Oleh : Muhammad Bobby SH
Wacana presiden 3 periode hingga kini masih menjadi buah bibir di masyarakat. Alumni
FSH UIN Raden Fatah Palembang, Muhammad Bobby, S.H menyebut ada dua hal yang
perlu digaris bawahi terkait wacana tersebut.
Pertama, Unsur Historis perjalanan Bangsa Indonesia pernah merasakan traumatik saat
UUD 1945 asli. Di Pasal 7 tidak diatur secara jelas mengenai masa jabatan “Dalam
praktiknya, ketidakjelasan pengaturan masa jabatan tersebut telah mengantarkan bangsa
Indonesia bukan menjadi negara demokrasi melainkan mengalami periode
Otoritarianisme yang ditandai masa jabatan presiden tidak terbatas”
“ Untungnya kemudian gerakan reformasi 1998 berhasil menumbangkan pemerintahan
otoriter tersebut,”.
Dengan adanya spirit reformasi 1998, Hasil Ketetapan MPR Nomor XIII/MPR/1998
tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang
kemudian pembatasan masa jabatan tersebut lebih diperkuat di perubahan pertama UUD
1945, yaitu di Pasal 7 Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun
dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali
masa jabatan.
Artinya dengan adanya wacana untuk perpanjang masa jabatan Presiden 3 periode ini
dinilai ada pihak yang mau memutarbalikkan agenda reformasi dan fakta sejarah negara
Indonesia.
Dan yang Kedua, Landasan sosiologis,landasan ini merupakan pertimbangan atau alasan
yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek.
Apa landasan yang mengharuskan Presiden di perpanjang 3 Periode?
Seharusnya “Ada alasan terbuka ke publik yang menjelaskan mengapa periode waktu
jabatan presiden perlu diperpanjang. Apabila disebutkan alasannya agar kinerja bisa lebih
maksimal, tentunya bukan sebuah alasan yang kongkrit dan bukan alasan yang tepat,
tentunya alasan tersebut dapat kita kritisi.
Seharusnya Jabatan 2 Periode tersebutlah yang di gunakan untuk meningkatkan kinerja yang sudah di bangun pada periode pertama “
Data Hasil survei Parameter Politik Indonesia menunjukkan, mayoritas responden
menolak perubahan masa jabatan presiden menjadi maksimal tiga periode.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, 52,7 persen responden menyatakan tidak setuju saat ditanya apakah mereka setuju atau tidak setuju jika jabatan presiden diubah dan diperpanjang jadi tiga periode. “Rata-rata tidak setuju, 52,7 persen tidak setuju, yang setuju 27,8 persen, selebihnya tidak menjawab. Artinya, masyarakat tidak setuju jika jabatan Presiden diubah menjadi tiga periode,”.
Jadi wacana ini kita hubungkan dengan landasan sosiologis artinya masyarakat menolak
perubuhan, dikarenakan tidak ada alasan yang menjelaskan bahwa masyarakat
membutuhkan penambahan jangka waktu menjabat presiden menjadi 3 periode, dan juga
jabatan Presiden menjadi tiga periode, sudah bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 7.
Dengan memperhatikan Asas Kerakyatan, Asas kerakyatan ini mempunyai makna
bahwa proses demokrasi dilakukan oleh rakyat dan untuk rakyat.
Jadi, demokrasi dilakukan semata-mata untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk kepentingan golongan atau kelompok tertentu. Dengan adanya isu wacana presiden 3
periode dinilai sudah bertentangan dengan asas kerakyatan, dinilai hanya mementingkan
kelompok tertentu dan tanpa dasar yang jelas, dan dapat menciptakan penolakan-penolak
dari berbagai pihak.
Akan Tetapi wacana ini bisa saja benar benar terjadi, terkait kemungkinan disahkannya
wacana tersebut, jika melihat pada situasi partai politik saat ini dominan mendukung
pemerintah, maka peluang dilakukannya amandemen tersebut sangat besar. Oleh karena
itu, harus ada waspada publik yang kritik, diskusi, antitesis, dan lainnya untuk menimbang
wacana tersebut.
