederhana dan tidak pernah menitip apapun untuk kepentingan pribadi beliau. Amran sangat kagum.
Terkait wabah penyakit PMK ini, diketahui, Dalam rapat kerja Komisi IV DPR dan Kementerian Pertanian, pada Kamis (2/6/2022) lalu, para anggota DPR menghujani pihak kementerian dengan kritik atas kunjungan yang mereka lakukan ke Brasil untuk berdiskusi dengan Brasil mengenai penyakit mulut dan kuku (PMK), yang kini menyerang sejumlah besar hewan ternak di Indonesia.
DPR menilai sebagai sebuah langkah yang sia-sia mengingat negara di Amerika Selatan tersebut belum terbebas dari PMK. DPR juga mengkritik keras keputusan untuk mengimpor satu juta dosis vaksin, karena populasi ternak yang ada di dalam negeri mencapai puluhan juta. Satu juta vaksin, kata Ketua Komisi IV Sudin, bahkan tidak cukup untuk diberikan kepada sapi di Jawa Timur saja, belum untuk daerah lain.
“Sudahlah, kita bilang bencana nasional, lapor ke presiden, lapor ke Bappenas, lapor menteri keuangan. Bagaimana yang sudah kena kita musnahkan. Setiap hari ada yang kena, dan terus bertambah. Yang namanya sapi perah itu sudah anjlok produksinya hampir 50 persen,” papar Ketua Komisi IV, Sudin.
Diketahui, upaya pencapaian swasembada merupakan langkah simultan yang dilakukan Kementan di era Andi Amran. Kementan di tahun 2015 telah merehabilitasi jaringan irigasi tersier lebih dari 2,4 juta hektare, menyediakan lebih dari 80 ribu unit traktor dan benih padi 2,7 juta hektare, melakukan mekanisasi produksi serta menjaga stok pupuk subsidi yang memadai bagi petani.
Pembangunan pertanian juga tidak hanya mengurus beras akan tetapi sektor pertanian lain yang memiliki 460 komoditas dan harus dijaga siang malam. Menariknya, ekspor komoditas pertanian 2018 melejit hingga 29,7 persen.
Kementan terus mendorong transformasi pertanian dari pertanian tradisional ke pertanian modern. Dengan modernisasi target peningkatan produksi hasil pertanian menjadi lebih visibel untuk diwujudkan.
Di sektor komoditas jagung, upaya pencapaian swasembada jagung dilakukan Kementan melalui Upaya Khusus (UPSUS) peningkatan produksi jagung dengan penanaman di lahan kering, integrasi jagung di lahan sawit dan lainnya. Selain itu dilakukan penanganan pasca panen serta membangun kemitraan antara petani dengan Gabungan Pengusaha Pakan Ternak (GPMT).
Tidak mengherankan karena kerja keras ini, di sektor produksi jagung, mampu membalikkan kondisi dari Indonesia sebagai negara pengimpor jagung menjadi negara pengekspor jagung hanya dalam kurun waktu 3 tahun.
Pencapaian kerja tersebut kemudian menuai kekaguman dunia internasional Termasuk FAO (Kundhafi Kadiresan) terhadap pembangunan pertanian Indonesia dan sangat mengapresiasi hasil kerja Kementerian Pertanian (Kementan) sinergi TNI, Penyuluh, Petani, dan seluruh pihak terkait.
Negara-negara anggota Food and Agriculture (FAO) atau Badan Pangan Internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dibuat terpukau oleh progresifnya laju pembangunan pertanian Indonesia.
Bahkan menurut Rektor IPB Arif Satria, gaya kerja yang radikal dari Amran , menjadikan pertanian Indonesia sangat dinamis dengan lompatan-lompatan positif. (rel)