in

Kantor Ditutup, Go-Jek Tetap Beroperasi

Wako Padang Janji Cari Solusi

Purnawan: Tingkatkan Layanan Angkutan Umum 

Aksi unjuk rasa yang dilakukan ratusan pengusaha angkutan kota (angkot) dan sopir angkot di Kota Padang berujung pada penutupan kantor Go-Jek yang beralamat di Jalan Imam Bonjol Padang.

Namun, pemerintah kota tidak bisa menghentikan operasional transportasi berbasis aplikasi online tersebut, karena keberadaan mereka ada dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017 yang direvisi Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak Dalam Trayek.

Penutupan kantor Go-Jek dilakukan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Padang dengan pengawalan pihak kepolisian dari Polresta dan Satpol PP disaksikan ratusan pengusaha angkot dan sopir angkot serta ribuan karyawan Go-Jek. 

Aksi penolakan terhadap angkutan berbasis online dilakukan Rabu pagi (20/9) sekitar pukul 10.00 di Kantor Gubernur, Jalan Sudirman Padang. Semua trayek jalur angkot di Kota Padang, seperti Siteba-Pasar Raya, Indarung-Pasar Raya, Gadut-Pasar Raya, Belimbing-Pasar Raya, Teluk Bayur-Pasar Raya, Aur Duri-Pasar Paya, Taruko-Pasar Raya termasuk Forum Komunikasi Angkot Siteba menggelar demo. 

Meski diguyur hujan lebat, para sopir angkot bertahan dan berorasi menuntut agar kantor dan aplikasi Go-Jek secepatnya ditutup. Alasannya, Go-Jek tak mengantongi izin operasional di Kota Padang. Setelah para sopir dan pengusaha angkot berorasi, perwakilan mereka diterima pejabat Dinas Perhubungan Sumbar untuk beraudensi.

Rusmin, 33, sopir angkot jurusan Indarung-Pasar Raya mengatakan, dia sudah sangat tersiksa dengan adanya angkutan online. “Mereka beroperasi tidak mengantongi izin, sedangkan angkot-angkot di sini mengurus izin. Ini tidak adil bagi kami. Kami menuntut kantor Go-Jek yang berada di Kota Padang ditutup. Kalau tuntutan kami tidak dilaksanakan, kami akan bawa banyak lagi pengusaha dan sopir angkot,” tegasnya. 

Para sopir angkot juga mengeluhkan  pendapatan mereka berkurang lantaran munculnya transportasi daring Go-Jek. Anton, 38, sopir angkot jurusan Aur Duri-Pasar Raya mengaku dengan adanya angkutan berbasis online ini, penumpangnya berkurang drastis. 

“Mereka (Go-Jek, red) tidak memiliki izin di Kota Padang ini, mengapa mereka dibiarkan saja beroperasi. Ini sama namanya ada anak kandung dan anak tiri. Saya menuntut kantornya ditutup, dan kalau bisa aplikasinya juga,” ungkapnya. 

Koordinator aksi Khaerison menjelaskan, ada sekitar 200 orang sopir angkot di semua jurusan di Kota Padang dan para pengusaha angkot yang berunjuk rasa menuntut ditutupnya kantor angkutan berbasis online di Kota Padang.

“Tuntutan kami hanya satu, tutup kantor Go-Jek di Kota Padang ini. Mereka tidak memiliki izin, tapi dibiarkan beroperasi tanpa ditegur Pemko. Kalau tuntutan kami tidak dipenuhi, kami akan unjuk rasa lagi dengan jumlah massa lebih besar,” tegasnya.

Hal senada ditegaskan pengurus Forum Komunikasi Angkot Siteba, Yanherri. Menurutnya, di Siteba saja para sopir angkot sehari biasanya mendapatkan setoran sekitar Rp 300 ribu. Namun, sejak adanya Go-Jek, merosot sehingga jadi sekitar Rp 200 ribu. ”Kantor Go-Jek tersebut harus ditutup. Mereka tidak mempunyai izin trayek. Sedangkan kami susah mengurus izin,” ujarnya.

Saat menghadapi tuntutan para sopir angkot, Kepala Dinas Perhubungan Sumbar, Amran mengakui bahwa Go-Jek di Padang memang belum memiliki izin operasi. “Jika tuntutannya untuk menutup aplikasi, kewenangannya tidak ada pada pemerintah daerah. Tapi kalau soal izin operasi dan penutupan kantor telah dilakukan hari ini juga,” jelasnya di hadapan para pengunjuk rasa.

