Kurikulum Merdeka yang diimplementasikan pada 2022 di beberapa satuan pendidikan di Kabupaten Limapuluh Kota merupakan bagian dari Kebijakan Merdeka Belajar yang dikeluarkan pada bulan Desember 2019 lalu.
Kurikulum Merdeka Belajar merupakan pengembangan dari kurikulum darurat yang diterapkan dalam menghadapi pandemi Covid-19 oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim.
Perubahan adalah suatu keniscayaan termasuk dalam hal perubahan kurikulum. Mau tidak mau, siap tidak siap, kita harus menghadapi perubahan kurikulum agar pendidikan di Indonesia bisa mengimbangi perkembangan zaman, terutama dalam hal teknologi.
Kurikulum memang harus berubah karena situasi yang terus berkembang dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Kurikulum Merdeka Belajar menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) adalah suatu kurikulum pembelajaran yang mengacu pada pendekatan bakat dan minat di mana para pelajar (baik siswa maupun mahasiswa) dapat memilih pelajaran apa saja yang ingin dipelajari sesuai dengan bakat dan minatnya.
Kurikulum Merdeka dinyatakan menguntungkan karena menitikberatkan pada materi esensial, memberikan kebebasan kepada siswa, kepala sekolah dan guru dalam memilih pembelajaran yang sesuai, serta memberikan keleluasaan untuk memilih sesuai dengan minatnya.
Memberikan berbagai pilihan kepada sekolah, guru, dan siswa di satu sisi berarti adalah kemudahan. Meski di sisi lain bisa berarti kesulitan. Ini akan mudah jika kepala sekolah dan guru cukup siap, mampu secara finansial dan kapabilitas yang memadai. Kreativitas dan inovasi menjadi kata kunci bagi sekolah untuk menerapkan kurikulum mandiri.
Ketika kepala sekolah dan guru memahami filosofi dan prinsip dasar pembelajaran, mereka pada dasarnya siap untuk menerapkan kurikulum Merdeka. Guru tidak lagi harus mengambil tugas administratif yang berlebihan dan terkadang tidak perlu.
Tidak ada lagi format standar dan ketat untuk digunakan. Guru bebas mendesain pembelajaran, hanya dengan satu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disederhanakan dengan berbagai cara.
Namun, berbagai tuntutan kreativitas dan inovasi dapat menjadi sulit dan memberatkan jika kapasitas dan kapabilitas guru serta kepala sekolah tidak memadai. Guru yang diinstruksikan oleh Dinas Pendidikan atau pengawas dengan format standar tentunya akan mengalami kesulitan.
Rendahnya kualitas guru telah menjadi bahan penelitian baik oleh lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Kualitas guru dan kepala sekolah di Indonesia merupakan isu dilematis yang selama ini menjadi perbincangan.
Kurikulum Merdeka yang sekarang diterapkan dinilai lebih baik dari kurikulum 2013. Setidaknya secara teoriritis dan perlu diperdebatkan. Kurikulum yang dirancang untuk memberikan kemerdekaan dan fleksibilitas dalam pembelajaran di sekolah bagi kepala sekolah dan guru dianggap sebagai solusi yang solid untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Ada keharusan untuk memastikan bahwa guru dan kepala sekolah memiliki kompetensi dan keterampilan minimum sebelum mereka dapat diberikan ruang mandiri. Karena kualitas guru dan kepala sekolah berkorelasi kuat dengan kualitas siswa, kita dapat dengan cepat menyimpulkan bahwa kepala sekolah dan guru kita tidak cukup berkualitas untuk menerapkan kurikulum Mandiri.
Pola pikir pendidik itu harus selalu siap belajar dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran yang mana berpusat pada peserta didik itu sendiri.Tenaga pendidik memikul tanggung jawab yang besar dalam melayani peserta didik.
Dengan mengikuti berbagai pelatihan dan workshop implementasi kurikulum Merdeka baik secara daring atau luring dengan serius, kita yakin akan bisa menerapkan kurikulum ini dengan baik. Berkolaborasi dan berdiskusi dengan guru-guru hebat selama pelatihan bisa menguatkan pemahaman guru di setiap satuan pendidikan khususnya Sekolah Menengah kejuruan(SMK).
Pada dasarnya, esensi keberhasilan kurikulum bukan pada “ganti menteri ganti kurikulum”, tetapi pada pelaksanaan kurikulum sesuai hati nurani, pikiran dan rasa ikhlas,membuka diri pada setiap perubahan.
Hal ini ditandai dengan praktek terbaik pembelajaran dan penilaian yang lebih efektif dan bermakna serta tertanam dalam jiwa peserta didik melalui pembelajaran intra dan program P5 (Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila).
Bila kurikulum ini terlaksana dengan baik, diharapkan akan tercipta generasi yang mempunyai karakter yang baik, fleksibel, cerdas, toleran, mencintai budaya dan dapat bersaing dengan kritis dan sehat di dunia global. (***)