Dipicu Cuaca Ekstrem dan Pemotongan DAU
Sinyal pelambatan ekonomi Sumbar sulit terbendung. Anjloknya kontribusi sektor pertanian plus pemotongan DAU (dana alokasi umum) jadi pemicunya. Padahal, sektor pertanian ini menjadi penyumbang terbesar terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Sumbar.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar, kemarin (7/11), terungkap kontribusi sektor pertanian hanya 4,82 persen pada kuartal III tahun 2016 ini. Pencapaian itu lebih rendah dari kuartal III 2015 sebesar 4,93%.
“Selama triwulan III ini, kontribusi sektor pertanian memang menurun produksinya, terutama padi turun sampai 5%. Kondisi ini akibat cuaca ekstrem berupa tak turunnya hujan di beberapa wilayah, bahkan ada selama empat bulan tidak turun hujan,” kata Kabid Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Sumbar, Hefinanur, di kantor BPS Sumbar, kemarin.
Kondisi itu mengakibatkan gagal panen di sejumlah daerah di Sumbar. Di antaranya, Payakumbuh, Tanahdatar, Limapuluh Kota dan Pasaman. Sebaliknya, akibat hujan terus menerus di beberapa daerah pesisir pantai, memicu gagal panen.
Di samping anjloknya kontribusi sektor pertanian, tambah Hefinanur, pemotongan DAU memaksa pemda melakukan efisiensi. Akibatnya, belanja atau konsumsi pemerintah terkontraksi 1,78%.
Pada kuartal III ini, jelas Hefinanur, pertumbuhan ekonomi Sumbar ditopang dengan meningkatnya pengadaan listrik dan gas sebesar 14,02%, informasi dan komunikasi 11,07%, dan penyediaan akomodasi dan makan-minum 10,44%.
Sedangkan pembentukan PDRB Sumbar, berdasarkan data BPS, masih didominasi sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 23,74%, perdagangan 14,95%, serta transportasi dan pergudangan 12,50%.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Sumbar dipengaruhi naiknya pengeluaran konsumsi lembaga nonprofit sebesar 5,17%, konsumsi rumah tangga 4,42%, dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi fisik 2,94%.
Anjloknya sektor pertanian, diakui Pemprov Sumbar buntut cuaca ekstrem. Produksi beras paling terpengaruh oleh perubahan cuaca ekstrem. Secara tidak langsung, berpengaruh juga terhadap kontribusi Sumbar selaku salah satu daerah penyangga beras nasional.
Menyikapi itu, Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Sumbar, Candra berencana mempercepat pola tanam guna mengantisipasi perubahan cuaca tak terduga.
“Tahun depan, target kami areal tanam padi mencapai 530 ribu hektare. Sampai periode Maret, 300 ribu hektare sudah selesai. Sisanya, ditargetkan Agustus sudah terpenuhi,” ujarnya.
Dinas Pertanian Sumbar juga fokus memperbaiki irigasi. Terutama, perbaikan irigasi di 30 titik dengan areal pertanian seluas 165 ribu hektare. “Kita fokuskan (perbaikan irigasi, red) di wilayah Pasaman, Pesisir Selatan dan Tanahdatar yang masih dalam kondisi rusak,” katanya.
Pengamat ekonomi Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, Syafrizal Chan menilai, anjloknya pertumbuhan ekonomi Sumbar mempertegas bahwa sektor pertanian masih menjadi tulang punggung perekonomian daerah.
“Sudah seharusnya pemerintah menopang perekonomian dengan industri perdagangan (seperti perkebunan, perikanan, kehutanan) dan jasa. Tentunya, tetap tidak meninggalkan industri pertanian,” ujarnya kepada Padang Ekspres.
Dia juga meminta pemerintah fokus menggerakkan industri kecil, seperti industri rumah tangga, kerajinan, serta industri kecil dan menengah lainnya.
“Kita terlalu banyak mengirim bahan mentah ke luar, seharusnya bisa diolah terlebih dahulu agar dapat menjadi barang jadi yang berkualitas. Buah durian misalnya, seharunya diolah dulu sebelum diekspor,” sarannya.
Sektor pariwisata dan pendidikan, menurut dia, juga menjadi potensi besar guna meningkatkan pendapatan asli daerah. “Asalkan dikelola serius dan dikampanyekan secara masif, berpotensi menarik wisatawan,” ujarnya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.