Jakarta (ANTARA) – Tahun 2020 yang seharusnya menjadi pestanya olahraga justru kacau gara-gara corona, dan penundaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua hanyalah satu dari sekian banyak agenda yang menjadi korban dari virus yang telah merenggut lebih dari satu juta nyawa umat manusia di dunia.
Tak ada medali atau podium yang diperebutkan dalam multi ajang olahraga nasional tahun ini karena, bagaimanapun, kesehatan dan keberlangsungan hidup seluruh pihak tetap yang utama.
Para atlet yang sudah mempersiapkan diri dan berlatih keras selama ini pun dipaksa menanti setidaknya satu tahun, untuk bisa tampil di PON Papua, sebab pemerintah memutuskan menunda pentas olahraga nasional tersebut ke 2021.
Tepatnya pada 23 Maret 2020, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali mengumumkan penundaan pelaksanaan PON Papua yang rencananya digelar pada 20 Oktober-2 November 2020 itu ke Oktober 2021.
Baca juga: Ditunda setahun, persiapan PON Papua diharapkan tetap jalan
Keputusan tersebut disepakati dalam rapat terbatas (ratas) bersama Presiden Joko Widodo.
“Bapak presiden memutuskan pelaksanaan PON XX dan Peparnas XVI yang digelar pada bulan Oktober ditunda menjadi Oktober 2021,” kata Zainudin.
Ada beberapa alasan yang mendasari keputusan penangguhan, di antaranya kesiapan atlet yang terganggu serta pengerjaan venue yang terhambat akibat pandemi COVID-19 yang saat itu baru masuk Indonesia.
Situasi tersebut cukup berat karena pembangunan semua arena yang direncanakan digunakan untuk berbagai pertandingan cabang olahraga di PON Papua pun jelas tak bisa diteruskan.
Baca juga: Komisi X minta pembangunan venue tetap berjalan meski PON ditunda
Belum lagi, distribusi bahan dan barang yang didatangkan dari luar Papua juga mengalami hambatan karena adanya pemberlakuan penutupan (lockdown) yang diterapkan Pemerintah Provinsi Papua saat itu. Pemerintah dan seluruh pihak terkait pun pada akhirnya sepakat untuk menunda pelaksanaan PON edisi ke-20 itu.
Penundaan PON XX Papua ini menjadi cerita tersendiri, sebab sejarah mencatat ini kali pertama ajang empat tahunan itu ditunda.
Dalam Ensiklopedia Jakarta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, penyelenggaraan pekan olahraga nasional sebelumnya sempat satu kali dibatalkan. PON Jakarta 1965 merupakan penyelenggaraan PON VI yang rencananya berlangsung mulai 8 Oktober- 10 November 1965 di kompleks Gelora Bung Karno.
Sayangnya, PON 1965 terpaksa dibatalkan lantaran situasi keamanan nasional yang tidak memungkinkan pasca terjadinya peristiwa G 30 S/PKI pada 1 Oktober 1965 silam.
Padahal banyak yang memperkirakan PON 1965 dapat berjalan dengan sukses mengingat fasilitas dan sarana olahraga serta pendukungnya yang tersedia sudah cukup lengkap dan pernah digunakan dalam Asian Games 1962 dan Ganefo (Games of The New Emerging Forces) atau Hari Pesta Olahraga Negara Berkembang pada 1963.
Pembangunan jalan terus
Sebelum diputuskan ditunda, proses pembangunan venue PON Papua per Maret 2020 sebetulnya sudah banyak yang hampir selesai.
Ada empat arena yang dibangun, yakni Istora Papua Bangkit yang pembangunannya sudah mencapai 82,95 persen, Stadion Akuatik 80,87 persen, dan arena cricket dan lapangan hockey 92,14 persen. Venue tersebut awalnya ditargetkan selesai pada Juni hingga Juli 2020.
Meski PON Papua diputuskan ditunda, pemerintah tetap terus mengebut pembangunan venue agar tetap berjalan.
Baca juga: Peresmian venue PON Papua digelar virtual
Baca juga: Persiapan PON Papua 2021 capai 70 persen
Sempat terhambat memang, namun nyatanya pembangunan sejumlah arena pertandingan olahraga untuk PON Papua bisa rampung sesuai target pada Juli 2020.
Arena pertandingan yang telah selesai dibangun secara fisik, yakni arena akuatik di kawasan Olahraga Kampung Harapan Distrik Sentani Timur, serta arena kriket dan lapangan hoki (indoor dan outdoor) di Kampung Doyo Baru Distrik Waibu.
Selain pembangunan yang jalan terus, penundaan selama satu tahun juga tak mengendurkan semangat panitia untuk memulai lagi hitung mundur 362 hari menuju pelaksanaan PON Papua digelar pada 2-14 Oktober 2021.
