BANDA ACEH – Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi atau PN Tipikor Banda Aceh tak dapat menerima atau tak mengabulkan gugatan praperadilan empat tersangka kasus korupsi bebek petelur. Gugatan praperadilan itu diajukan terhadap Polda Aceh karena dinilai penetapan mereka sebagai tersangka tak sesuai prosedur.
Sebaliknya, hakim menilai pemohon praperadilan tak bisa membuktikan di persidangan penetapan mereka sebagai tersangka korupsi bebek petelur tak sesuai prosedur. Putusan sidang praperadilan di PN Tipikor Banda Aceh dibacakan dalam sidang dipimpin Safri SH MH, Jumat (29/10/2021).
Dalam sidang itu, pemohon dihadiri kuasa hukum mereka. Sedangkan termohon, yakni Polda dihadiri Tim gabungan Bidkum dan Tipikor Polda Aceh. Terkait putusan sidang ini juga dibenarkan Humas PN/Tipikor Banda Aceh, Sadri SH MH yang dikonfirmasi, Jumat (29/10/2021). Menurutnya, permohonan praperadilan itu tak bisa diterima karena pemohon tak bisa membuktikan alasan-alasan di persidangan.
Sebaliknya, termohon, yaitu Polda Aceh bisa bisa membuktikan alasan- alasan penetapan tersangka korupsi pengadaan bebek petelur Rp 4,2 miliar di Dinas Pertanian Aceh Tenggara sesuai prosedur. Seperti diberitakan sebelumnya, empat tersangka korupsi pengadaan bebek petelur di Dinas Pertanian Aceh Tenggara atau Agara tahun 2019 mengajukan praperadilan ke PN Tipikor Banda Aceh atas kasus ini.
Pemohon menilai penetapan mereka sebagai tersangka perkara ini tak sesuai prosedur. Adapun tersangka perkara korupsi bebek petelur yang mengajukan permohonan praperadilan itu, yakni Yuda Pratama, Khasiman, H Asbi SE, Marhalim SP. Sedangkan kuasa hukum mereka Catur Ramadani SHI MH, Suherman Nasution SH MH, dan Irham Parlin Lubis SH MH.
Untuk diketahui, dalam menghadapi praperadilan atas perkara tindak pidana korupsi pengadaan bebek petelur pada Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara tahun anggaran 2019, BPKP Aceh menghadirkan tenaga ahli untuk memberikan keterangan di bidang audit dan keuangan di Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh.
Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, Indra Khaira Jaya, dalam rilis yang diterima ProHaba, Sabtu (30/10/2021) mengatakan, upaya itu guna memenuhi permohonan bantuan tenaga ahli dari Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Aceh yang sedang menghadapi praperadilan atas penetapan tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi (TPK) pengadaan bebek/itik pada Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara tahun anggaran 2019.
“BPKP hadir memenuhi komitmen untuk selalu membantu instansi penyidik termasuk Polda Aceh dalam menghadapi praperadilan tersebut sebagai bagian ikhtiar penegakan hukum yang berkeadilan serta sebagai perwujudan tanggung jawab BPKP Aceh yang sudah melakukan Audit Investigasi dan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas kasus pengadaan bebek/ itik tersebut,” jelasnya.
Dalam persidangan tersebut, tenaga Ahli BPKP Aceh telah berupaya meyakinkan di bawah sumpah, bahwa audit investigasi dan PKKN dilakukan Perwakilan BPKP Aceh telah sesuai dengan prosedur, standar yang ditetapkan dan kewenangan yang dimiliki sebagai mana diatur dalam peraturan presiden nomor 192 tahun 2014 tentang BPKP.
Ditambahkan, kasus tersebut telah memenuhi syarat adanya penyimpangan yang menimbulkan kerugian negara, dapat diperkirakan, belum ada auditor lain yang sedang menangani perkara tersebut, serta didukung dengan bukti yang cukup, relevan dan kompeten untuk menyimpulkan atas adanya kerugian keuangan negara.
“Alhamdulillah, hakim Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh yang pendapatnya dibacakan Hakim Safri SH MH tidak dapat menerima atau mengabaikan gugatan praperadilan empat tersangka kasus korupsi bebek petelur, karena permohonan praperadilan dari pemohon (tersangka) tidak bisa membuktikan di persidangan penetapan sebagai tersangka korupsi pengadaan bebek/itik petelur tidak sesuai prosedur,” ujar Indra Khaira Jaya.(as)