JAKARTA – Jumlah dokter spesialis paru masih minim. Padahal, dokter spesialis paru itu sangat diperlukan dalam menghadapi pandemi virus korona atau Covid-19. Dokter paru yang ada di negara kita saat ini jumlahnya kurang dari 2.000 orang. Artinya, satu orang dokter paru harus melayani lebih dari 130.000 warga negara kita.
“Dengan jumlah dokter yang terbatas ini, penanganan virus korona tidak bisa hanya mengandalkan sektor kesehatan,” kata Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, di Kantor Gugus Tugas Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, Rabu (10/6).
Gugus Tugas berupaya mengedepankan sektor pencegahan sehingga jumlah masyarakat yang terpapar virus bisa ditekan sekecil mungkin. Namun, dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak aman, menggunakan masker, sering mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga kebugaran tubuh.
“Kalau kita mampu mengubah perilaku masyarakat maka upaya pencegahan adalah langkah yang terbaik,” sambung Doni.
Doni memastikan tahapan untuk menuju new normal atau kenormalan baru akan dilakukan secara hati-hati. Dengan kehati-hatian, maka fase new normal ini diharapkan bisa menjadi jalan keluar agar masyarakat bisa tetap produktif, tetapi tetap aman dari Covid-19.
“Jadi, kami mencoba untuk merangkum, merumuskan sebuah program sehingga paralel agar tidak terpapar Covid-19, tetapi juga tidak terpapar PHK,” ujar Doni.
Turun-Naik
Sementara itu, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengakui jumlah pemeriksaan spesimen virus korona (Covid-19) per hari masih naik-turun. Menurut Wiku, fluktuasi tersebut lantaran adanya masalah adminitrasi di tingkat kementerian/lembaga. Sebanyak 147 laboratorium yang digunakan dalam melakukan uji spesimen korona ini berada di bawah kementerian/ lembaga yang berbeda-beda.
“Ini adalah disrupsi sistem administrasi kelembagaan kita yang perlu ditingkatkan ke depan dalam rangka deteksi penyakit berbahaya,” kata Wiku.
Kendati demikian, Wiku menegaskan pemerintah terus melakukan perbaikan atas pemeriksaan spesimen korona. Saat ini, laporan pemeriksaan spesimen korona sudah diintegrasikan, sehingga pemerintah bisa melihat datanya secara real time. Jumlah uji spesimen juga terus ditingkatkan dari waktu ke waktu meski masih di bawah target dari Presiden Jokowi.
“Dulunya tes kurang dari 1.000, sekarang sudah bisa 14.000 per hari, meski naik turun,” kata Wiku.
Wiku menambahkan, rumah sakit yang menjadi rujukan penanganan pasien Covid-19 juga semakin meningkat jumlahnya. Laporan dari rumah sakit terkait penanganan korona juga terus bertambah. Saat ini ada 1.647 dari 2.902 rumah sakit yang melaporkan datanya secara real time. Data tersebut terhubung dengan laboratorium dan sistem pengawasan.
“Sehingga memudahkan kita membangun sistem navigasi untuk hadapi Covid-19 ini,” kata Wiku.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memberi target pada jajarannya untuk melakukan tes korona minimal 20.000 per hari. Jumlah tes yang masif diperlukan agar pemerintah mengetahui jumlah riil penderita Covid-19 di Indonesia sehingga dapat mengambil kebijakan yang tepat. n jon/Ant/P-4