in

Duka Senen dan KPK

Lebih 30 jam upaya pemadaman api yang melahap pusat perbelanjaan Pasar Senen, Jakarta Pusat, pada Kamis (19/1) dilakukan. Kebakaran ini bukan yang pertama kali terjadi. Pasar itu sudah berulang kali dilanda kebakaran. Dan, lebih 1.600 kios yang musnah. Ribuan pedagang pun mengalami kebangkrutan, karena banyak yang tak sempat menyelamatkan barang dagangannya. 

Belum usai duka itu, kabar tak enakpun viral di media sosial dan televisi, yakni dikabarkannya salah seorang putra terbaik Sumatera Barat, Emirsyah Satar disangkakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi pembelian mesin pesawat Garuda. Duh. Dua kabar yang menyesakkan. 

Soal kenapa saya mencoba mengulas Pasar Senen, padahal pasar ini bukan terletak di Sumatera Barat, tapi di pusat ibu kota Jakarta. Alasan utama, tentulah berkaitan dengan etnis Minang yang terkenal mayoritas di Pasar Senen itu. Sudah tak ada yang membantah bahwa, etnis Minang dikenal sebagai perantau dan pedagang ulung. 

Namun begitu tak ada satupun kampung atau wilayah permukiman di kota-kota besar Nusantara yang mengambil nama dari Minangkabau. Pola permukiman orang Minang yang menyebar sesuai profesi dan pekerjaan mereka, serta tak sukanya orang Minangkabau hidup mengelompok berdasarkan etnis, menjadi alasan tak ada satupun Kampung Minangkabau atau Kampung Padang di Jakarta. Walaupun terdapat Jalan Minangkabau (pada zaman Belanda: Minangkabau Boulevard) di kawasan Manggarai, namun sedikit ditemui perantau Minang bermukim disana.

Berdasar catatan berbagai sumber, perantau pedagang Minang tersebar di Tanah Abang, Pasar Senen, Pasar Rumput, Jatinegara, Blok M, Mayestik, dan Bendungan Hilir. 

Di Pasar Blok M yang kesohor itu, 60% toko diisi pedagang-pedagang Minangkabau. Angka-angka yang tak jauh berbeda, berlaku pula pada Pasar Senen, Pasar Rumput, Jatinegara, Mayestik, dan Bendungan Hilir. Di Pasar Glodok dan Mangga Dua, jarang dijumpai pedagang-pedagang Minangkabau membuka usahanya. Selain kedua pusat perbelanjaan itu menjadi domain para pedagang Tionghoa, spesifikasi perdagangan di kedua pasar itu tak cocok dengan jenis usaha orang Minang.

Sebagian pihak berpendapat, dibangunnya mal-mal dan trade centre baru, akan mematikan usaha tradisional pribumi. Namun nyatanya hal ini tak berlaku bagi pedagang tradisional Minangkabau, yang justru melihat peluang ini sebagai kesempatan untuk meluaskan usahanya. 

Selain sebagai pedagang, perantau Minang banyak pula yang terjun sebagai profesional kerah putih di perusahaan-perusahaan modal asing, swasta, dan BUMN. Diantara mereka, banyak pula yang sukses meniti karir hingga duduk di puncak perusahaan. Saat ini, pimpinan beberapa BUMN top yang memegang urat nadi perekonomian negara, ditempati oleh putra-putra terbaik Minangkabau. Salah satunya Emirsyah Sattar.

Mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar ini disangkakan suap pembelian mesin pesawat Rolls-Royce. Emir diumumkan sebagai tersangka penerima suap Rolls-Royce lewat Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd, yang juga pendiri Muji Resko Abadi (MRA) Group Soetikno Soedarjo, pada Kamis (19/1).

Bahkan, KPK sudah meminta kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham mencegah Emir. Karenanya, saat ini Emir sudah tidak boleh meninggalkan Indonesia demi kepentingan penyidikan.

Emirsyah Satar, pernah menyelamatkan industri penerbangan yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian. Saat itu, dia Direktur Utama Garuda Indonesia. Di tangannya, perusahaan negara yang semula terpuruk itu melesat, menjadi merek kebanggaan Indonesia di level global. 

Emir, begitu dia biasa dipanggil, adalah akuntan yang kafah. Dia lulusan Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada 1985. Karir sebagai akuntan bahkan ia mulai sebelum lulus kuliah. Pada 1983, dia menjadi auditor di kantor akuntan ternama, Price Waterhouse Coppers (PWC).

Kemampuan Emir dianggap mumpuni hingga ia berpindah-pindah antarperusahaan besar seperti Citibank, Jan Darmadi Group, Niaga Finance, dan Bank Danamon.

Pada 1998, Emir dipercaya menjabat sebagai Executive Vice President Finance atau Chief Financial Officer Garuda Indonesia. Di Garuda, dia bertahan hingga 2003, kemudian pindah menjadi Vice CEO Danamon.

Pada 2005, Emir kembali lagi ke Garuda Indonesia. Ia diserahi jabatan sebagai Presiden Direktur Garuda Indonesia. Saat itu Garuda di ambang kebangkrutan.
Waktu itu, maskapai penerbangan nomor satu di Indonesia itu dilanda berbagai penyakit seperti keuangan tidak sehat, manajemen tak beres, dan tingkat keselamatan yang rendah. Tahun 2005, Garuda dilarang masuk ke Eropa karena masalah keamanan. Sebanyak 25 rute penerbangan Garuda merugi 80 persen.

Untuk membereskan setumpuk persoalan itu, Emir meluncurkan program Quantum Leap. Program ini meredifinisi visi dan budaya perusahaan yang saat itu begitu karut marut.

Saking saktinya program itu, Garuda dalam 10 tahun diubah dari perusahaan tanpa pengharapan menjadi perusahaan top dunia. Namun, sepak terjang kehebatan Emir seperti sirna, saat KPK menyangkakan Emir sebagai tersangka dugaan korupsi. 

Emirsyah Satar menambah deretan urang awak yang tersandung hukum dan sama sama terjerat dengan tuduhan dugaan korupsi. Mulai dari politikus dan mantan Ketua DPD RI dua periode Irman Gusman, Soeprapto (mantan Kadis Prasjaltarkim Sumbar), Yogan Askan (pengusaha), Xaverriady Sutanto (Pengusaha) dan terakhir mantan Mendagri Gamawan Fauzi yang saat ini sedang di bidik KPK. Memang, secara pribadi mereka tersangkut kasus hukum dan itu tak bisa diintervensi. Namun, sebagai entitas Minang, tentu membuat kita sedih. 

Dua kabar di atas yakni soal kebakaran Pasar Senen dan kasus yang membelit Emirsyah Satar memang berbeda. Hanya saja, kabar itu menggetarkan publik Ranah Minang. Semoga, saudara saudara yang notabene banyak nan urang awak di Pasar Senen itu, bisa tabah dan bisa melewati musibah itu. Dan, semoga juga tak akan ada lagi urang awak nan terjerat hukum oleh KPK. Momok yang sangat menakutkan bagi para pencoleng uang rakyat. Semoga. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Diduga Menyimpang, Warga Bakar Kafe Cinta Fitri

Berakhir Pekan saat Car Free Day di GOR H Agus Salim