Wisatawan yang berkunjung ke Aceh, kini sudah mulai membawa pulang oleh-oleh cokelat dari Kabupaten Pidie Jaya. Itulah yang membuat Kafe Socolatte tidak pernah sepi. Socolatte saat ini menjadi satu-satunya brand produk cokelat di Aceh, dinikmati mulai anak-anak hingga orang dewasa.
Produk Socolatte, mulai diproduksi sejak tahun 2010, dan proses pengolahannya ini dilakukan langsung oleh seorang petani yang telah berpengalaman tentang kakao. Pemilik usaha ini bernama lengkap Irwan Ibrahim, biasa ia dipanggil Pak Wan. Usahanya mulai ia rintis sejak tahun 2003, berupa usaha yang bergerak di bidang pengolahan makanan yang berbahan baku utama kakao hingga menghasilkan produk siap saji.
Biji kakao yang digunakan untuk mengolah coklat socolatte dibeli dari petani sekitar yang memiliki kualitas tinggi, dengan dua syarat utama yaitu Ukuran biji kakao AA dan memenuhi standar fermentasi agar coklat yang dihasilkan memiliki cita rasa dan kualitas.
Owner Socolatte, Irwan Ibrahim mengatakan, brand ini merupakan perpaduan dari bahasa Aceh, so yang artinya “siapa” dan bahasa Inggris chocolatte yang artinya “cokelat”. “Jadi, socolatte artinya cokelat siapa, ya, cokelat Aceh,” kata Irwan menjelaskan.
Irwan Ibrahim lahir dan tumbuh dari keluarga petani kakao. Sejak belia, dia sudah terbiasa bergelut di kebun kakao, beliau membuat coklat socolatte dari biji kakao pilihan dan kakao fermentasi dari petani sekitar Aceh, diolah menjadi beragam produk coklat bercita rasa khas Aceh.
Irwan mulai berpikir untuk meningkatkan pendapatan, memberikan nilai tambah bagi para petani kakao di daerahnya. Ia mulai mengolah biji kakao menjadi berbagai macam produk olahan yang disukai masyarakat. Awalnya, dia hanya dibantu lima karyawan dan modal awal sebesar Rp35 juta dengan beberapa peralatan dan pengolahan sederhana. “Dengan adanya industri pengolahan coklat di Aceh, lapangan kerja tersedia dan petani kakao di Aceh kian sejahtera,” harapnya.
Pada awal-awal produksi, ia sempat menghadapi berbagai tantangan, seperti melawan kebiasaan di Aceh yang meyoritas merupakan penikmat kopi. Saat belum banyak mengenal produk Socolatte, Irwan juga sempat bingung untuk memasarkan produknya kemana saat empat bulan pertama merintis. Namun, ia tetap semangat untuk memperkenalkan berbagai olahan coklatnya itu dengan mempromosikan berbagai manfaat coklat bagi kesehatan.
Kala bencana tsunami melanda Aceh pada Desember 2004 silam, ada hikmah tersendiri yang dipetik Irwan. Dengan masuknya sejumlah bantuan dari luar negeri berupa permodalan dan pemberdayaan ke daerah Aceh, dia juga kecipratan bantuan.
“Kita sempat jatuh bangun dalam memasarkan produk Socolatte ini, pada tahun 2004 usaha pengolahan Socolatte ini mendapat bantuan OISCA Jepang. Berupa modal Rp65 juta, juga peralatan pengolahan dan dengan bantuan teknis ahli pengolahan kakao dari Jepang,” kisahnya.
Hal itu yang menurutnya membuat lahirnya cikal bakal karya besar produk-produk cokelat yang memiliki cita rasa dan aroma khas cokelat asli Aceh.
Ekraf Aceh untuk Pasar Nusantara
Saat usahanya semakin berkembang, Irwan mulai membuat variasi produk, selain bubuk coklat, juga ada permen cokelat, cokelat batang, brownies hingga timphan cokelat.
Lokasi Kafe Socolatte ini berada di Jalan Banda Aceh Medan Km 136, Desa Baroh Musa, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Letaknya persis di sisi jalan nasional dan sangat mudah ditemukan.
Selain langsung ke Kafe Socolatte, sebagai produk Ekonomi Kreatif (Ekraf) Aceh untuk pasar Nusantara, Socolatte ini juga sudah dipasarkan online via socolatteaceh.com dan instagram socolatte_official sert sejumlah marketplace lainnya.
Irwan berpesan, dirinya percaya bahwa sebuah proses tidak pernah mengkhianati hasil, jangan pernah takut untuk mencoba berwirausaha, kalau gagal bangkit lagi. Apalagi di era digital saat ini, sudah banyak media sosial yang membuat kita dengan mudah untuk bisa memasarkan produk.
Aceh Daerah Berdaya Saing
Pemerintah Aceh melalui Disbudpar menggelar serangkaian atraksi Pesona Tanoh Aceh dalam rangka memeriahkan malam Anugerah Pesona Indonesia (API) ke-7 2022 di provinsi Aceh.
“Kegiatan API award ini bukan sekadar seremonial semata, tapi menjadi momentum membangkitkan gairah pariwisata dan perekonomian bangsa termasuk Aceh,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh, Almuniza Kamal di Darussalam, Banda Aceh, Kamis.
Ia menyebutkan ada 27 produk pariwisata dan ekonomi kreatif dari Aceh yang ikut dipamerkan dan dijual langsung kepada pengunjung yang datang dalam rangkaian kegiatan malan Anugerah Pesona Indonesia 2022 di provinsi ujung paling barat Indonesia itu.
“Semoga dengan kegiatan yang dihadiri peserta dari 54 kabupaten se Indonesia, geliat ekonomi di Aceh meningkat dan berdampak langsung bagi pelaku UMKM,” katanya.
“Produk yang dihasilkan masyarakat Aceh harus bisa tersebar luas di seluruh Indonesia tidak hanya sekadar diperjualbelikan di Aceh, apalagi lebih sering kita jumpai dijual di pinggir jalan,” ujar Almuniza.
Almuniza Kamal menyebut, Aceh bukan lagi daerah yang miskin melainkan daerah yang sudah mampu berdaya saing dan memiliki potensi yang sangat potensial dalam mengembangkan Ekraf.
Aceh juga dikenal begitu banyak produk ekraf unggulan, mulai dari kopi, kriya dengan kupiah meukutopnya, fashion dengan produk merek Ija Kroeng yang sudah go internasional, juga sejumlah sub sektor ekraf lainnya.
“Kita harus menebarkan hal positif kepada khalayak ramai untuk menggambarkan bagaimana orang Aceh itu sebenarnya, serta selalu bangga dengan produk lokal Aceh dengan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari,” pungkasnya. (*)