Presiden Ingatkan Polri tidak Gegabah
KPK Umumkan Setnov Tersangka Lagi
Keinginan Presiden Joko Widodo untuk melindungi KPK terbentur banyak hal. Yang utama adalah komitmen Jokowi untuk tidak ikut campur dalam kerja penegak hukum. Namun, Presiden juga berkali-kali memberikan isyarat agar KPK tidak diganggu. Termasuk saat ditanya wartawan setelah meresmikan nama Nurtanio untuk pesawat N-219 di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, kemarin (10/11).
Saat dimintai tanggapan soal keluarnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) untuk para pimpinan KPK, Jokowi memberi jawaban normatif. Dia mengingatkan Polri untuk tidak bertindak gegabah dalam persoalan KPK. “Jangan sampai ada tindakan-tindakan yang tidak berdasarkan bukti dan fakta,” tegasnya.
Rujukan tindakan yang gegabah sudah ada dalam kasus-kasus terdahulu. Pada akhirnya, kasus-kasus semacam itu hanya akan menimbulkan kegaduhan tanpa ada penyelesaian. “Saya sudah minta untuk dihentikan kalau ada hal-hal seperti itu (tindakan tanpa bukti). Dihentikan,” lanjutnya.
Menurut Jokowi, sejauh ini relatif tidak ada friksi antarlembaga penegak hukum. Termasuk antara KPK dengan Polri. “Hubungan antara KPK dan Polri baik-baik saja,” tutur Presiden 56 tahun itu. “Tapi, saya minta agar tidak ada kegaduhan,” tambah Jokowi.
Meskipun demikian, sebelumnya Presiden memang sempat menyatakan sikapnya terkait keberadaan KPK sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi. Dia menginginkan KPK tetap eksis dan justru lebih kuat. “Jangan ada pikiran-pikiran untuk melemahkan KPK,” ucap Presiden. Hanya, dalam praktiknya niatan memperkuat KPK itu tidak kunjung terealisasi.
Sementara itu, KPK akhirnya mengumumkan secara resmi bahwa Ketua DPR Setnov sebagai tersangka dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) untuk kedua kalinya, kemarin (10/11). Kabar itu guna menegaskan informasi tentang penyidikan baru kasus e-KTP yang dilakukan KPK sejak akhir Oktober lalu.
”Proses pemeriksaan saksi telah dilakukan, dengan unsur anggota DPR, swasta, dan pejabat atau pegawai kementerian,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK. Sebelumnya, Setnov menyandang status tersangka KPK pertama kali pada 17 Juli lalu. Namun, status itu dibatalkan oleh hakim Cepi Iskandar pada 29 September.
Saut menjelaskan, penetapan kembali Setnov sebagai tersangka merupakan hasil gelar perkara yang dihadiri oleh pimpinan KPK, tim penyelidik, penyidik dan penuntut umum pada 31 Oktober lalu. Itu dilakukan setelah KPK meyakini adanya alat bukti dan keterangan yang relevan dari hasil penyelidikan yang dilakukan sejak 5 Oktober.
Dia juga menegaskan bahwa surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) sebagai syarat formil pemenuhan hak tersangka sudah dikirimkan ke Setnov pada 3 November lalu. Surat tersebut dikirimkan ke rumah orang nomor satu di parlemen itu di alamat Jalan Wijaya 13 Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. ”Sore hari Jumat (dikirim SPDP ke rumah Setnov, red),” imbuhnya.
Terkait pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta kasus pemalsuan surat dihentikan, Saut menilai ucapan presiden tersebut membuktikan bahwa mantan wali kota Solo itu memiliki pemikiran yang sejalan dengan KPK. ”Pemerintah dengan nawacitanya sudah jelas, disitu sudah tercermin bahwa bagaimana pemerintah membangun integritas bangsa Indonesia dengan antikorupsi,” ucapnya.
Saut tetap akan menghadapi langkah hukum Setnov itu dengan argumen hukum pula. Karena itu, dia siap membuktikan bila prosedur penerbitan surat pencegahan terhadap Setnov yang tengah diusut Bareskrim Polri tersebut sudah sesuai ketentuan. ”Kalau bicara pidana, perdata atau tindak pidana korupsi yang paling utama hukum-hukum pembuktiannya,” imbuhnya.
Terpisah, kuasa hukum Setnov, Frederich Yunadi langsung mendatangi gedung Bareskrim Polri setelah mendapat informasi penetapan tersangka Setnov secara resmi. Dia ingin merealisasikan janjinya yang akan melaporkan KPK dengan pasal pasal 414 KUHP jo 421 KUHP jo pasal 23 UU 31/1999 karena nekat menetapkan kliennya sebagai tersangka untuk kedua kalinya.
”Kami juga akan melakukan upaya manuver politik karena adanya upaya pengerdilan terhadap Partai Golkar,” ujarnya. Pihaknya juga berencana kembali mengajukan praperadilan untuk melawan penetapan tersangka itu. ”Sebagaimana saya sampaikan pada media sebulan lalu, jika KPK nekat menerbitkan sprindik atau SPDP baru dengan kasus yang sama, kami akan mengambil langka hukum,” ungkapnya.
Menurut Yunadi, dirinya juga mencatat ada tujuh laporan pelanggaran yang disangkakan kepada pimpinan KPK. Namun, dia tidak mau merinci pelanggaran atau pasal apa yang terkait itu. ”Nanti satu per satu akan terungkap. Tunggu proses hukum saja,” ujarnya. Yunadi juga mengaku belum menerima SPDP terkait kliennya.
Kadivhumas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto saat ditemui seusai upacara Hari Pahlawan di TMP Kalibata menuturkan jika Bareskrim hingga kemarin pagi (10/11) sudah enam saksi yang dipanggil. Polisi juga sudah memanggil saksi ahli. ”Ada lagi. Dijadwalkan beberapa,” ucapnya.
Ketika ditanya kapan akan memanggil Agus dan Saut, dia menuturkan hal itu masih lama. Sebab terlapor akan dipanggil setelah saksi dianggap cukup. ”Kita mulai dari saksi. SPDP hanya memberi tahu mulai penyidikan. Belum bisa menentukan status tersangka. Masih lama,” bebernya.
Setyo juga mengatakan jika dalam laporan memang ada dua nama, hanya Agus dan Saut. Namun dalam laporan juga tertuliskan “dkk”. “Jadi belum tentu beliau saja,” bebernya. Namun Setyo meminta untuk tidak berandai-andai. ”Biar penyidik melakukan penyidikan,” imbuhnya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.