Nunggu Giliran, Selesai 60 Pantun
Irwan Prayitno menulis belasan ribu pantun sesuai dengan tema berbagai acara yang dihadiri dan siapa saja yang hadir. Seperti terlihat dalam festival terakhir, anak-anak muda Sumbar pun ikut tertular hobi sang gubernur.
Presiden pulang bawa kenangan
Kami ditinggal dapat harapan
Kalau boleh kami berangan-angan
Datanglah ke Padang setiap bulan
Kalau kebetulan berada dalam satu acara dengan Irwan Prayitno, siap-siap saja jadi “korban”. Entah dari sisi pakaian, sepatu, kacamata, gaya rambut, atau bahkan kebiasaan sehari-hari.
Semuanya itu bisa jadi bahan bagi gubernur Sumatera Barat (Sumbar) tersebut. Tapi, tak usah khawatir. Jadi korban urang Minang kelahiran Yogyakarta itu justru mengundang tawa.
Karena “senjata” yang dia pakai adalah pantun. Lihat saja yang terjadi pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam contoh pantun di atas. Dia sampai tergelak oleh pantun karya Irwan yang dibacakan dalam sebuah acara di Padang tahun lalu tersebut.
Apalagi ketika mendengar pantun berikutnya:
Presiden kita Pak Jokowi
Kerja sehari-hari sibuk sekali
Anak menantang panco pun diladani
Itulah contoh orang tua peduli
Irwan memang sangat produktif mencipta pantun. Gubernur yang tengah memimpin Sumbar di periode kedua itu bahkan tercatat sebagai pemegang rekor versi Museum Rekor Dunia-Indonesia (Muri).
Sebanyak 18.000 pantun karya profesor psikologi tersebut menjadikannya kepala daerah pencipta pantun terbanyak di dunia. “Menciptakan pantun sebegitu banyak kami anggap sebagai kreativitas luar biasa dari seorang kepala daerah di tengah kesibukan yang seabrek,” kata Manajer Muri Andre Purwandono ketika menyerahkan penghargaan di sela-sela final Festival Pantun Spontan ala Irwan Prayitno di Padang, 20 Agustus lalu.
Kepada Padang Ekspres, Irwan mengaku baru aktif menulis pantun pada pertengahan 2015. Saat masa jeda menunggu dilantik sebagai gubernur Sumbar periode kedua.
Sebelumnya, di periode pertama sebagai gubernur, suami Nevi Zuairina itu sama sekali tak berpantun. Kendati dalam banyak kesempatan, kolega sesama pejabat pemerintahan sering memancingnya. Tifatul Sembiring misalnya.
Kedekatannya dengan pantun dimulai saat, lewat berbagai grup di WhatsApp (WA), pria 53 tahun tersebut kerap membaca kiriman dari rekan-rekannya. Isinya, mulai gurauan sampai ledekan.
Karena di saat bersamaan waktunya banyak longgar, mantan anggota DPR itu pun membalas satu per satu pantun-pantun yang masuk. Semuanya otodidak.
“Nah, karena terbiasa, saya menjadi yang tercepat membalas pantun-pantun itu melalui WA,” terang gubernur yang akrab disapa IP tersebut di rumah dinasnya di Padang Kamis lalu (14/9).
Secara garis besar, pantun adalah puisi rakyat atau puisi lama Nusantara yang diberi nada atau rima. Semacam parikan di Jawa atau paparikan di Sunda. Terdiri atas dua bagian, sampiran dan isi. Pola di ujungnya AB-AB atau AA-AA.
Tapi, dalam berkarya, IP mengaku lebih mengedepankan spontanitas. Jadi, tak terlalu memikirkan tentang gaya. Bagi dia, yang terpenting memenuhi kaidah umum: empat baris dengan pola rima AB-AB atau AA-AA. Sedangkan bahasanya bercampur antara bahasa Minang dan bahasa Indonesia.
“Pada 12 Februari 2016 saya dilantik kembali menjadi gubernur Sumbar (untuk periode kedua). Nah, sehari kemudian, ketika sertijab dengan Pj (penjabat) gubernur, saya mulai berpantun,” terangnya.
Sejak itu produktivitas penyuka badminton tersebut terus mengalir. Di berbagai acara, misalnya saat melantik bupati/wali kota, dia selalu menyelipkan pantun di sela sambutan.