Terpisah, Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Padang Yudi mengatakan, mulai Rabu (20/9) kantor Go-Jek di Kota Padang kantornya ditutup dan disegel. Penyegelan disaksikan instansi lainya, serta ribuan karyawan Go-Jek, para sopir angkot, serta pengusaha angkot. ”Penutupan kantor Go-Jek ini karena kantor tersebut tidak memiliki izin,” ungkapnya. 

Kabag Ops Polresta Padang Kompol Ediwarman menyebutkan, pihaknya mengerahkan sekitar 132 personel untuk mengamankan jalannya unjuk rasa yang para sopir dan pengusaha angkot.  “Unjuk rasa berjalan aman dan lancar. Walaupun hujan deras, kami tetap mengawal sampai unjuk rasa selesai,” ungkapnya.

Perwakilan atau pengurus Go-Jek di Kota Padang ketika ingin diwawancarai, mereka tidak bersedia berkomentar. Mereka memilih diam dan masuk ke dalam kantornya yang telah disegel Dishub Padang. 

Penutupan Bukan Solusi

Sementara itu, pengamat transportasi publik dari Universitas Andalas (Unand) Purnawan menilai, penutupan kantor  Go-Jek bukanlah solusi yang tepat dalam mengatasi demo pengusaha dan sopir angkot. “Dalam hal ini, saya lihat pemerintah lebih mengambil jalan tengah untuk meredam sementara kondisi yang ada. Namun penutupan kantor Go-Jek ini, tidak bakal menghentikan layanan jasa Go-Jek,” katanya.

Lebih-lebih, tambah dia, sejauh ini transportasi berbasis online ini banyak menguntungkan masyarakat termasuk yang tinggal di wilayah jauh dari pelayanan angkutan umum. “Keberadaan Go-Jek banyak membantu masyarakat, maka pemerintahan Jokowi menolerir operasional ojek untuk angkutan penumpang,” sebutnya.

Menurut Purnawan, pemerintah harus menyeimbangkan peran pelayanan dari berbagai moda di Padang. Sehingga, konflik persaingan yang terjadi berjalan sehat. “Untuk itu, pemerintah perlu meningkatkan pelayanan angkutan umum yang sudah ada (angkot), sehingga bisa bersaing dengan moda lain,” ulasnya. 

Di sisi lain, Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah mengaku belum bisa mengambil keputusan terkait penutupan kantor Go-Jek, Rabu (20/9). Kendati begitu, Mahyeldi berjanji segera mencarikan solusi terkait permasalahan angkutan online dengan konvensional tersebut.

“Dalam satu atau dua hari ini akan kita bahas dengan OPD (organisasi perangkat daerah) terkait. Bagaimana permasalahan sebenarnya dan bagaimana jalan keluarnya,” kata Mahyeldi usai memberi tausyiah memperingati Tahun Baru Islam di Masjid Jihad Jati Paraksalai, Kecamatan Padang Timur, kemarin (21/9).

Menurut Mahyeldi, kehadiran Go-Jek telah membuka lapangan pekerjaan bagi sekitar 3.000 orang di Kota Padang. Tak hanya itu, kehadirannya pun sangat membantu masyarakat. “Warga merasa terbantu dan harganya juga lebih murah serta layanan pun juga baik,” jelasnya.

Namun bagi angkot, tambah dia, kehadiran Go-Jek dapat mengurangi pendapatan mereka. “Inilah yang akan kita cari solusinya bersama-sama, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan,” sebut Mahyeldi.

Sangat Membantu 

Kebijakan pemerintah menutup kantor Go-Jek ini juga melahirkan perdebatan di tengah masyarakat. Nur Ahman, 45, pemilik rumah makan di Jalan Adinegoro ini mengaku, sejak keberadaan transportasi berbasis online ini, dia mengaku sangat terbantu. “Alhamdulillah, peningkatan jual beli ada, tapi belum terlalu signifikan,” ujar dia kepada Padang Ekspres, baru-baru ini.

Menurut dia, sebanyak 15 persen pembeli memesan nasi/ sambal melalui transportasi online. Hal itu sudah berjalan sejak beberapa bulan terakhir. “Bagi mereka yang memiliki keterbatasan waktu ke sini (rumah makan, red), bisa memesan lewat driver Go-Jek,” sebut dia.

Penjual tahu brontak pun juga ketiban rezeki. Seperti perjual tahu brontak Pak Udjang di Jalan Adinegoro Lubukbuaya. “Alhamdulillah, ada peningkatan tapi tak banyak,” ujarnya.

