in

Gunakan Rp405 Triliun untuk Memutus Mata Rantai Covid-19

 

JAKARTA – Keputusan pemerintah menambah anggaran belanja sebesar 405,02 triliun rupiah untuk membantu rakyat dalam situasi pandemi Covid-19 mesti segera terealisasi. Sebab, ang­garan itu bukan sekadar untuk belanja kesehatan, perlindungan sosial, insentif, perpajakan, dan pemulihan ekonomi saja, tapi untuk memutus mata rantai terjadinya pertumbuhan kasus Covid-19 secara eksponensial.

Pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Y Sri Susilo, me­ngatakan sekarang ini yang mesti men­jadi prioritas adalah menangani wabah penyakit menular virus korona baru atau Covid-19. “Karena penanganan­nya adalah pembatasan sosial berskala besar maka rakyat yang terkena pemba­tasan mesti mendapatkan perhatian. Ar­tinya, rakyat tidak bisa mencari nafkah sehingga mesti dijamin pendapatnya,” katanya saat dihubungi, Jumat (3/4).

Diketahui, perkembangan wabah Co­vid-19 kian merajalela. Hingga 3 April 2020 telah menjalar ke 206 negara dan wilayah di seluruh dunia dengan jum­lah orang yang positif terkena Covid-19 sebanyak 1.044.433 orang dan telah me­renggut nyawa sebanyak 55.314 orang.

Menurut Direktur Jenderal Badan Ke­sehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, tingkat kematian yang di­sebabkan oleh pandemi virus korona baru sudah sangat memprihatinkan. Se­bab, selama lima minggu terakhir terjadi pertumbuhan kasus baru yang ekspo­nensial di setiap negara di dunia.

“Jumlah kasus meningkat lebih dari dua kali lipat dalam sepekan terakhir. Dalam beberapa hari ke depan, kita akan mencapai satu juta kasus yang se­karang sudah terkonfirmasi lebih dari 50.000 kasus kematian,” katanya.

Sebelumnya, Tiongkok merupakan ne­gara dengan kasus terjangkit paling tinggi di dunia. Namun, kini posisi tersebut di­tempati Amerika Serikat dengan 247.142 kasus terjangkit, 6.155 kasus kematian, dan 10.411 kasus berhasil sembuh. Po­sisi selanjutnya ditempati oleh Spanyol dengan kasus terjangkit 117.710 kasus, 10.935 kasus kematian, dan sembuh 30.513 kasus. Kemudian Italia dengan ke­matian paling banyak secara global, yakni 13.915 kasus kematian, 115.242 kasus ter­infeksi, dan 18.278 kasus sembuh.

Sedangkan di wilayah Asean, Indone­sia menempati posisi pertama dengan jumlah kematian paling banyak, yakni 181 kasus kematian, 1.986 kasus terinfek­si Covid-19, dan 134 kasus sembuh. Pa­dahal, sembilan hari lalu (25/3), jumlah kasus kematian baru 58 kasus, terinfeksi 790 kasus, dan yang sembuh 31 kasus.

Susilo mengatakan terjadi pertum­buhan kasus virus korona baru yang eksponensial mesti dicegah. “Itulah ba­hayanya Covid-19, pada titik terakhir menggila. Jadi, perlu disadari bahwa pemutusan mata rantai penting untuk menghentikan eksponensial,” tegasnya.

Utang Mesti Produktif

Sementara itu, terkait rencana Bank In­donesia (BI) mempertahakan nilai tukar rupiah pada level 15.000 rupiah per dollar AS hingga akhir tahun ini, Susilo menga­takan strategi ini untuk mengimbangi ke­bijakan pemerintah menambah belanja negara sebesar 405,02 triliun rupiah.

“Kurs rupiah 15 ribu per dollar AS itu untuk utang. Jadi, kalau utang naik tidak masalah jika efektif dan produktif. Yang bahaya itu melemahkan rupiah untuk impor, termasuk pangan,” ujarnya.

Susilo menegaskan BI mesti tetap pada fungsinya menjaga stabilitas nilai tukar agar tidak membuat pasar menjadi panik. “BI harus konsisten dengan kebijakan tri­ple intervention di pasar uang. Untuk itu, BI mesti selalu berada di pasar dan tidak terbawa oleh kepentingan lain,” ujarnya.

Sebelumnya, Gubernur BI, Perry Warjiyo, meyakini nilai tukar rupiah akan kembali ke jalurnya. Sebab, guna menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental dan me­kanisme pasar, BI terus memperkuat intensitas triple intervention baik di pa­sar spot, Domestic Non Deliverable For­ward (DNDF), dan pembelian Surat Ber­harga Negara (SBN) dari pasar sekunder.

Sedangkan pemerintah akan mener­bitkan surat utang khusus untuk mem­biayai penanganan pandemi virus ko­rona baru atau Covid-19 atau Pandemic Bond sebelumnya disebut Recovery Bond (R-Bond). Ini dilakukan sebagai langkah untuk meningkatkan likuiditas keuangan di tengah merebaknya wabah Covid-19. BI bahkan diperbolehkan membeli Pan­demic Bond tersebut. n YK/uyo/AR-2

What do you think?

Written by Julliana Elora

Dinas Perdagangan T. Tinggi Bebaskan Retribusi Pasar Selama 2 Bulan

Cara Mudah Mendapat Token Gratis PLN Selama Masa Darurat Corona