Palembang (ANTARA) – Tim penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menahan dua orang yang sebelumnya pada 23 Oktober 2023 telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penjualan aset Yayasan Batang Hari Sembilan.
“Penahanan kedua tersangka sehubungan dengan hasil penyidikan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penjualan aset Yayasan Batang Hari Sembilan berupa asrama mahasiswa di Jalan Puntodewo, Yogyakarta,” kata Kasi Penkum Kejati Sumsel Vanni Yulia Eka Sari di Palembang, Senin.
Ia menerangkan tim penyidik telah mengumpulkan alat bukti dan barang bukti sehingga berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni AS (almarhum) ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-11/L.6/Fd.1/10/2023 tanggal 23 Oktober 2023.
Kemudian MR (alm) ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-12/L.6/Fd.1/10/2023 tanggal 23 Oktober 2023, ZT ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-13/L.6/Fd.1/10/2023 tanggal 23 Oktober 2023.
Selanjutnya EM ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-15/L.6/Fd.1/10/2023 tanggal 23 Oktober 2023, dan DK ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-15/L.6/Fd.1/10/2023 tanggal 23 Oktober 2023.
ZT dan EM setelah diperiksa sebagai tersangka langsung dilakukan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Nomor: Print- 03 dan 04 /L.6.5/Fd.1/02/2024 tanggal 26 Februari 2024 untuk 20 hari ke depan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II B Merdeka Palembang dari tanggal 26 Februari hingga 16 Maret 2024.
Dasar untuk melakukan penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (1) KUHAP. “Dalam hal adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana,” katanya.
Ia menambahkan kerugian keuangan negara dalam kasus ini sekitar Rp10 miliar berdasarkan penilaian KJPP terhadap objek.
“Penyidik juga telah memeriksa 26 orang saksi,” tambahnya.
Ia menambahkan tersangka dijerat dengan dakwaan primer Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan dakwaan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ia memaparkan modus operandi yang dilakukan tersangka AS (alm) selaku mantan pengurus Yayasan Batang Hari Sembilan pada tahun 2015 meminta kepada tersangka EM Notaris di Palembang untuk menerbitkan akta pendirian Yayasan Batang Hari Sembilan Sumatera Selatan.
Bahwa Yayasan Batang Hari Sembilan Sumatera Selatan memiliki aset salah satunya berupa tanah di Jalan Puntodewo, Yogyakarta, yang di atasnya terdapat bangunan asrama mahasiswa Pondok Mesuji yang merupakan aset Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
Setelah terbentuknya yayasan, kemudian kemudian pengurus yayasan menerbitkan surat kuasa tersangka kepada tersangka MR (alm) dan tersangka ZT untuk menjual aset yayasan kepada Yayasan Mualimin Yogyakarta di hadapan notaris tersangka DK.
Para tersangka melakukan peralihan aset dimaksud melanggar ketentuan pasal 68 dan pasal 71 Undang-Undang Yayasan. Bahwa menurut pasal tersebut di atas apabila yayasan tersebut bubar demi hukum karena ia kehilangan status badan hukum maka terhadap aset tersebut harus dilakukan likuidasi dan terhadap sisa hasil likuidasi dapat diserahkan kepada yayasan yang mempunyai kesamaan kegiatan atau ke badan hukum lainnya yang memiliki kesamaan kegiatan atau diserahkan kepada negara.
Dalam hal ini para tersangka menjual aset tersebut bertentangan dengan ketentuan tersebut di atas.