Sebuah tragedi kembali terjadi di dunia pendidikan. Seorang guru kembali menjadi korban kekerasan dari siswanya sendiri, bahkan hingga menyebabkan guru tersebut kehilangan nyawa. Korban kekerasan tersebut adalah guru kesenian SMA Negeri I Torjun, Sampang, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Ahmad Budi Cahyono.
Ahmad meninggal dunia setelah dipukul oleh salah seorang anak didiknya berinisial MHI. Penganiayaan terhadap guru ini bukan yang pertama terjadi.
Tidak hanya pernah dilakukan oleh siswanya namun juga pernah dilakukan oleh orang tua siswa, bahkan ada yang dilakukan oleh siswa dengan orang tuanya secara bersama-sama, seperti menimpa pak Dasrul, seorang guru di Sulawesi Selatan.
Apa sesunggguhnya yang terjadi di dunia pendidikan saat ini sehingga seorang siswa berani melakukan tindak kekerasan terhadap gurunya sendiri? Bagaimana penerapan pendidikan katakter, pengawasan, dan sanksi terhadap kasus tersebut? Berikut wawancara Koran Jakarta dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy:
Sikap Bapak terkait kekerasan seorang siswa terha_dap guru di Sampang?
Saya pasti sangat prihatin, terkejut dan ikut terpukul atas kejadian tersebut.
Sanksi apa yang akan dijatuhkam kepada siswa pelaku kekerasan ini?
Dari segi hukum, sepenuhnya menjadi wewenang aparat penegak hukum dan pengadilan. Sedang dari segi pendidikan, bagaimanapun pendekatan edukatif tetap harus dilakukan. Memang dia harus menanggung akibat perbuatannya, tetapi juga harus ada ikhtiar agar dia tidak kehilangan masa depannya.
Bagaimana sebenarnya pengawasan tindak kekerasan di sekolah selama ini?
Sebetulnya, secara kelembagaan sudah ada peta sekokah yang berada di daerah rawan perkelahian, rawan peredaran obat terlarang, rawan vandalisme dan lainnya. Tetapi kasus di Sampang ini sifatnya sangat individual.
Bukankah di sekolah sudah ada Bimbingan Konseling, perannya seperti apa selama ini?
Dalam berbagai kesempatan saya ingatkan, kalau ada kejadian negatif yang luar biasa seperti itu, agar sekolah bertul-betul memfungsikan keberadaan Bimbingan Konseling Sekolah.
Setiap sekolah harus memiliki data yang akurat dan analisis yang cermat terhadap sifat dan perilaku masing-masing siswa. Kemudian memberi perhatian dan penanganan khusus terhadap siswa yang memiliki sifat-sifat dan kecenderungan berperilaku menyimpang, yang umumnya tidak banyak.
Kejadian ini ironi dengan Program Penguatan Pendidikan Karakter yang tengah Anda gencarkan, tanggapan Anda?
Saya tidak melihat peristiwa itu sebagai fenomena umum. Bersifat kasuistik, terutama dari segi pelaku kalau berdasar catatan hasil konseling bersangkutan.
Tetapi memang harus diakui di beberapa sekolah implementasi program penguatan karakter belum berlangsung baik. Saya juga belum cek apa sekolah tersebut sudah melaksanakan PPK apa belum. Besok Dirjen Dikdasmen saya minta cek lapangan. citra larasati/P-4