JAKARTA– Indonesia tidak hanya menghadapi ancaman kelangkaan dosen, tetapi juga tenaga guru pengajar di tingkat dasar dan menengah. Hingga tahun 2019 mendatang ada 500.00 guru yang akan pensiun, sementara rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) belum juga dibuka.
Guru-guru yang mau pensiun ini terutama para pengajar di tingkat SD. Mereka rata-rata diangkat pada 1970-an,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rasyidi di Jakarta kemarin. Dia mengungkapkan saat ini guru dengan status PNS di sekolah-sekolah dasar rata-rata hanya berjumlah tiga orang.
Padahal idealnya ada sembilan guru dengan status PNS. Posisi guru PNS ini lantas diisi guru honorer. Oleh karena itu, kata dia, jika pemerintah pusat belum bisa membuka rekrutmen CPNS, beri kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengangkat dan menggaji para guru honorer ini dengan dana APBD. ”Itu guru-guru honorer di daerah terpencil harus diprioritaskan karena mereka yang menggantikan tanggung jawab mengajar para guru PNS,” katanya.
Unifah berharap, pemerintah membuka rekrutmen CPNS guru sesuai dengan kemampuan pemerintah. Namun dia menekankan, pengangkatan guru PNS harus diberikan kepada guru honorer kategori 2 (K2) yang telah memenuhi syarat. Selain itu dia meminta pemerintah membuat desain perencanaan kebutuhan guru yang dipetakan dengan mata pelajaran.
Pengamat pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Said Hamid Hasan berpendapat pemerintah harus segera mengambil langkah strategis untuk mencegah kelangkaan guru. Menurutnya dalam kurun waktu 5 hingga 10 tahun mendatang ada lebih dari 750.000 guru yang akan pensiun. Di sisi lain moratorium rekrutmen CPNS hingga saat ini belum juga dibuka.
”Bagaimana menggantinya jika terjadi moratorium pengangkatan guru? Pemerintah pun harus segera mengambil langkah strategis untuk menghadapi ancaman kepensiunan guru ini,” katanya ketika dihubungi KORAN SINDO kemarin. Said menjelaskan, masalah lain adalah bagaimana mengisi kekurangan guru ini, sementara standar pendidikan guru pun belum ada.
Selain itu Program Pendidikan Guru (PPG) pun belum dibuka. Satu hal yang perlu diingat, menurutnya, seorang guru pensiun hanya bisa diganti seorang guru pemula dalam arti jumlah, tapi tidak dalam arti kualitas. Menurut dia, guru yang pensiun penuh dengan pengalaman dan memiliki kualitas yang tidak dipunyai guru pemula.
Oleh karena itu, menurutnya, strategi penggantian guru harus menghitung jumlah dan kualitas. Artinya guru yang akan pensiun (guru utama) perlu didampingi guru pemuda untuk beberapa saat sehingga pengalaman guru utama tadi dapat ditularkan. ”Dengan cara itu guru pemula menyadap pengalaman profesional langsung dari guru utama. Pelapisan ini berlangsung dua tahun dan ketika guru utama tadi pensiun, guru pemula pun sudah lebih siap,” paparnya.
Mantan anggota Tim Penyusun Kurikulum 2013 ini menuturkan, sehubungandenganitu pemerintah harus menyiapkan guru untuk 10 juta peserta didik yang belum mendapat akses ke sekolah. Sekarang perhatian Mendikbud yang utama adalah pada dua hal, upaya mengganti guru pensiun dan guru untuk 10 juta anak yang terabaikan hak konstitusionalnya.
Sementara itu anggota Komisi X DPR Abdul Fikri berpendapat, tiap tahun 75.000 guru juga pensiun sehingga jika ditambahdenganancaman10.000 dosen yang akan pensiun dalam empat tahun ini, hal tersebut akan sangat mengkhawatirkan bagi nasib dunia pendidikan. ”Sebab tenaga pendidik itu adalah unsur utama dalam pendidikan. Sama halnya dengan peserta didik.
Guru yang mau pensiun ini harus mendapat perhatian pemerintah,” urainya. Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu menuturkan, maju mundurnya pendidikan di Tanah Air sangat bergantung kepada tenaga pendidik. Menurut dia, kalau sekarang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih di atas angka 100 atau di bawah peringkat Vietnam, ini artinya kita belum bebas dari cap sebagai negara tertinggal.
Fikri pun menyarankan agar lintas kementerian segera berkoordinasi untuk segera membuka keran rekrutmen CPNS tenaga pendidik dan bukan untuk formasi PNS lain. Fikri mengaku sangat khawatir Indonesia mendapatkan ancaman kekurangan guru. Sebab jika tidak dicari solusinya secara cepat dan bijaksana, persoalan ini akan mengurangi daya saing anak bangsa dalam menghadapi era globalisasi.
Sebab, lanjut dia, rekrutmen tenaga pendidik baru yang berkualitas lebih lambat bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan anak Indonesia yang masuk usia sekolah. Pengamat pendidikan dari Eduspec Indra Charismiadji berpendapat, kebijakan tentang penempatan guru yang juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah harus dilakukan dengan lebih serius dan profesional, kebijakan harus berpihak pada kepentingan bangsa bukan golongan.
Contoh, guru banyak yang tidak mampu memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran karena usianya sudah mendekati pensiun, sebaiknya ambil kebijakan untuk memindahkan mereka ke pekerjaan lain seperti tenaga kependidikan.
source : http://www.koran-sindo.com