Palembang (ANTARA) – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Provinsi Sumatera Selatan mendorong petani swadaya bermitra dengan perusahaan untuk meningkatkan keuntungan dan efisiensi dalam tata kelola rantai bisnis kelapa sawit.
Ketua DPP Gapki Provinsi Sumatera Selatan Alex Sugiarto di Palembang, Minggu, mengatakan, upaya ini sejalan dengan keinginan pemerintah yang bermaksud menaikkan posisi tawar petani.
“Tidak semua perusahaan perkebunan itu memiliki perkebunan plasma, jadi mereka juga butuh pasokan dari luar untuk penuhi kapasitas produksi,” kata Alex.
Hanya saja, perusahaan berharap pemerintah juga membuat aturan tegas terkait kemitraan petani dengan perusahaan ini.
Aturan tersebut terkait pembentukan lembaga petani dan penetapan harga.
Tidak mungkin kami bermitra dengan kalangan perorangan, ya minimal kelompok tani. Ini aturannya seperti apa, kata Alex.
Menurutnya upaya mendorong petani agar bermitra dengan perusahaan ini terbilang tepat. Apalagi pemerintah sudah menjalankan program Peremajaan Sawit Rakyat sejak 2017.
Dalam program tersebut yang menggunakan dana hibah Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDKS) itu petani swadaya yang terpilih mendapatkan dana hibah senilai Rp30 juta per hektare.
Gapki mendukung program pemerintah ini karena berdampak positif pada produktivitas perkebunan sawit.
Di Indonesia diketahui terdapat 2,8 juta perkebunan sawit yang sudah berusia di atas 25 tahun.
Tak heran kiranya produktivitas TBS ke CPO hanya 3 ton per hektare per tahun, padahal negara penghasil lainnya sudah mencapai 6-7 ton per hektare per tahun.
Bagi Gapki, terbilang sangat menggembirakan jika bermitra dengan petani yang tergabung dalam program PSR ini karena mereka menggunakan bibit bermutu dan melakukan perawatan sesuai standar.
Selama ini petani swadaya tidak bisa menjamin soal bibit dan perawatannya, tapi dengan adanya PSR ini hasil produksi jauh lebih baik. Ini jadi jaminan untuk bermitra dengan perusahaan, kata dia.
Menurutnya menjadi tak masalah bagi perusahaan perkebunan untuk menyerap hasil dari petani swadaya tersebut, walau tetap harus mendahulukan produksi dari perkebunan inti dan perkebunan plasma.
Sekretaris Dinas Perkebunan Sumatra Selatan Dian Eka Putra mengatakan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mendorong petani kelapa sawit swadaya setempat bergabung dalam kelompok tani dan bermitra dengan pabrik kelapa sawit.
Dengan bermitra diyakini petani akan lebih mudah mendapatkan sertifikat kelapa sawit berkelanjutan Indonesia (Indonesian sustainable palm oil/ISPO).
Selain itu juga memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dalam penentuan harga jual tandan buah segar atau TBS.
Jika sebatas petani swadaya atau tak bermitra, pasti akan mengalami kesulitan karena persoalan di sektor sawit itu banyak, mulai dari harga yang rendah, persoalan transportasi dan lainnya, kata dia.
Sejauh ini jumlah petani swadaya di Sumsel berkisar 16 persen dari total petani sawit yang ada.
Sumsel memiliki atensi terhadap perkebunan sawit ini karena menjadi salah satu sumber penghidupan utama masyarakat dengan total luas areal mencapai 1 juta hektare.