Alhamdulillah, Senin (5/12), saya dan rombongan, yang terdiri dari siswa, guru, kepala sekolah, dan pengawas berprestasi mendapat kesempatan mengikuti study tour ke Malaysia.
Kegiatan tersebut merupakan program pemerintah daerah Kabupaten Pasaman Barat, sebagai reward bagi siswa, guru, kepala sekolah, dan pengawas berprestasi. Selama kegiatan tersebut, saya dan rombongan mengunjungi sekolah-sekolah terbaik di Malaysia.
Dari kunjungan tersebut, banyak inspirasi yang diperoleh. Rasanya, semua hal bermanfaat tersebut, ingin diterapkan di sekolah nanti. Semoga semangat ini terus terjaga, sehingga niat baik yang ingin diwujudkan, dapat terealisasikan.
Berbicara tentang pendidikan Malaysia. Sebenarnya, tidak kalah jauh dengan Indonesia. tepat pada 1966. Dalam rangka normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia, Pemerintah Orde Baru mulai mengirim tenaga guru terdidik ke Malaysia. Selain inisiatif sendiri. Hal tersebut, berasal dari permintaan langsung Pemerintah Malaysia sebagai tindak lanjut terbentuknya kembali lembaga persahabatan kedua negara.
Melansir laman tirto.id, Umumnya guru Indonesia di Malaysia saat itu ditugaskan selama tiga tahun di sekolah-sekolah menengah yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Mereka diminta untuk memperbaiki tata bahasa Melayu pelajar-pelajar Malaysia yang terbiasa berbahasa dalam bahasa Inggris.
Selain itu, ada pula upaya memperbaiki kurikulum sains peninggalan Inggris yang dinilai tidak relevan lagi untuk diterapkan. Hingga Juni 1972, terdapat 175 guru Indonesia yang tinggal dan bekerja di Malaysia. Namun, hal tersebut, hanya nostalgia zaman dahulu.
Pasalnya, saat ini pendidikan Indonesia tertinggal jauh dengan pendidikan Malaysia. Dilansir dari laman bbc.com. berdasarkan peringkat PISA yang dibuat The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), pada tahun 2018, Indonesia berada di papan bawah peringkat pendidikan dunia.
Posisi Indonesia “tertinggal” dari negara tetangga, salah satunya Malaysia. Begitu juga, ketika mengutip laman primagama.co.id, yang menyatakan bahwa sistem pendidikan Indonesia berada di bawah Malaysia.
Tidak sekedar data, capaian tersebut memanglah kenyataan. Kesimpulan tersebut, penulis dapat setelah berkunjung ke beberapa sekolah di Malaysia, terlihat jelas bagaimana pengelolaan kurikulum, program kesiswaan yang terprogram dengan baik.
Tidak hanya itu, karakter yang ditunjukkan peserta didiknya juga begitu memukau. Menunjukkan, bahwa program pendidikan karakter yang dilaksanakan, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Sungguh inspirasi yang luar biasa, yang sangat jarang ditemukan.
Selain itu, Inspirasi lain yang penulis dapatkan selama kunjungan di sekolah-sekolah Malaysia, diantaranya, yaitu, Kesejahteraan guru terjamin. Ketika berkesempatan mewawancarai salah seorang guru disana, penulis sempat menyinggung besaran gaji honorer yang diperoleh di negeri Jiran tersebut.
Jawabannya sangat fantastis, gaji seorang guru honorer paling kecil Rp 10 juta rupiah, jauh berbeda dengan di Indonesia yang hanya digaji dibawah Rp 1 juta, itu pun dengan sistem pembayaran ada yang dalam sekali satu bulan.
Tidak hanya gaji, rumah tempat tinggal pun begitu juga, para guru di Malaysia umumnya dibantu oleh negara untuk membeli rumah huniannya. Tentu, hal ini membuat para guru iri mendengarnya.
Kemudian, selain kesejahteraan guru yang sangat diperhatikan. Peningkatan jenjang karir guru juga, dinilai sangat subyektif. Sebab dilakukan, berdasarkan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki guru, bukan berdasarkan lama karirnya. Sangat berbeda, dengan Indonesia, yang penulis sangat berbelit, bahkan terlalu banyak unsur politisnya.
Selanjutnya, selain tentang guru, Inspirasi lain juga datang dari siswanya. Sepanjang kunjungan yang penulis amati, Kedisiplinan siswa sangat luar biasa. Mereka terlihat sangat menjaga kebersihan sekolahnya. Buktinya, hampir tidak terlihat sampah satu pun di lingkungan sekolah, semua halaman terlihat bersih.
Padahal, tidak ada tong sampah khusus yang disediakan. Hal tersebut, membuktikan bahwa kesadaran untuk menjaga kedisiplinan, telah tertanam kuat dalam diri masing-masing siswa. Dalam hal ini, penulis tidak bermaksud membanding-bandingkan antara Indonesia dan Malaysia, apalagi ingin menjelek-jelekkan sistem pendidikan Indonesia.
Tetapi, apa yang penulis tulis ini, hendaknya menjadi bahan refleksi bagi pemerintah, guru, dan pelbagai elemen terkait. Untuk bersama mempertahankan dan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Kita capai kembali apa yang pernah dahulu kita raih. Dengan kolaborasi, penulis yakin kita bisa meraihnya. Semangat meningkatkan kualitas pendidikan bangsa.(*)