Pada dua hari ini melalui media sosial beredar video viral penghentian ibadah oleh petugas Satpol PP . Dalam foto yang menyertai video itu tampak spanduk bertuliskan “Bangunan ini bukan rumah ibadah, dilarang melakukan aktivitas ibadah”. Pada bagian atas spanduk itu tertulis Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir, Satuan Polisi Pamong Praja.
Belum ada konfirmasi dan kejelasan kapan dan di mana peristiwa di video yang viral itu. Melalui penelusuran di pemberitaan, pada beberapa hari sebelum peringatan kemerdekaan, Bupati Indragiri Hilir mengeluarkan surat pemberhentian aktifitas ibadah di rumah seorang pendeta di desa Petalongan. Dasarnya, peraturan 2 menteri tentang Pedoman Kepala Daerah dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah.
Dalam video yang berdurasi hampir 10 menit itu, tampak sosok yang ditengarai petugas Satpol PP menghentikan pendeta yang hendak memimpin ibadah. Petugas itu dengan disaksikan dua orang berseragam polisi menolak permintaan agar perundingan dilakukan usai ibadah. Akibatnya sejumlah ibu-ibu jemaat histeris. Mereka berusaha menyembah petugas agar diizinkan beribadah. Lainnya berteriak meminta tolong pada Presiden Joko Widodo agar mereka bisa menjalankan ibadahnya.
Sungguh ironis dan menyedihkan bila benar peristiwa itu terjadi di negeri ini. Jemaat yang dihentikan ibadahnya itu tak melakukan di dalam bangunan. Mereka terpaksa menggunakan halaman yang ditutupi terpal untuk memuji Tuhannya. Di tempat ala kadarnya itu mereka ingin menggunakan haknya sebagai warga untuk bisa beribadah. Tapi apa lacur, di tempat yang tak layak itu pun mereka dilarang.
Pemerintah pusat juga daerah, sepatutnya memberi ruang bagi warganya untuk leluasa menjalankan ibadah. Karena hukum tertinggi di negeri ini, memberikan jaminan bagi warganya untuk beribadah apapun keyakinannya. Aturan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama yang membatasi hak itu sepatutnya segera dicabut lantaran kerap jadi alasan mengebiri hak orang untuk beribadah.