Yola Malinda, 24, warga Gunungpangilun, Padang, selaku pengguna transportasi online ini, mengakui bahwa keberadaan moda ini sangat membantu. “Malahan saat hujan melanda Padang, Rabu (20/9) lalu, saya bisa memesan makanan lewat fasilitas Go-Food.

Payung Hukum

Sementara itu, keputusan Mahkamah Agung (MA) menganulir 14 pasal dalam Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 yang direvisi Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak Dalam Trayek terkait transportasi online, membuat pemerintah tidak bisa lagi mengatur aspek tersebut. 

Dalam putusannya Nomor 37 P/HUM/2017, MA berpendapat bahwa angkutan sewa khusus berbasis aplikasi online merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dalam moda transportasi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan perjalanan dengan harga yang relatif murah dan tepat waktu. 

MA juga berpendapat bahwa fakta menunjukkan kehadiran angkutan sewa khusus telah berhasil mengubah bentuk pasar dari monopoli ke persaingan pasar yang kompetitif, dengan memanfaatkan keunggulan pada sisi teknologi untuk bermitra dengan masyarakat pengusaha mikro dan kecil dengan konsep sharing economy yang saling menguntungkan dengan mengedepankan asas kekeluargaan sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. 

Berikutnya, penyusunan regulasi di bidang transportasi berbasis teknologi dan informasi seharusnya didasarkan pada asas musyawarah mufakat yang melibatkan seluruh stakeholder di bidang jasa transportasi sehingga secara bersama dapat menumbuh-kembangkan usaha ekonomi mikro, kecil dan menengah, tanpa meninggalkan asas kekeluargaan.

Menurut Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono, aturan-aturan (14 pasal) yang telah dibatalkan MA itu tidak bisa lagi dihidupkan oleh pemerintah meski dengan cara membuat peraturan baru. “Kalau dibuat lagi itu merupakan bentuk pembangkangan terhadap pengadilan dan mencederai prinsip negara hukum,” ujar Bayu Dwi Anggono kepada wartawan, Jumat (15/9) lalu.

Sebelumnya, MA menganulir 14 pasal dalam Permenhub 26/2017 lantaran dianggap bertentangan dengan peraturan hukum yang lebih tinggi, yakni UU Nomor 20/2008 tentang Usaha Kecil Mikro dan Menengah dan UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 

Keputusan tersebut sebelumnya dianggap membatalkan berlakunya Permenhub 26/2017 secara keseluruhan. Organisasi Angkutan Darat (Organda) pun mengklaim, putusan itu menimbulkan kegamangan atas status hukum terkait transportasi online.

Lebih jauh Bayu menuturkan, pemerintah mestinya menaati keputusan MA yang telah menganulir 14 pasal tersebut. Oleh sebab itu, dia meminta Kemenhub tidak lagi menerbitkan aturan yang substansinya sama dengan pasal-pasal tersebut. “Hal itu sesuai dengan asas legalitas dan asas kepastian hukum,” kata Bayu.

Kemenhub sebagai lembaga pemerintahan wajib menaati UU Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. UU itu mengatur kewajiban pejabat pemerintah dalam menjalankan tugas kenegaraan. Salah satunya adalah asas kepastian hukum yang mengatur kepatuhan terhadap putusan pengadilan. 

“Intinya, bila MA mengabulkan permohonan Judicial Review, maka amar putusan menyatakan materi dalam produk hukum di bawah undang-undang itu bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi,” ujar Bayu.

Terkait keberadaan moda transportasi online yang dianggap tidak memiliki payung hukum, Bayu menganggap pemikiran tersebut keliru. Sebab, pengaturan untuk transportasi online tetap memiliki payung hukum lantaran MA tidak membatalkan seluruh Permenhub tersebut.

Dia berharap agar semua pihak menghormati keputusan MA dan tidak menafsirkan secara serampangan sesuai kepentingannya masing-masing. Adapun 14 pasal yang dianulir oleh MA secara umum mengatur seputar pengaturan tarif, wilayah operasional, kuota kendaraan operasional, domisili tanda kendaraan bermotor, STNK yang berbadan hukum, dan pengujian Sertifikasi Registrasi Uji Tipe (SRUT). Dengan demikian, Kemenhub dianggap tidak perlu lagi merumuskan aturan terkait hal-hal tersebut. (*) 

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Pemilih Pemula Diajak Kawal Pilkada

Daerah Diminta Perkuat Mitigasi