Wakil Ketua Pansus RUU Terorisme, Supiadin Aries Saputra tentang Revisi Undang-undang Terorisme
Lalu, bagaimana dengan pihak DPR sendiri, bagaimana perkembangan pembahasan revisi tersebut. Untuk mengupas masalah ini, Koran Jakarta mewawancarai Wakil Ketua Pansus RUU Terorisme, Supiadin Aries Saputra, di Jakarta, akhir pekan ini. Berikut petikannya.
Ada berapa bab dan pasal dalam RUU Antiterorisme ini?
Ya, yang jelas, dalam RUU ini sudah mendapatkan persetujuan dari total 112 pasal. Sampai dengan akhir masa sidang lalu, Panitia Kerja merupakan tim kecil Pansus RUU terorisme telah membahas sekitar separuh DIM yang ada.
Sebagian bukan merupakan DIM yang substansial atau alot untuk dibahas bahkan banyak yang tidak ada perbedaan sikap di antara fraksi-fraksi dan pemerintah sehingga bisa langsung disetujui.
Adapun perdebatan antarfraksi, yakni pada Pasal 25 tentang ketentuan penuntutan dalam pengadilan yang belum mencapai titik temu, meski secara substansi telah disepakati, yakni mengancam keamanan negara.
Bagaimana perkembangan pembahasan RUU Antiterorisme saat ini?
Ya, saat ini kami masih melakukan sejumlah pembahasan mulai dari mengatur ketentuan latihan militer tanpa senjata yang di mana pihak yang terdeteksi melakukan latihan militer tanpa senjata dan diduga sebagai persiapan aksi terorisme akan dipanggil untuk diperiksa.
Bukan untuk ditangkap hanya kami mintai keterangan.
Kalau ternyata, kalau penyelidikan terbukti ada niat melakukan terorisme, ya baru kita penyidikan.
Selain itu, tidak hanya latihan militer tanpa senjata, penyebar kebencian melalui ceramah hingga penyebaran konten radikal di media sosial atau situs juga diatur dalam revisi UU Antiterorisme. Kementerian atau lembaga terkait yang akan menindaklanjutinya.
Jadi, contohnya video pelajaran yang di-upload dari luar tentang terorisme, itu kan akan kita panggil untuk dimintai keterangan.
Ditambah lagi terkait makna dari kegiatan terorisme, termasuk pemberian nama apakah penanggulangan, pemberantasan atau pencegahan. Semua itu memiliki makna yang multitafsir dan proses hukumnya pun berbeda-beda.
Kapan Pansus akan menuntaskan pembahasan ini?
Kami akan berkomunikasi dengan pemerintah dalam waktu dekat. Tetapi, Pansus sendiri telah mengadakan konsinyering di Wisma DPR, Kopo, Jawa Barat, Jumat–Minggu (26–28/5), dan di Parlemen pada Rabu–Kamis (31/5–1/6)
Pokoknya yang jelas harus diselesaikan, harus ada deadline, saya kira tahun ini mestinya selesai. Mudah-mudahan dalam waktu yang dekat apakah masa sidang ini atau masa sidang yang akan datang.
Intinya kami ingin pemerintah bersama kami segera menyelesaikan revisi UU Antiterorisme sehingga akan memudahkan aparat penegak hukum agar memiliki sebuah landasan yang kuat.
Lalu, apa yang menjadi kendala dan penyebab lambannya pembahasan undang-undang ini?
Sebenarnya tidak ada kendala. Menurut saya, kita memang perlu hati-hati membuat undang-undang sebab UU ini akan mengikat seluruh rakyat Indonesia nantinya.
Apakah dengan disahkannya UU ini dapat mencegah aksi teror di Indonesia?
Tidak ada jaminan akan hal tersebut, tetapi menurut saya, ada baiknya langkah penanganan terorisme ini oleh pemerintah dibangun juga satu sistem kajian pencegahan dan penanggulangan.
Jangan hanya berfokus kepada pemberantasan saja. franciscus theojunior lamintang/AR-3