Rita Fathya*
Ketika mendengar kata ramadhan yang terlintas dalam pikiran kita adalah puasa selama sebulan penuh, sahur di malam hari, berbuka bersama, dan sampai diujungnya merayakan lebaran. Bulan Ramadhan juga merupakan bulan di mana Allah SWT memberikan kita kesempatan untuk memperbanyak amal ibadah. Akan tetapi seperti sebuah ungkapan yang sangat sering kita dengar, 10 hari pertama Ramadhan masjid yang ramai tapi 10 hari terakhir pasar yang ramai.
Bagaikan sudah menjadi tradisi di masyarakat pola konsumsi dan belanja selama Ramadhan dan menjelang hari raya cenderung meningkat. Padahal, harga barang-barang pada saat itu cenderung naik, namun tingkat konsumsi dan berbelanja masyarakat justru semakin meningkat.
Secara sederhana perilaku konsumtif dapat diartikan dengan membeli atau menggunakan barang tanpa pertimbangan terlebih dahulu atau bukan atas dasar kebutuhan. Kecenderungan berlebihan ini sudah dimulai dari pengaturan menu makanan berbuka puasa dengan kebiasaan memborong berbagai jenis makanan sebagai contoh, ketika waktu berbuka puasa tiba kita cenderung ingin untuk menghidangkan sajian makanan dan minuman secara berlebihan dengan dalih karena telah menahan rasa lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenam matahari yang belum tentu kita dapat mengabiskan semuanya. Padalah dalam kehidupan sehari-hari kita sangat jarang melakukan hal seperti ini dimana hal ini terjadi karena keinginan sesaat atau lapar mata saja. Namun, hal ini seakan menjadi sebuah fenomena yang biasa terjadi setiap tahun ketika datangnya bulan ramadhan. Seharusnya di bulan ramadhan ini kita dapat meminimalkan pengeluaran atau sama dengan bulan-bulan lainnya, tetapi malah pada bulan ini penegeluaran semakin meningkat.
Terlebih lagi ketika menjelang lebaran, pusat-pusat perbelanjaan mulai dipenuhi oleh masyarakat yang mulai sibuk untuk menacari segala perlengkapan untuk menyambut lebaran seperti membeli baju baru, menyiapkan macam-macam kue, lontong, rendang dan berbagai makanan lainnya untuk disajikan dihari lebaran. Terlebih lagi mulai banyaknya toko-toko dan pusat perbelanjaan yang memberikan embel-embel diskon membuat masyarakat semakin tertarik untuk mengunjunginya, yang padahal harganya belum tentu berbeda dari hari-hari biasanya. Akan tetapi dengan kata-kata diskon membuat masyarakat semakin tergiur bahkan ada yang rela untuk meninggal kan ibadah di bulan yang mulia ini.
Seakan semua itu sudah menjadi syarat di bulan yang penuh berkah ini, aktivitas ini pun menjadikan Ramadhan, bulan yang seharusnya kita dapat memperbanyak dalam beribadah, menjadi waktu yang digunakan untuk berbelanja sebanyak-banyaknya sehingga terjadilah perilaku konsumtif tersebut. Tingginya tingkat konsumsi pada masyarakat ini tentunya harus diwaspadai, jangan sampai kepentingan duniawi dapat merusak suasana ibadah Ramadhan.
Ditinjau dari berbagai aspek, tindakan ini seharusnya dapat kita minimalisir dengan berbelanja seperlunya saya, karena jika perilaku konsumtif ini terus berlanjut dapat memberikan dampak yang buruk baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika terjadi terus-menerus perilaku konsumtif akan melahirkan kesenjangan sosial dan tercipta jurang pemisah antara masyarakat mampu dan masyarakat kurang mampu.
Sungguh menjadi sebuah ironi tersendiri, jika bulan yang begitu dinantikan tersebut harus ternodai dengan perilaku konsumtif kita. Kenyataan ini juga bertentangan dengan Syariah Islam yang mengajarkan kita untuk bersikap sederhana dan tidak berlebihan. Allah SWT melarang bersikap berlebih-lebihan dalam harta : “… dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al Isra : 26-27).
Jika dipahami seharusnya dengan menjalankan ibadah puasa mampu membuat kita semua mengandalikan diri untuk tidak bersikap konsumtif dan dapat menahan berbagai keinginan termasuk keinginan untuk berbelanja yang berlebihan. Kaarena dengan menjalankan ibadah puasa sebulan penuh kita dilatih untuk menahan hawa nafsu seperti untuk tidak makan dan minum serta melakukan hal-hal lain yang dapat membatalkan atau mengurangi nilai ibadah puasa.
Selain itu di bulan ini kita juga dilatih untuk dapat merasakan apa yang dirasakan oleh saudara-saudara kita yang kurang mampu. Artinya dengan berpuasa di bulan Ramadhan ini seharusnya kita dapat menghindari perilaku konsumtif dan lebih banyak menggunakan waktu kita untuk beribadah.
Sejatinya, bulan yang penuh berkah ini dapat kita jadikan sebagai bulan untuk mengasah kepekaan sosial kita. Ketiadaan rasa empati terhadap sesama yang kekurangan akan menjadikan kita sebagai manusia yang suka berlebih-lebihan dalam melakukan konsumsi. Melalui ibadah puasa ramadhan ini kita diingatkan kembali oleh Allah SWT bahwa kita merupakan makhluk sosial yang memiliki tanggung jawab untuk membangun dan menebar kepedulian pada sesama karena secara fitrah semua manusia itu sama.
Pada akhirnya, Ramadhan tidak harus menjerumuskan kita ke dalam perilaku konsumtif dan pemborosan sesaat yang tidak disukai oleh Allah. Karena kemenangan di akhir bulan Ramadhan sama sekali tidak dinilai dari seberapa banyak baju baru yang kita miliki dan sebanyak apa makananan yang kita suguhkan dihari lebaran tetapi, lebih dari itu di bulan ini seharusnya dapat membuat kita menjadi manusia yang lebih memiliki rasa sosial terhadap sesama dan beribadah lebih khusyuk dari bulan-bulan lainnya.
*Mahasiswa Psikologi Fakultas Kedokteran Unsyiah.
Sumber foto: Pos Kota