Palembang, BP–Kasubdit Wisata Polda Sumsel AKBP Harno meminta masyarakat untuk menghentikan aksi pencurian barang cagar budaya di Sumsel termasuk di Cengal, OKI yang heboh selama ini.
Kegiatan ini, menurutnya, harus dihentikan. Apabila sudah dikuasai masyarakat, barang-barang tersebut akan sulit didapatkan pemerintah. Minimal warga akan meminta ganti rugi.
“Pak Kapolda kita, Pak Firli Bahuri, ketika itu menyampaikan, polisi harus hadir di sana untuk mencegah konflik sosial,” katanya saat menjadi pemateri dalam seminar sehari bertemakan ‘Menguak Pusaka Swarna Bhumi di Lahan Basah Pantai Timur Sumatera Selatan’ yang digelar di auditorium Museum Balaputra Dewa, Rabu (6/11), diikuti oleh ratusan mahasiswa sejarah dan instansi terkait.
Aktivitas perburuan harta karun tersebut, ia melanjutkan, juga tak lepas dari peran media massa yang membesar-besarkan berita ini. Jadilah warga berbondong-bondong untuk mencari harta karun.
“Kalau masyarakat yang bertani tak lagi bertani, yang berdagang tak lagi berdagang, yang punya anak tidak sekolah. Lama-lama di sana timbul preman kecil. Siapa yang mau cari harta karun di sini harus bayar,” terangnya.
Kalau memang benar, harta karun itu peninggalan Kerajaan Sriwijaya, masyarakat yang melakukan perburuan tadi bisa dikenakan pidana, yaitu pengrusakan, pencurian, dan penadahan.
“Ancaman hukumannya tidak sedikit. Ada yang lima tahun, bahkan 15 tahun. Apa iya petani yang kerjanya di sekitar rumah saja, terus harus ditahan sampai 15 tahun. Kasihan juga,” ucapnya.
Setelah tim arkeolog meninjau lokasi, fakta-fakta di lapangan, memang ada manik-manik dan serbuk emas di sana. Tapi tidak bisa dipastikan itu berasal dari Kerajaan Sriwijaya.
Pihaknya juga minta masyarakat menghentikan perburuan harta karun tersebut dan tidak melakukan pencurian, penadahan, maupun menjualbelikan benda-benda arkeologi. Tindakan ini dapat diancam pidana KUHP dan UU Cagar Budaya.
“Kalau di KUHP, ancaman hukumannya lima tahun. Lebih berat UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Ancaman hukumannya paling singkat enam bulan dan paling lama sepuluh tahun. Atau denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp2,5 miliar,” katanya.
Kepala Museum Nasional Siswanto menjelaskan UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, menegaskan setiap orang boleh memiliki benda-benda cagar budaya dan dapat memperjualbelikan dalam bentuk pengalihan pemilikan, termasuk ke museum.
Namun ada batasannya barang apa saja yang bisa jadi koleksi museum. Benda cagar budaya tersebut harus sesuai dengan visi misi museum.
“Kalau tidak sesuai malah museumnya jadi gudang, walaupun banyak uang. Pengadaan barang museum harus melalui studi, tidak boleh sembarangan. Studi itu artinya nilai akademis barang itu apa,” katanya.
Menurutnya, ada modus di masyarakat agar benda-benda kuno itu nilainya naik. Ia mencontohkan beli cincin di Bantul lalu ditenggelamkan di Sungai Musi dan diberi tanda. Ketika airnya surut, cincin yang diketemukan itu kemudian diklaim peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
“Masyarakat tertipu. Banyak penipuan di sini. Ada logam emas katanya harta Soekarno. Satu sisi lambang Garuda, satu sisi lambang VOC. Mohon hati-hati. Itu penipuan,” katanya
Menurutnya, tidak ada hubungannya VOC dan Bung Karno. Bung Karno lahir 1901, sedangkan VOC bubar 1790. “Seratus tahun lebih, tak ada hubungannya. Itu palsu,” katanya.
Kepala Balai Arkeologi (Balar) Provinsi Sumatera Selatan Budi Wiyana mengatakan, Balar Sumsel tanggal 13- 31 Agustus lalu kemarin melakukan penelitian di Desa Kerta Mukti Jalur 27, Air Sugihan, Kabupaten OKI.
“Kami menemukan data banyak sekali yang cukup menarik,temuan berupa tulang-tulang binatang, seperi tulang kura-kura, tulang kera, babi hutan, burung, kera sampai dengan ikan hiu air tawar. Untuk temuan ikan hiu air tawar, baru ditemukan kerangka giginya dalam jumlah sedikit,” katanya.
Penelitian temuan ikan hiu air tawar dikuatkan dengan pendapat peneliti ahli geo antroplogi yang tergabung pada tim peneletian kali ini. Peneliti ahli ini membaca stuktur tulang gigi yang lebih tumpul dibandingkan ikan hiu air laut.
Dikatakan Budi, pihaknya masih akan mengukur usia temuan tersebut, meski temuannya banyak berukuran kecil dan berjumlah sedikit, “Pendapat awalnya karena bentuk giginya tidak setajam gigi ikan hiu air laut, yang menjelaskan hubungannya dengan jenis ikan yang dimakan ikan hiu air tawar ialah ikan-ikan sungai,” katanya.
Saat ini, temuan-temuan kerangka itu tengah dikumpulkan untuk kemudian diukur usianya.
Dikatakan Budi, saat temuan kerangka dalam jumlah sedikit maka upaya mengukur usia temuan ialah dengan mengukur usia temuan lainnya pada lapisan tanah yang sama. Sehingga, untuk temuan gigi hiu air tawar, akan lebih baik disimpan dan yang dilakukan pengukuran usia temuan, yakni temuan kerangka lainnya, ”Pada umumnya, temuan pada lapis tanah yang sama, ialah hasil dari kehidupan masyarakat pada masa (usia) yang sama,” katanya.
Penelitian lainnya juga menemukan tulang iga yang diperkirakan merupakan kerangka tulang iga manusia. Namun untuk temuan ini, Budi mengatakan pihaknya masih akan melakukan penelitian lanjutan guna memastikan temuan tulang iga tersebut. “Selain tulang binatang, juga ditemukan tulang (kerangka) manusia, tapi perlu dilakukan pengembangan dan pengukuran, guna memastikannya. Tentu dengan melibatkan para ahli lainnya,” katanya.
Temuan-temuan tulang kerangka hewan ini menguatkan kesimpulan jika bumi Sumsel telah mampu memberikan kehidupan pada masyarakat di pesisir timurnya. Namun juga masyarakat melakukan pencarian di luar daerah tersebut yang diperkuat dengan temuan jala (jaring) namun jumlahnya sangat sedikit.#osk
in Nasional