Saiful Mahdi, salah seorang yang masuk dalam tim RPJM gubernur dan wakil gubernur terpilih, menyebut kata kunci “kerja keras” untuk mewujudkan visi pemerintahan Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah yaitu “Aceh yang damai, sejahtera, dengan pemerintahan yang bersih, adil, dan melayani.”
Mendengar kata kunci “kerja keras” saya teringat dengan satu unit kerja yang pernah dibentuk oleh Irwandi Yusuf pada 2010, yaitu Unit Kerja Percepatan dan Pengendalian Kegiatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (P2K-APBA).
Unit kerja ini sejatinya berasal dari unit kerja yang pernah ada di lembaga Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh – Nias dimana Irwandi Yusuf menjadi wakil ketua badan pelaksana. Di BRR unit kerja yang dikendalikan oleh dr Taqwallah itu bernama P4W dan mulai beroperasi sejak 2006. Berkat dukungan P4W-lah, seluruh kegiatan rehab dan rekon berhasil dipantau.
Bisa jadi, kerja keras P4W di BRR menarik simpati Irwandi, sebab ia mungkin saja juga menginginkan aparatur pemerintahan yang siap berkerja keras, dan akhirnya terbentuk unit kerja P2K APBA.
Sejujurnya, bagi PNS yang sudah terbiasa dengan kerja santai, unit kerja P2K APBA menakutkan. Soalnya, bukan hanya kerja keras yang dituntut. P2K APBA berkerja dengan 7 titik tolak, diantaranya anti virus ABS, Kambing Hitam (setiap aktivitas harus didukung oleh data dan fakta), tanpa jeda (data termutakhirkan), resiko tinggi (sudah mengenali paket-paket yang sejak dini diprediksi tinggi berpeluang gagal sehingga diperlukan intervensi pimpinan), dan surat cinta (teguran gubernur kepada SKPA).
Di setiap Rapat Pimpinan atau Rapim,.ketua P2K APBA akan menjadi “mata” bagi gubernur dan wakil gubernur yang menyajikan kondisi terkini kegiatan, lengkap dengan data visual, sehingga seluruh kepala SKPA dan jajarannya berdegub jantung jika ada hal yang tidak beres.
Apakah kata kunci “kerja keras” di peridoe lima tahun ke depan akan kembali dibantu oleh Unit Kerja P2K APBA? Pilihan tentu ada pada Irwandi sebagai gubernur. Yang pasti, gagasannya membentuk P2K APBA pernah mendapat pujian dari pemerintah pusat, banyak ditiru oleh berbagai provinsi lain, dan bahkan kini jasa Taqwallah dalam hal memantau kegiatan pembangunan juga masih di pakai di kementerian ESDM.
Kalau ditanya kepada PNS, sangat mungkin kebanyakan menjawab bahwa P2K APBA sudah tidak diperlukan lagi, cukup dengan pemberdayaan Bappeda saja. Tapi, jika memang kuncinya adalah “kerja keras” sebagaimana yang disebut Saiful Mahdi, maka P2K APBA sudah pasti masih diperlukan, sebab kunci dari kerja keras itu adalah “hanjeut leuh angen” dan itu prinsip kerja di P2K APBA.
Unit kerja P2K APBA ibarat rontgen bagi dokter untuk mendeteksi posisi dan jenis penyakit sebelum dilakukan tindakan bedah atau operasi misalnya. Jika begitu, melihat latar pendidikan Irwandi Yusuf sebagai dokter, rontgen untuk mendeteksi riwayat kegiatan APBA pasti masih diperlukan. Mungkin!