JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hendaknya fokus mengatasi masalah kekurangan guru. Sebab, 52 persen guru yang ada saat ini berstatus non-PNS.
Ketua Ikatan Guru Indonesia, Muhammad Ramli Rahim, mengatakan guru adalah prasyarat pendidikan, dan tanpa guru yang berkualitas, program pendidikan tidak akan berjalan dengan baik sekalipun didukung berbagai sarana prasarana dan kurikulum yang baik.
Program pendidikan, lanjut dia, tidak akan berjalan dengan baik kalau ruang-ruang kelas diisi oleh guru-guru tanpa kompetensi memadai yang direkrut melalui prosedur yang tidak jelas.
“Untuk itu, kami meminta Kemendikbud mengubah pola pikir tersebut dan lebih fokus pada upaya mencukupkan guru kita di seluruh Indonesia,” kata dia, di Jakarta, Senin (16/12).
Dia menyebutkan tak layak berharap masa depan pendidikan digantungkan pada orang-orang yang dibayar dengan upah yang sangat murah lalu dituntut bekerja keras, memiliki dedikasi yang tinggi, memiliki loyalitas yang besar, dan memiliki jiwa pendidik yang kuat, tetapi tidak disejahterakan oleh negara.
Selain masalah kekurangan guru, kata Ramli, Kemendikbud juga fokus memenuhi kebutuhan guru berkualitas di seluruh Indonesia. “Juga lebih baik mencukupkan guru-guru pada sekolah-sekolah yang saat ini sudah ada, dibanding berpikir membangun sekolah-sekolah baru dan mengganti UN,” kata Ramli.
Kendati demikian, Ramli mendukung kebijakan penggantian bahkan penghapusan UN secepatnya. “Pemerintah seharusnya menggunakan anggaran yang selama ini buat UN dialihkan untuk pengangkatan guru,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua IV Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Irman Yasin Limpo, berpendapat perlu adanya standardisasi evaluasi pendidikan yang tidak membebani siswa maupun guru.
“PGRI bukan setuju tidak setuju soal UN. Tapi, kalau sampai membebani siswa maupun guru, ini sudah menjadi bagian dari kekerasan nonfisik,” ungkapnya.
Dia menilai UN justru membuat guru tidak bisa mengembangkan proses pembelajaran untuk murid maupun kompetensinya sendiri. Padahal, Kurikulum Tiga Belas (Kurtilas) yang selama ini digunakan, pengimplementasiannya harus berdasarkan evaluasi harian.
Perlu Peta Jalan
Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Putra Nababan mengatakan, untuk memastikan bahwa rencana itu (penggantian UN) akan tetap berjalan, diperlukan peta jalan yang komprehensif agar penggantian tersebut bisa berjalan.
“Apa yang disampaikan oleh saudara Menteri Pendidikan dam Kebudayaan itu baru berupa pernyataan. Karena itu, kita minta saudara menteri menyediakan kajian yang sudah dilakukan terhadap (rencana) penghapusan UN,” ujar politisi dari PDIP Perjuangan itu.
Putra menambahkan, tidak hanya berhenti sampai kajian, agar rencana itu tetap berjalan maka diperlukan cetak biru komprehensif terkait rencana tersebut.
“Cetak biru itu diperlukan terkait beberapa hal di antaranya kurikulum pendidikan yang akan diberlakukan dan peningkatan kemampuan guru,” pungkasnya. ruf/E-3