JAKARTA – Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan sekitar 90 juta orang di dunia kembali jatuh miskin akibat dampak dari pandemi Covid-19. Krisis tersebut bahkan telah membalikkan kondisi sebelumnya dari kemajuan menuju tujuan pembangunan berkelanjutan ke arah meningkatnya angka kemiskinan.
Hal itu disampaikan Managing Director IMF, Kristalina Georgieva, dari Washington, Selasa (29/9), pada pertemuan virtual dengan para kepala negara dan pemerintah yang membahas mengenai Pembiayaan untuk Pembangunan di Era Covid-19 dan Sesudahnya.
Menurut Georgieva, meskipun ada tanda-tanda pemulihan, namun itu hanya sebagian negara, itu pun tidak merata dan tidak pasti.
“Situasinya parah di banyak negara berpenghasilan rendah, mereka telah terpukul oleh kontraksi domestik ditambah dengan penurunan ekspor, penurunan pengiriman uang, dan harga komoditas yang rendah. Bahkan, banyak negara kecil kesulitan karena runtuhnya pariwisata,” kata Georgieva.
Dibandingkan pada Mei 2020, gambaran ekonomi saat ini sedikit suram. Pada kuartal kedua, kinerja Tiongkok dan banyak negara maju lebih baik dari yang diperkirakan lembaga tersebut.
“Kami melihat ada cikal bakal pemulihan dalam perdagangan sebagai bagian dari ekonomi global,” katanya.
Hal itu terlihat pada tindakan tegas dan sinkron oleh pemerintah dan bank sentral yang meletakkan dasar ekonomi dunia termasuk dengan stimulus fiskal sebesar 12 triliun dollar. “Kami juga melihat suntikan likuiditas besar-besaran oleh bank sentral utama, dan beberapa negara berkembang dapat kembali ke pasar untuk meminjam,” katanya.
Di IMF, jelasnya, lebih condong melihat kondisi ke depan melalui penyediaan pinjaman hampir 100 miliar dollar kepada 81 negara untuk membantu mereka mengatasi krisis. “Kami juga melihat langkah-langkah untuk mengendalikan pandemi melalui tindakan seperti memakai masker, dan berharap untuk vaksin, pengobatan yang lebih baik, dan pengujian yang lebih banyak tersedia,” katanya.
Banyak Tindakan
Georgieva memandang perlu untuk melakukan banyak tindakan dengan menekankan pada tiga prioritas utama. Pertama, mempertahankan dukungan publik bagi masyarakat dan bisnis sampai ditemukan solusi jangka panjang dari pandemi. Negara berpenghasilan rendah dan pasar negara berkembang dengan fundamental yang lebih lemah akan membutuhkan dukungan internasional.
“Kami berusaha memperluas sumber daya untuk pembiayaan lunak,” katanya.
Kedua, kata Georgieva, yaitu beban utang yang tinggi sehingga prakarsa penangguhan layanan utang atau Debt Service Suspension Initiative (DSSI) sebagai awal yang baik untuk meringankan beban keuangan negara-negara terdampak.
“Kita perlu melangkah lebih jauh, dan saya mendesak G20 untuk memperpanjang DSSI karena akan meringankan hingga 12 miliar dollar AS pembayaran utang oleh negara-negara yang terlibat di dalamnya. Untuk beberapa negara berpenghasilan rendah dan pasar berkembang, tingkat utang yang tidak berkelanjutan perlu direstrukturisasi. Kami ingin bekerja sama dengan semua pihak untuk memastikan restrukturisasi dilakukan secara tertib,” katanya.
Terakhir, negara-negara, tambah Georgieva, harus menggunakan dukungan publik untuk membangun ke depan secara lebih baik. n bud/P-4