JAKARTA – Para investor di pasar keuangan global dinilai terus mencermati isu-isu yang berkembang dengan dinamis sebelum memutuskan menempatkan portofolio mereka. Beberapa isu yang menjadi perhatian utama mereka seperti kemungkinan merebaknya kembali wabah Covid-19 gelombang kedua, perkembangan uji coba obat dexamethasone untuk membantu pemulihan penderita Covid-19 dan rencana Uni Eropa untuk menggelontorkan stimulus dalam jumlah besar.
Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee, dalam hasil risetnya yang diterima di Jakarta, Minggu (21/6), menyebutkan di pasar keuangan Indonesia, khususnya di pasar modal, pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) juga sangat bergantung pada perilaku investor yang masih memperhatikan gelombang kedua pandemi Covid-19. Peningkatan kasus di Amerika dan negara Afrika menimbulkan kekawatiran gelombang kedua.
Saat ekonomi aktif kembali, justru jumlah korban terinfeksi meningkat, sehingga memudarkan harapan ekonomi akan cepat pulih pada Juli–September setelah suram pada April–Juni.
“Harapan akan pemulihan ekonomi yang cepat pudar setelah pernyataan Chairman Federal Reserve, Jerome Powell, dan Ekonom IMF, Gita Gopinath, yang menyatakan data ekonomi akan mendapat perhatian pelaku pasar,” kata Hans.
Dari eksternal, data penjualan ritel di Amerika Serikat (AS) yang membaik membuat optimisme pasar, tetapi ketika angka pengangguran di bawah harapan, maka akan memicu sentimen negatif.
“Pasar menanti stimulus besar-besaran dari Uni Eropa yang diperkirakan disepakati bulan Juli,” kata Hans.
Selain masalah ekonomi, tensi geopolitik di Asia yang memanas antara India dan Tiongkok serta dua negara Korea, Korea Utara dan Selatan, tidak luput dari perhatian pelaku pasar.
Sementara dari dalam negeri, sentiment positifnya penurunan bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan pemberian rating overweight dari underweight oleh Morgan Stanley terhadap aset-aset Indonesia. Rekomendasi overweight berarti aset-aset tersebut akan mengalami kenaikan melebihi instrumen atau aset lain yang menjadi patokannya.
Kebutuhan Korporasi
Dikonfirmasi secara terpisah, Ekonom dari Universitas Surakarta, R Agus Trihatmoko, mengatakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam waktu dekat diperkirakan akan terdepresiasi meskipun volatilitasnya tidak terlalu besar karena mulai meningkatnya permintaan valuta asing (valas) oleh korporasi seiring mulainya mereka beroperasi di era normal baru.
Sementara itu, pergerakan indeks cenderung flat (datar) karena hanya saham emiten barang konsumtif dan kebutuhan rumah tangga yang mulai bergeliat. Sedangkan sektor lain, masih kesulitan untuk kembali beroperasi normal.
“Investor asing di bursa saham bisa menarik dananya, jika fenomena Covid-19 di Indonesia belum ada titik terang dalam menghambat laju penambahan,” kata Agus. yni/E-9