Tak Sulit Cari Ikan Tenggiri buat Bahan Pempek dan Tekwan
Di dua kota di Qatar, keluarga-keluarga WNI tak menemukan kepanikan yang sampai harus memaksa mereka memborong sembako. Justru kerabat di kampung halaman yang cemas.
Pasangan Muhammad Abrar-Diona Novianty tinggal ribuan kilometer dari Palembang. Tapi, selama Ramadhan ini, yang tak pernah absen dari meja makan mereka tetap saja sajian khas kampung halaman: pempek dan tekwan.
“Buat pake ikan tenggiri. Banyak kok di sini,” kata Novi -sapaan Diona Novianty-kepada Sumatera Ekspres (Padang Ekspres Group) yang mengontaknya dari Palembang.
Di sini yang dimaksud ibu tiga anak itu adalah Al Wakrah, kota di pesisir Teluk Persia. Sekitar 21 kilometer dari Doha, ibu kota Qatar, negeri yang tengah dihantam krisis diplomatik.
Enam negara Arab (Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab/UEA, Yaman, Mesir, dan pemerintah Libya wilayah timur) ramai-ramai mengucilkan negeri emirat kaya gas dan minyak tersebut karena menudingnya pro-Iran dan mendukung terorisme. Saling usir warga sipil dan diplomat pun terjadi.
Jalur darat, air, dan udara ke Arab Saudi, Bahrain, dan UEA juga diblokade. Mata uang Qatar riyal ikut pula tertekan. Dan panic buying, terutama bahan kebutuhan pokok, pun dikabarkan terjadi.
Tapi, Novi dan Abrar mengaku sama sekali tak merasakan kepanikan itu. Di Al Wakrah, ritme keseharian berjalan seperti biasa. Tak sulitnya mencari ikan tenggiri untuk bahan membuat pempek, menurut Novi, adalah salah satu bukti bahwa keadaan di tempat tinggal mereka tetap normal. “Tak perlu borong sembako. Di sekitar kami tinggal, ketersediaan bahan pangan di supermarket dan toko masih aman,” kata Novi.
Data dari KBRI Doha, ada sekitar 43 ribu warga negara Indonesia (WNI) yang bermukim di Qatar. Sebagian besar karena bekerja, bukan menempuh pendidikan.
Abrar, misalnya, sejak dua tahun terakhir bekerja di perusahaan pupuk kimia (urea dan amonia) Qatar Fertilizer Company SAQ (QAFCO). Sebelumnya dia bekerja di PT Pupuk Sriwidjaya (Pusri).
Bersama sang istri Novi dan ketiga anak, Naura, Falaah, dan Queensha, Abrar tinggal di apartemen atas biaya perusahaan. “Kalau yang warga asing disuruh keluar dari Qatar, mungkin yang dari enam negara (yang mengisolasi, red) Qatar saja. Kalau WNI, tidak ada masalah,” sebut Abrar.
Dua anak pasangan Abrar-Novi, Naura dan Falaah, juga tetap bersekolah seperti biasa di Cambridge School. Naura duduk di kelas VI, Falaah kelas II. Sedangkan si bungsu masih balita.
“Anak-anak gak ada libur sampai 21 Juni. Insya Allah 22 Juni kami balek (pulang, red) ke Palembang. Nak Lebaran samo uwong tuo (Hendak Lebaran dengan orang tua),” ungkap Novi, yang rumah orang tuanya di kompleks Pusri Sako, Jalan Putak 2, Palembang.
Selama ini, untuk menjaga komunikasi dan silaturahmi sesama Wong Kito alias warga asal Palembang dan Sumatera Selatan di Qatar, mereka membuat Komunitas Palembang Qatar (Kompaq). “Kami juga ada arisan rutin. Yang datang bisa sampai 70-an orang,” kata Abrar.
