in

Ekonomi Diperkirakan Baru Pulih Kuartal I-2022

Proyeksi Perekonomian I Pertumbuhan di Kuartal III-2020 Diupayakan Positif agar Tidak Resesi

» Relaksasi PSBB mulai menggerakkan kembali aktivitas ekonomi.

» Skema stimulus untuk PEN diupayakan untuk menggerakkan sektor riil.

JAKARTA – Tekanan pandemi Covid-19 terhadap perekonomian nasional diper­kirakan masih berlanjut sepanjang tahun ini hingga tahun depan. Perekonomian baru akan normal atau pulih 100 persen seperti sebelumnya pada kuartal I-2022.

Menteri BUMN, Erick Thohir, di Ja­karta, Kamis (9/7), mengatakan belum ditemukannya vaksin dari pandemi menjadi penyebab pemulihan tidak bisa berlangsung cepat. Hingga akhir tahun, dia memperkirakan pemulihan eko­nomi kemungkinan hanya 40–60 per­sen. Baru pada 2021, kemungkinan pe­mulihan ekonomi bisa di atas 75 persen.

“Kemungkinan baru kuartal pertama tahun 2022 pemulihan bisa 100 persen seperti pada 2019,” kata Erick.

Sebab itu, dia mengajak semua pihak agar sepakat bahwa Covid-19 selain harus menangani sektor kesehatan, sektor eko­nomi juga harus ditangani secara bersa­maan. Kementerian BUMN akan berkoor­dinasi dengan Kementerian Kesehatan, serta semua kementerian dan lembaga pemerintah lainnya termasuk pemerin­tah daerah untuk mendukung pemulihan ekonomi, terutama kinerja bisnis BUMN.

Pemulihan kinerja bisnis perusahaan, terutama BUMN, jelasnya, sangat bergan­tung pada jenis bisnisnya. Dengan kondi­si normal baru pola bisnis dan adaptasi dunia usaha pasti berubah. “Saya sangat berharap kinerja BUMN terus kita jaga, khususnya dalam menghadapi Covid-19 bisa juga membuat terobosan-terobosan yang dapat mengurangi beban masyara­kat dan pemerintah,” kata Erick.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, me­ngatakan perekonomian nasional pada kuartal II-2020 akan berkontraksi atau minus 3,8 persen dan dalam kisaran mi­nus 3,5–5,1 persen.

Hal itu didasarkan pada realisasi per­tumbuhan ekonomi kuartal I-2020 yang hanya mencapai 2,97 persen atau turun drastis dari rata-rata pertumbuhan hingga 5 persen. “Ini penurunan cukup tajam di­bandingkan rata-rata pertumbuhan kita yang berada di atas 5 persen,” kata Men­keu dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR yang membahas laporan semester I dan prognosis semes­ter II Pelaksanaan APBN 2020.

Dengan melihat realisasi pada kuar­tal I-2020 dan perkiraan pada kuartal II- 2020, Menkeu memperkirakan pereko­nomian sepanjang semester I-2020 atau paruh pertama tahun ini berkontraksi 1,1–0,4 persen.

Pemerintah, tambah Menkeu, juga berupaya mendorong perekonomian sehingga terjadi pemulihan pada kuar­tal III yang diperkirakan membaik di kisaran minus 1 persen hingga tumbuh 1,2 persen. Sedangkan pada kuartal IV- 2020, Menkeu memperkirakan pertum­buhan ekonomi sudah positif dan ber­ada di kisaran 1,6–3,2 persen.

“Proyeksi ekonomi kita masih bisa mencapai range yang mendekati nol persen atau bahkan positif yaitu antara minus 0,4 persen hingga tumbuh 1 per­sen tahun ini,” katanya.

Sektor Riil

Menanggapi proyeksi yang disam­paikan Menteri BUMN dan Menteri Ke­uangan, Ekonom dari Centre for Strate­gist for International Studies (CSIS), Fajar B Hirawan, mengatakan skema stimulus untuk program Pemulihan Ekonomi Na­sional (PEN) dari sisi makro memang di­upayakan untuk menggerakkan sektor riil.

“Dari sudut pandang makroeko­nomi, Kementerian Keuangan melihat pentingnya menstimulus sektor-sektor ekonomi, khususnya Produk Domestik Bruto (PDB), seperti sektor konsum­si rumah tangga dan investasi dari sisi pengeluaran serta sektor industri peng­olahan dan perdagangan berdasarkan lapangan usaha,” kata Fajar.

Relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah dimulai sejak minggu kedua Juni 2020 diakui memang untuk kembali menggerakkan aktivitas ekonomi nasional, mulai dari kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi.

Pada tahap implementasi, kata Fajar, dana stimulus yang dialokasikan khu­sus untuk BUMN, efeknya tidak secepat yang dibayangkan. “Saya pribadi ber­anggapan efeknya mungkin baru terjadi paling cepat di akhir tahun 2020 atau di akhir triwulan keempat 2020,” kata Fajar.

Dengan relaksasi PSBB, dia yakin eko­nomi tahun ini setidaknya mampu tum­buh positif meskipun hanya 0 persen, namun untuk kuartal II-200 sudah pasti akan negatif di kisaran minus 3–5 persen.

“Itu pun bisa lebih parah jika PSBB di­berlakukan hingga September 2020. In­donesia bisa resesi kalo itu dilakukan ka­rena pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II dan III akan negatif,” tutup Fajar. uyo/E-9

What do you think?

Written by Julliana Elora

Presiden: 30 Ribu Hektare Sawah Siap Tahun Ini

Dugaan Suap Proyek Jembatan dan Masjid Agung Solsel, Kadis PUTRP Solsel Sebut Bupati Sering Minta Dicarikan Pinjaman