Palembang (ANTARA Sumsel) – DPRD Sumatera Selatan melakukan uji publik terhadap Raperda inisiatif dewan tentang pengelolaan dan pelestarian ekosistem lahan gambut bekerja sama dengan Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumsel.
Uji publik Raperda inisiatif ini dilaksanakan di Palembang, Selasa dan diikuti berbagai elemen masyarakat di antaranya anggota DPRD Sumsel, instansi terkait, akademisi, mahasiswa, LSM, pemerhati lahan gambut dan undangan lainnya.
Sementara para pembicara berasal dari pihak-pihak berkompeten di bidangnya yaitu Ketua Restorasi Gambut Sumsel, Syafrul Yunardy dan Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi (BP3) DPRD Sumsel, H Fahlevi Maizano.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi (BP3) DPRD Sumsel, H Fahlevi Maizan mengatakan, uji publik ini dilaksanakan guna meminta masukan-masukan tentang raperda inisiatif dewan atas pengelolaan dan pelestarian ekosistem lahan gambut.
“Karena diketahui lahan gambut ini merupakan problem bagi kita selama ini terutama saat terjadi kebakaran lahan gambut itu sendiri, kendatipun dalam satu dua tahun ini sudah berkurang,” katanya.
Sementara Ketua Tim Restorasi Gambut Sumatera Selatan Syafrul Yunardy mengatakan, gambut itu menjadi isu bersama, karena dampaknya luas sehingga perlu diatur dalam sebuah peraturan daerah.
Pengaturan fungsi lahan gambut agar mengetahui mana wilayah yang bisa dikelola, dilindungi akan sangat jelas dan pihak yang memanfaatkan juga dapat panduan, sebab apabila tidak diatur maka ada sanksinya.
Dampaknya juga bisa dilihat secara sosial, ekonomi dan lingkungan, jika dampak lingkungan jelas terhadap kerusakan gambut itu.
Kerusakan lahan gambut selama ini terlihat saat pada musim kemarau air itu sulit didapat karena tipologi membuat gambut tidak bisa menahan air lebih lama dan banyak.
Kebakaran lahan gambut di Ogan Komering Ilir pada 2015 (ANTARA Sumsel/Nova Wahyudi)
Kemudian ketika hujan, banjir tiba-tiba karena tidak bisa menahan air, sehingga dalam pengaturan bisa dialirkan secara bertahap dan terus menerus. Kontiunitas air akan tidak juga terjamin karena ketersedian air tidak mencukupi, jelasnya.
Ia menuturkan, kemudian juga jumlah air yang dibutuhkan menjadi berkurang makanya secara ekologi perlu diatur dampaknya.
Secara sosial bahwa gambut ini dampaknya menyangkut aktivitas dilakukan pada sektor-sektor kehutanan, perkebunan dan pertanian, karena gambut menjadi kawasan penyangga budidaya.
Ketika rusak maka budidaya produktivitas menurun dan secara sosial tenaga kerjanya berdampak pada hasil yang diperoleh begitu juga dengan ekonomi, tuturnya.
Adapun luas lahan gambut di Sumatera Selatan sekitar 1,2 juta hektare dan yang paling luas terdapat di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin.
“Lahan gambut itu paling luas di OKI dan Musi Banyuasin dan memang yang terbakar itu sebagian besar di sana,” katanya.
Raperda inisiatif itu terdiri atas 48 pasal dan 15 Bab di antaranya mencakup aspek perencanaan, perlindungan, pemanfaatan, pemulihan, kewenangan pemerintah pusat dan daerah, masyarakat sekitarnya.(adv/susi)
Editor: Indra Gultom
COPYRIGHT © ANTARA 2017