Yang dialami pasangan Abrar-Novi itu juga dirasakan pasangan Eko Harriyanto-Trike Novera yang tinggal di Mesaieed. Di kota yang terletak 41 kilometer ke arah selatan Doha tersebut, pasangan yang telah dikaruniai dua anak itu mengaku sama sekali tak menemukan kepanikan akibat krisis diplomatik Qatar.
Yang panik, kata Rike, panggilan Trike Novera, justru keluarga mereka di Indonesia. Terus menelepon atau mengirim pesan melalui WhatsApp setelah menonton perkembangan krisis Qatar di televisi. “Padahal, kami yang di sini malah nyantai. Masih bisa ngemal, hehehe,” ungkap ibu dua anak asal Muara Enim, Sumatera Selatan, itu.
Rike hijrah ke Qatar menyusul suaminya yang bekerja di QAFCO. “Kalau suami sudah dua tahunan, dulunya juga kerja di PT Pusri. Kalau saya 10 Juni nanti baru setahun di sini,” ujar ibu Khaylila (4,5 tahun) dan Khalif (1 tahun 4 bulan) itu.
Soal bahan pangan, imbuh Rike, juga tak ada yang perlu dikhawatirkan di Mesaieed. Sayur-mayur dan buah, misalnya, berlimpah. Disuplai dari Thailand, Filipina, Turki, Bangladesh, India, Pakistan dan Tunisia.
“Pokoknya banyak, jadi nggak perlu ikut-ikutan borong sembako. Bumbu masakan juga lengkap. Ada supermarket khusus bahan-bahan makanan Indonesia. Termasuk, ada pula restoran masakan Indonesia,” paparnya.
Di Mesaieed, pasangan Eko-Rike tinggal di kompleks perumahan milik QAFCO. “Kalau di Mesaieed ini khusus daerah industri, makanya dinamakan Mesaieed Industrial City. Kotanya agak lebih sepi,” terangnya.
Dari Doha, untuk bisa sampai ke Mesaieed, akan melewati Al Wakrah dulu. Di Al Wakrah ada stadion megah yang dibangun untuk pelaksanaan ajang Piala Dunia 2022 yang akan dituanrumahi Qatar.
Yang sedikit berubah dari para WNI akibat krisis itu, mereka tidak lagi bisa bebas memasuki wilayah Arab Saudi. Saudi merupakan satu-satunya negara yang berbatasan wilayah darat dengan Qatar.
Abrar dan Novi, misalnya, sebelum krisis terjadi sempat pergi ke Saudi untuk sekalian umrah. Tapi, itu tak mungkin dilakukan sekarang akibat adanya blokade semua jalur transportasi. “Ada rencana ingin main ke Dubai,” ujar Novi.
Karena itu, Abrar-Novi di Al Wakrah maupun Eko-Rike di Mesaieed sudah pasti sangat berharap krisis diplomatik Qatar segera berakhir. “Sesama negara muslim, mestinya tak sulit,” ucap Abrar.
Sejumlah pihak seperti Turki, Perancis, dan Amerika Serikat memang terus menyerukan agar krisis diplomatik tersebut diselesaikan lewat dialog. Emir Kuwait Sheikh Sabah Al Ahmad Al Jaber Al Sabah, misalnya, juga tengah berupaya menjadi mediator.
Setelah berkunjung ke Saudi dan bertemu dengan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud Selasa lalu (6/6), Rabu (7/6) dia bertolak ke UEA. Sama seperti di Saudi, Sheikh Sabah bakal melakukan mediasi agar Abu Dhabi bisa menjalin hubungan baik lagi dengan Qatar.
Dibanding negara-negara lain yang mengisolasi Qatar, UEA memang yang paling kaku. Mereka mengeluarkan peringatan bagi para penduduknya agar tak bersimpati kepada Qatar.
Para WNI di Qatar tentu saja sangat menunggu semua upaya bisa segera membuahkan hasil. “So far, masih nyaman tinggal di sini. Apalagi, masjidnya di mana-mana, dengan fasilitas outstanding. Anak-anak juga betah,” kata Novi. (*)
LOGIN untuk mengomentari.