“Meskipun Presiden Jokowi telah menyatakan tidak berniat untuk melanjutkan tiga
periode, akan tetapi pernyataan itu tidak memiliki dampak besar pada ramainnya isu ini.
Pasalnya, presiden tidak punya kekuasaan untuk mengubah UU. Kekuasaan itu ada pada
MPR,” yang berhak penuh dalam mengubah UU.
Meski begitu, syarat untuk melakukan amandemen periode jabatan presiden harus
memenuhi ketentuan tentang aturan perubahan UU yang tertuang pada pasal 37. “Harus
ada diskusi panjang tentang siapa yang mengusulkan dan berapa banyak presentase yang
menyetujui wacana tersebut.
Syarat-syarat amandemen UUD 1945 di Indonesia sesuai dengan pasal 37 UUD 1945:
1. Usul Perubahan Diajukan oleh Minimal 1/3 Anggota MPR
Di dalam pasal 37 ayat (1) UUD 1945, disebutkan bahwa usulan perubahan terhadap
pasal-pasal UUD 1945 harus diajukan oleh minimal satu per tiga dari seluruh anggota
MPR. Anggota MPR sendiri terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD (Dewan
Perwakilan Daerah).
- Alasan Terhadap Perubahan Pasal Tersebut Haruslah Jelas
Selanjutnya, pasal 37 ayat (2) menyebutkan bahwa setiap usulan terhadap pasal dalam
UUD harus disampaikan dengan jelas mana bagian yang hendak diubah beserta dengan
alasannya. Alasannya pun harus valid dan dapat dibuktikan agar MPR dapat
menerimanya. -
Sidang MPR Harus Dihadiri Minimal 2/3 Anggota MPR
Pasal 37 ayat (3) mengatur bahwa sidang untuk memutuskan apakah usulan perubahan
pasal UUD 1945 harus dihadiri oleh minimal dua pertiga dari seluruh anggota MPR.
Apabila anggota yang hadir kurang dari jumlah tersebut, maka sidang tidak dapat
diilanjutkan. -
Keputusan Perubahan Harus Disetujui Minimal 50% + 1 Anggota MPR
Berdasarkan ayat (4) pasal 37, keputusan apakah pasal UUD 1945 dapat diubah harus
disetujui oleh minimal 50%+1 atau setengah dari jumlah anggota MPR dan ditambah satu
orang dari anggota MPR pula. Apabila kurang dari jumlah ini, maka perubahan terhadap
pasal UUD 1945 tidak dapat dilakukan dan harus melalui prosedur kembali dari awal agar
dapat mengubah pasal yang dikehendaki. -
Pasal Mengenai Bentuk Negara Tidak Dapat Diubah
Dalam ayat terakhir mengenai perubahan pasal dalam UUD 1945, terdapat aturan bahwa
khusus pasal mengenai bentuk negara kesatuan Indonesia ini tidak dapat diubah dengan
alasan apapun.
Hal ini sebagai bentuk trauma psikologis bangsa ini ketika masa
penggunaan bentuk negara serikat. saat itu terjadi banyak konflik sosial dan politik, baik
yang berupa konflik antara rakyat di daerah atau di tingkat nasional yang menunjukkan
bahwa negara ini tidak cocok dengan bentuk negara serikat.
Uraian yang telah disampaikan di atas merupakan penjelasan secara lengkap mengenai
syarat-syarat amandemen UUD 1945 di Indonesia , Perlu kita pahami bersama bahwa
konstitusi UUD 1945 ini merupakan hal yang tidak akan pernah lepas dari kehidupan kita
sebagai rakyat Indonesia dan sebagai rakyat dunia ini sehingga ia harus kita perhatikan,
demi NKRI !!!
Dapat kita simpulkan bahwasanya untuk mengamandemen UUD 1945 memiliki tahapan
yang begitu panjang dan tidak mudah, harus di pikirkan dari beberapa aspek-aspek
kehidupan, dan gejolak dari masyarakat yang menolak bahwasanya adanya perubahan
dalam batas waktu presiden menjabat menjadi 3 periode.#