Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menegaskan bahwa kewenangan untuk membuat aturan larangan mantan napi koruptor mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada) ada di tangan DPR bukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
“KPU RI itu jaga administrasi penyelenggaraan Pemilu saja, jangan ikut membuat politik penyelenggaraan Pemilu karena itu domainnya DPR, domain politik,” kata Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Hal itu dikatakan Fahri terkait dukungan KPU RI terhadap keinginan KPK yang mengusulkan aturan larangan bagi mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi ikut Pilkada 2020.
Baca juga: Fahri tantangan KPU buat format debat terbuka
Fahri menilai seharusnya KPU RI bertindak profesional dalam koridor penyelenggaraan Pemilu, memperbaiki kekurangan dalam penyelenggaraan Pemilu KPU RI seperti mengganti kotak suara dari kardus dengan bahan yang lebih baik dan memperbaiki daftar pemilih dengan data kependudukan.
“Itu contoh wilayah kerja KPU sehingga tidak perlu mengurusi urusan politik. KPU itu pekerjaannya tidak dikerjakan namun kerjaan orang lain malah mau dikerjakan,” katanya.
Baca juga: Fahri: Indonesia disatukan atas dasar ide
Menurut Fahri, KPU harus merujuk pada UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada sebelum membuat aturan. Aturan terkait pembatasan hak warga negara harus diatur dalam undang-undang. Tanpa UU maka pembatasan hak-hak warga negara seperti aturan larangan mantan napi koruptor maju pilkada dapat melanggar konstitusi.
“Konstitusi mengatur kalau mau merampas hak orang harus menggunakan UU, jangan merampas hak orang menggunakan keputusan KPU, itu salah,” ujarnya.
Sementara itu, usulan larangan mantan napi kasus korupsi maju sebagai calon kepala daerah disampaikan KPK setelah lembaga itu menangkap Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang terjerat suap jual beli jabatan.
Tamzil merupakan mantan napi korupsi saat menjabat Bupati Kudus periode 2003-2008, lalu diajukan dalam Pilkada Kudus 2018.
KPU mempertimbangkan untuk melarang mantan narapidana tindak pidana korupsi menjadi calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2020, dan diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) atau meminta DPR merevisi UU Pilkada.
Baca juga: Fahri Hamzah: Generasi Garbi utamakan kebenaran
Baca juga: Fahri Hamzah: Indonesia alami keterlambatan bertahun-tahun
Baca juga: Fadli Zon, Fahri Hamzah dan Kapitra bertemu Ma’ruf Amin di Mekah