Begitu pula ketika berkomunikasi dengan anak buahnya di Pemprov Sumbar melalui grup WA. Dia tak berpantun dengan mereka hanya ketika bertatap muka langsung. “Kalau tidak ingin saya berpantun, tidak usah undang saya menghadiri kegiatan,” kelakar Irwan.
Tak heran kalau kemudian penghobi motor trail itu bisa sampai membukukan karya-karyanya sebanyak enam jilid. Dan, semuanya telah pula mendapat sertifikat hak cipta dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM). Diserahkan langsung oleh Kepala Kanwil Kemenkum HAM Sumbar Dwi Prasetyo Santoso.
Ketika merangkai bait-bait pantun, IP selalu menyesuaikan dengan tema kegiatan yang akan dihadiri. Dimulai selepas salat Subuh, setelah ajudan memberikan daftar agenda yang akan disambanginya hari itu.
Lantas, sambil menuju lokasi, IP memastikan siapa-siapa saja yang menghadiri acara. Sesampai di lokasi, untuk membuat pantun spontan penghormatan, Irwan terlebih dahulu memperhatikan hal yang paling menarik dari seluruh undangan.
Misalnya, banyak yang berkacamata, memakai baju batik, atau baju merah, IP pasti akan mengulasnya dalam bait pantun penghormatan.
“Jadi, itu memang betul-betul spontan. Kalau sampai lama saya menunggu untuk memberikan sambutan, bisa sampai 60 pantun selesai,” katanya.
Penghormatan hanyalah satu di antara beberapa tahapan dalam pola pantun IP. Pertama-tama hanya untuk sambutan terima kasih, lalu selamat datang, dan lama-kelamaan masuk ke isi atau konten sehingga jadinya lengkap. “Sekarang pantun saya itu ada lima urutan. Mulai pembukaan, penghormatan, pengantar, isi, hingga penutup,” katanya.
Respons pun berdatangan atas produktivitas Irwan berpantun. Ada yang mengkritik pola pantunnya salah. Tidak sesuai dengan tradisi pantun di Minangkabau.
Tapi, Irwan mengaku tak menghiraukan kritikan seperti itu. Bagi dia, yang terpenting adalah kreativitas yang terus terasah dengan berpantun.
Selain itu, menurut dia, seni selalu mengalami kemajuan sesuai kreasi. Kecuali pantun adat yang jelas-jelas ada aturannya sehingga tidak boleh sembarangan diganti dengan pola lain. “Pantun saya kan untuk motivasi, komedi, dan pesan kepada orang lain,” kata Irwan.
Akhirnya, sebagai jalan tengah, Irwan pun menamai karya-karyanya Pantun Spontan ala Irwan Prayitno. Jadi, lanjut dia, kalau ada yang bilang pantunnya tidak sesuai standar Minang, dia bisa gampang menjawab. “Kan itu (pantun) ala IP,” terangnya, lantas terbahak.
Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar Taufik Effendi yang mendampingi gubernur ketika wawancara juga mengatakan, pola pantun IP melatih otak berpikir cepat dan kreatif. Tanpa merusak tatanan kelaziman pantun.
“Pantun itu kan ada nasihat, jenaka, remaja, bersajak berima, bersajak AB-AB, AA-BB, dan ada juga yang bilang pantun punya mazhab. Padahal, inti pantun adalah kreativitas,” kata Taufik.
Apalagi, lanjut Taufik, dampak dari kegemaran sang gubernur berpantun, anak-anak muda Sumbar jadi ketularan. Itu terlihat dalam penyelenggaraan Festival Pantun Spontan ala Irwan Prayitno bulan lalu.
Antusiasme siswa SMA sederajat di Sumbar sangat di luar dugaan. Jumlah pesertanya pun mencapai 871 orang. Dengan total kiriman 9.000 pantun. “Ini kan suatu yang baik terhadap kreasi generasi,” katanya.
Bukan hanya itu, Pemprov Sumbar yang diwakili dinas kebudayaan juga tengah berjuang menjadikan pantun sebagai warisan dunia. Mereka telah mengusulkannya kepada Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk diteruskan kepada UNESCO (badan PBB yang mengurusi pendidikan, sains, dan kebudayaan). “Kementerian sudah mendukung. Mudah-mudahan terwujud,” kata Taufik. (*)
LOGIN untuk mengomentari.