Dibutuhkan suasana damai setelah kampanye panjang dan hasil sementara Pemilu serentak diumumkan sejumlah lembaga survei. Kita harus menunggu hasil akhir dari KPU.
JAKARTA – Pemungutan suara pemilu legislatif dan pemilu presiden serentak pada 17 April 2019 telah selesai diselenggarakan. Indonesia menandai babak baru perjalanan demokrasi elektoralnya dengan menyelenggarakan pemilu untuk memilih lima posisi sekaligus secara bersamaan pada waktu dan TPS yang sama. Elite politik diminta tidak melontarkan pernyataan yang spekulatif, provokatif, dan bisa membelah serta memecah masyarakat.
Demikian pernyataan bersama yang dikeluarkan sejumlah tokoh yang tergabung dalam Masyarakat Sipil untuk Pemilu Damai dan Berkeadaban, di konferensi pers yang digelar di Aula Ahmad Dahlan, PP Muhammadiyah, di Jakarta, Minggu (21/4).
Hadir dalam konferensi pers tersebut, antara lain Sunanto, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Feri Amsari (PUSaKO Unand, Arif Susanto, Hadar Nafis Gumay (NETGRIT), Jeirry Sumampow dari Komite Pemilih Indonesia (TePi) Ari Nurcahyo, Chalid Muhammad, Lucius Karus dari Formappi, Veri Junaidi, Direktur Eksekutif KoDE Inisiatif, Wahidah Suaib, mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Ray Rangkuti, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima), Monica Tanuhandaru dan John Muhammad.
Menurut Sunanto, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, pemilih telah menunjukkan antusiasmenya yang sangat luar biasa. Mereka bersemangat datang ke TPS untuk memberikan suaranya di lima surat suara presiden dan wakil presiden. Tentu ini harus diapresiasi dan dihormati. “Apresiasi kita semua untuk seluruh rakyat Indonesia, penyelenggara, peserta pemilu, dan seluruh elemen bangsa yang sudah jadi bagian dari kerja besar pemilu 2019,” ujarnya.
Namun, kata Sunanto, dinamika pemilu nampaknya belum selesai. Di tengah proses rekapitulasi penghitungan suara yang masih berlangsung, muncul pernyataan kemenangan untuk kelompoknya masing- masing. Akibatnya ada keraguan, kebingungan, dan pertentangan di antara sesama warga. Maka, berangkat dari situasi yang terjadi pasca pemungutan suara, sejumlah tokoh yang tergabung dalam kelompok masyarakat sipil menyatakan beberapa hal menyikapi dinamika yang terjadi.
Jeirry Sumampow dari TePi menambahkan, ada beberapa hal dari pernyataan sikap Masyarakat Sipil untuk Pemilu Damai dan Berkeadaban.
Hormati Proses
Adapun seruan tersebut pertama, meminta kepada semua pihak untuk menghormati proses dan tahapan rekapitulasi penghitungan suara yang saat ini masih berlangsung secara manual dan berjenjang di tingkat kecamatan yang selanjutnya akan diteruskan di tingkat kabupaten atau kota, provinsi, dan akhirnya secara nasional di KPU.
“Kedua, semua pihak, khususnya pasangan calon, partai politik, caleg, maupun tim kampanye dan tim pemenangan diminta mengedepankan sikap yang membawa kedamaian dan mempersatukan seluruh elemen bangsa,” ujarnya.
Semua elite politik yang terlibat dalam kontestasi politik, kata Jeirry diharapkan tidak melontarkan pernyataan yang spekulatif dan provokatif. Karena pernyataan yang provokatif berpotensi membelah, bahkan memecah masyarakat. Perilaku yang proporsional dan berbasiskan komitmen untuk berdemokrasi secara konstitusional.
Sementara kepada aparat penegak hukum baik Bawaslu, kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan Jeirry meminta untuk bekerja secara transparan, profesional, akuntabel, dan adil dalam menyelesaikan setiap dugaan pelanggaran pemilu yang mereka tangani.
Keempat, kepada KPU beserta jajaran agar tetap menjaga profesionalisme. “Mengedepankantransparansi, akuntabilitas, serta komunikasi publik yang responsif dan terukurdalam merespon berbagai dinamika,” katanya. ags/AR-3