Paling Besar dari Administered Price
Tekanan inflasi menjadi ancaman awal tahun ini. Bank Indonesia (BI) mencatat tekanan inflasi pada pekan ketiga Januari mencapai 0,67 persen (month-to-month/mtm). Angka tersebut menurun jika dibandingkan dengan pekan pertama yang mencapai 0,74 persen dan pekan kedua 0,69 persen.
Namun, secara keseluruhan, inflasi Januari diperkirakan lebih tinggi daripada Desember 2016. “Inflasi Januari kami perkirakan 0,67 persen dibanding tahun lalu (yoy) 3,19 persen,” ujar Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, tekanan inflasi terutama berasal dari harga-harga yang diatur pemerintah atau administered prices. Hal itu berkorelasi dengan adanya kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang dampaknya mulai terasa pada Januari.
Dia memprediksi, akan ada tekanan inflasi yang merupakan dampak kebijakan bahan bakar minyak (BBM) satu harga. Karena itu, Agus menekankan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pemerintah agar inflasi bergerak sesuai target, yakni 3–5 persen.
“Kalau 3,19 persen yoy itu sudah oke. Tetapi, kami mesti antisipasi kalau inflasi naik. Prioritas utama adalah koordinasi untuk menjaga inflasi agar bisa terjaga rendah,” jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, harga pangan yang bergejolak (volatile food) turut menyumbang inflasi. Misalnya, tekanan akibat kenaikan harga cabai merah. Namun, rendahnya hasil survei pekan ketiga dibanding pekan sebelumnya juga disebabkan penurunan harga komoditas pangan lainnya. “Bawang merah sudah deflasi,” imbuhnya.
Dia menyatakan, BI dan pemerintah akan terus berfokus pada pengendalian inflasi dari komponen volatile food. Yakni, menjaga ketersediaan pasokan dan distribusi. “Pada 2017 mungkin administered prices akan tertekan. Maka, volatile food perlu kami kendalikan,” ujarnya.
Agus menambahkan, pemerintah bisa membuka keran impor untuk bahan pangan jika memang dibutuhkan. BI juga akan mewaspadai tekanan inflasi dari barang-barang impor seiring melemahnya nilai tukar rupiah saat bank sentral AS menaikkan suku bunga.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung sebelumnya menyatakan, kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah bisa menyumbang inflasi 0,3–0,35 persen pada Januari.
Secara terperinci, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) bakal berkontribusi 0,1 persen. Adapun untuk tahap awal, tekanan inflasi datang dari kenaikan TDL untuk pelanggan listrik sistem voucher. Tekanan inflasi dari kenaikan TDL untuk pelanggan listrik pascabayar baru tampak pada Februari. Di sisi lain, kenaikan biaya administrasi pembuatan surat-surat kendaraan bermotor menyumbang inflasi 0,22–0,24 persen.
Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyebutkan, inflasi pada Januari sangat mungkin lebih tinggi dibanding Desember tahun lalu 0,42 persen. Dia memprediksi, inflasi bulan ini hampir menyentuh 1 persen atau sekitar 0,7 persen. “Saya perkirakan, Januari 2017 ini inflasi sekitar 0,7 persen, lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya (Desember 2016),” ujarnya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.