in

Jejaring Laboratorium Belum Mencukupi

Presiden Jokowi menargetkan pemeriksaan spesimen sebanyak 30.000 sampel per hari.

JAKARTA – Indonesia ma­sih kesulitan untuk mengejar target pemeriksaan spesimen yang ditetapkan Presiden Joko Widodo. Salah satu penyebab­nya adalah jejaring laborato­rium dan alat yang dimiliki be­lum cukup.

Presiden Jokowi menargetkan pemeriksaan spesimen sebanyak 30.000 sampel per hari.

“Memang target 30.000 ini cukup berat pada saat ini untuk dicapai. Rata-rata 20.000 sam­pai 25.000,” kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, dalam keterangan pers dari Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (27/8).

Menurut Wiku, tes spesi­men pernah mencapai target 30.000 per hari. Namun, angka tersebut tidak dapat dipertahankan dan belakangan jum­lahnya kembali menurun.

Jumlah tes Covid-19 di In­donesia pun masih jauh dari standar Badan Kesehatan Du­nia (WHO), yakni 1:1000 pen­duduk/minggu. Dengan jum­lah penduduk Indonesia 260 juta jiwa, jumlah tes Covid-19 harus 267.700 setiap pekan.

Namun, Wiku mengakui, saat ini tes Covid-19 di Indone­sia baru mencapai 35,6 persen dari target itu.

Sejumlah Kendala

Wiku menyebut ada se­jumlah faktor yang membuat sulitnya mencapai target ini. Pertama, jejaring laboratorium dan alat yang dimiliki memang masih belum cukup.

Untuk itu, pemerintah berencana menambah kapasitas laboratorium dengan meng­gandeng swasta.

Kemudian, ada juga faktor sumber daya manusia (SDM).

“SDM yang memang saat ini bekerja di laboratorium jumlah tidak banyak, ini me­merlukan mobilisasi dari SDM laboratorium yang lebih ban­yak, sehingga jam operasional laboratorium bisa tingkatkan,” ucap Wiku.

Meski demikian, upaya un­tuk melakukan kontak tracing terhadap pasien positif Co­vid-19 juga terus ditingkatkan.

“Kita sedang tingkatkan kinerja penyelidikan epidemi­ologi dan kontak tracing agar testing juga ditingkatkan sesuai peningkatan kontak tracing tersebut,” kata dia.

Penggunaan Masker

Sementara itu, anggota Tim Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Yogi Prawira, menjelas­kan alasan mengapa anak-anak tetap dianjurkan memakai masker jika bepergian keluar rumah di masa pandemi.

Menurut Yogi, kondisi penularan Covid-19 di Indonesia dan perilaku masyarakat men­jadi penyebabnya.

“Pertama, kita bisa melihat bagaimana tingkat kepatu­han masyarakat dalam me­makai masker,” ujar Yogi dalam talkshow daring yang ditayang­kan di saluran YouTube BNPB, Kamis.

“Seandainya orang dewasa saat ini menerapkan proto­kol kesehatan dengan disiplin saat keluar rumah, konsisten pakai masker, maka mungkin usia anak yang menggunakan masker bisa lebih besar ya,” tu­turnya.

Menurut dia, IDAI mereko­mendasikan pemakaian mask­er dan face shield untuk anak mulai usia dua tahun ke atas.

Anjuran ini berbeda dengan rekomendasi dari Badan Kes­ehatan Dunia (WHO) yang me­nyarankan wajib pemakaian masker untuk anak berusia 12 tahun ke atas.

Sementara itu, WHO ti­dak menyarankan pemakaian masker untuk anak usia di bawah lima tahun.

“Dari WHO itu kan sifat­nya general ya. Dalam kondisi sekarang, lokal Indonesia sendiri, ada berapa banyak orang dewasa yang memakai masker secara benar?” kata Yogi.

“Artinya, memakai masker yang menutup hidung dan mu­lut dan tangan tidak menyen­tuh permukaan depan masker. Maka kita buat sejumlah reko­mendasi,” ucapnya. jon/Ant/P-4

What do you think?

Written by Julliana Elora

Penanganan Karhutla Sumsel di Evaluasi

PDB Global Terkuras 10 Persen untuk Tangani Covid-19