September Kulminasi, Dirayakan di Pasaman
Pada 20-21 Maret nanti, matahari berada tepat di atas garis khatulistiwa, sehingga durasi siang dan malam di seluruh bagian bumi relatif hampir sama, termasuk wilayah subtropis di bagian utara maupun selatan.
Fenomena astronomi bernama equinox tersebut melintasi beberapa provinsi di Indonesia, mulai dari Ternate, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Barat dan berakhir di Pulau Telo, Sumatera Utara.
Kepala Stasiun Koordinator Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sumbar, Rahmat Triyono menjelaskan, fenomena matahari melintasi garis khatulistiwa secara periodik terjadi dua kali setahun, yaitu pada 21 Maret dan 23 September. Tahun ini, terjadi pada 20-21 Maret dan 23 September 2017.
Akan tetapi, keberadaan fenomena tersebut tidak selalu mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis. Sebagaimana diketahui, rata-rata suhu maksimal di Indonesia sekitar 32-36 derajat celcius.
“Equinox bukan fenomena seperti heatwave (gelombang cuaca panas) yang terjadi di Afrika dan Timur Tengah, yang dapat mengakibatkan peningkatan suhu udara secara besar dan bertahan lama,” katanya.
Di wilayah Sumbar, fenomena ini akan melintasi tiga kabupaten, yakni Kabupaten Limapuluh Kota, Pasaman, dan Pasaman Barat. Matahari mulai kontak dengan garis khatulistiwa pada 20 Maret 2017 mulai pukul 10:51 dan mulai meninggalkan garis khatulistiwa pada 21 Maret 2017 pukul 16:39.
Terkait dampak yang kerap kali muncul saat terjadi fenomena equinox, menurut Rahmat, salah satunya adalah peningkatan suhu udara. Rata-rata suhu maksimal di wilayah Indonesia sekitar 32-36 derajat celcius.
”Peningkatan suhu maksimal terjadi pada siang hari. Namun berdasar data 5 tahun terakhir, peningkatan yang terjadi tidak signifikan, berkisar antara 3-32 derajat celcius pukul 12.00-14.00,” jelasnya.
BMKG mengimbau masyarakat agar tidak mengkhawatirkan dampak equinox sebagaimana isu yang berkembang suhu akan mencapai 40 derajat celcius.
Saat fenomena itu berlangsung Maret ini, justru terdapat potensi peningkatan penguapan di wilayah perairan Sumbar. Hal ini berpotensi tumbuhnya awan hujan, terutama di wilayah pesisir pantai. Potensi hujan sedang-lebat pada 20-23 Maret terutama di daerah Sumbar bagian tengah dan barat.
“Hal ini didukung data hujan 5 tahun terakhir, di mana pada 20-23 Maret, rata-rata curah hujan sebesar 50 milimeter. Curah hujan tinggi di atas dapat memicu bencana alam. Namun, perlu memperhatikan faktor lainnya seperti pasang surut air laut,” ingatnya.
Secara umum, kondisi cuaca di wilayah Indonesia cenderung masih lembab atau basah. Beberapa wilayah Indonesia saat ini sedang memasuki masa pancaroba.
Oleh karena itu, BMKG mengingatkan masyarakat tetap mengantisipasi cuaca yang cukup panas dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan tetap menjaga kesehatan keluarga serta lingkungan.
Perayaan di September
Fenomena itu di Pasaman sudah menjadi agenda tahunan dalam meningkatkan kunjungan wisatawan. Perayaan equinox sering disebut perayaan Titik Kulminasi.
Tahun 2016 fenomena equinox ini dirayakan Pemkab Pasaman dan diikuti Stasiun Geofisika Padangpanjang, Dinas Pemuda Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Pasaman.
Saat perayaan, Stasiun Geofisika Padangpanjang melakukan pengamatan sinar matahari menggunakan alat yang disebut camble stock. Perayaan fenomena ini salah satu ikon pariwisata Sumbar tiap tahun.
Biasanya perayaan ini dilakukan pada Maret, namun karena Maret dan April merupakan puncak musim hujan sehingga tahun 2017 akan diadakan pada September.
Plt Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Ricky Riswandi menyebutkan, perayaan titik kulminasi di Pasaman biasanya diadakan di Tugu Khatulistiwa atau monumen Equator di Kecamatan Bonjol. Tahun ini, diadakan pada September di Bonjol, daerah yang berada di jalan lintas Bukittinggi-Medan.
“Saat terjadi peristiwa titik kulminasi, posisi matahari tepat berada di atas kepala sehingga menghilangkan semua bayangan benda-benda di permukaan bumi. Bayangan tugu juga akan menghilang beberapa detik saat diterpa sinar matahari. Demikian juga bayangan benda-benda lain di sekitar tugu,” ujarnya.
Dengan adanya perayaan titik kulminasi September nanti, diharapkannya kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri bisa meningkat. Hal tersebut sekaligus bisa mempromosikan destinasi wisata yang ada di Pasaman. “Sekitar 40 ribu jumlah pengunjung di Equator Bonjol setiap tahunnya,” kata dia.
Dengan tenggat waktu cukup panjang, September, travel agent dan pemda bisa mempromosikan fenomena itu secara intensif sehingga mendatangkan wisatawan dari dalam dan luar negeri pada perayaan titik kulminasi. Apalagi, dalam perayaan titik kulminasi mendatang, Pemkab Pasaman akan mengundang Gubernur Sumbar. (*)
LOGIN untuk mengomentari.