Hitung mundur yang juga dilangsungkan bersamaan peresmian Stadion Lukas Enembe, Papua pada 23 Oktober itu menandai kesiapan Bumi Cenderawasih sebagai tuan rumah kejuaraan multi event terbesar di Tanah Air itu.
Demi suksesnya penyelenggaraan PON yang untuk pertama kalinya bakal digelar di Papua, Pemerintah Provinsi Papua telah menghabiskan dana APBD lebih dari Rp3,8 triliun untuk pembangunan dan renovasi venue yang bakal digunakan untuk PON 2021.
Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari tiga tahun anggaran, yakni 2016 sebesar Rp228,6 miliar, 2017 sebesar Rp447,2 miliar, 2018 Rp879,3 miliar, Rp2,2 triliun pada tahun 2019, dan Rp2 triliun dalam APBD 2020.
Selain dari dana APBD, pemerintah juga telah mengucurkan dana APBN sebesar Rp2,3 triliun untuk mendukung proses pembangunan venue PON Papua yang pelaksanaannya diundur hingga Oktober tahun depan.
Ribut-ribut 10 cabang olahraga tercoret
Seiring dengan perjalanan penundaannya, PON Papua juga punya cerita lain dengan menghadirkan polemik terkait keputusan pencoretan 10 cabang olahraga dari multi ajang empat tahunan itu.
Kesepuluh cabang olahraga yang dicoret, yaitu balap sepeda, tenis meja, bridge, gateball, ski air, boling, dansa, petanque, woodball, dan golf.
PON Papua hanya akan mempertandingkan 37 dari 47 cabang yang sudah ditetapkan. Pemangkasan itu menuai protes dari sejumlah pengurus induk cabang olahraga.
Sempat muncul ide agar kesepuluh cabang tercoret itu digelar di provinsi lain. Jawa Timur menjadi satu-satunya nama yang muncul disebut-sebut bersedia menjadi tuan rumah pendamping. Namun jelas tuan rumah Papua secara tegas menolak ide tersebut.
Baca juga: PB PON tetap tolak 10 cabang olahraga dipertandingkan di luar Papua
Baca juga: Penanganan COVID-19 pengaruhi jumlah cabang olahraga PON Papua
Lagi pula, hal itu akan menyalahi aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga. Dalam salah satu poin pasal disebutkan bahwa PON hanya digelar di satu provinsi.
“PON XX tahun 2021 itu hanya akan digelar di Bumi Cenderawasih, tidak ada provinsi lain. Semua pihak harus hormati keputusan presiden,” kata Sekretaris Umum KONI Papua Kenius Kogoya.
Menurut Kenius, Presiden Joko Widodo lah yang memutuskan untuk menguragi jumlah cabang olahraga yang akan dimainkan di PON. Keputusan tersebut sesuai dengan kemampuan Provinsi Papua.
Selain itu, berdasarkan SK dari KONI Pusat terkait cabang olahraga yang akan dipertandingkan di PON Papua juga telah ditetapkan ada 37 dengan 56 disiplin cabang olahraga, 679 nomor pertandingan/perlombaan, dan kuota atlet sebanyak 6.442 orang.
Baca juga: Menpora: 37 cabang olahraga dipastikan dipertandingkan pada PON
Banyak pihak yang mengharapkan dengan keputusan penundaan PON ini dapat membuka peluang agar kesepuluh cabang olahraga itu dapat dipertandingkan di Papua. Alasannya, sebab para atlet selama ini telah menghabiskan waktu untuk berlatih demi tampil di PON yang merupakan puncak prestasi olahraga tingkat nasional.
Jika ribut-ribut ini masih terus berlanjut, mungkin sudah saatnya kita semua menengok, merefleksikan diri untuk merenungkan ulang tujuan awal dari pelaksanaan PON.
Ada semangat yang digelorakan. Ada tujuan mulia yang ingin dicapai, yakni mempererat persatuan dan persaudaraan untuk membangun karakter bangsa melalui olahraga.
Jangan sampai PON Papua yang sudah menjadi korban pandemi COVID-19 juga menjadi korban keegoisan dan kengototan sejumlah pihak.
Terlepas dari itu semua, mari kita terus berharap penantian satu tahun ini tak percuma sia-sia demi PON Papua yang sukses terselenggara.
Namun jika gegap gempita kehadiran suporter masih tak memungkinkan menjejali tribun penonton, setidaknya kegiatan olahraga bisa kembali digelar pada 2021.
Oleh Shofi Ayudiana
Editor: Teguh Handoko
COPYRIGHT © ANTARA 2020