Kemenag sedang mengkaji skema baru dalam pelunasan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). Dalam skema baru yang sedang disiapkan, calon jemaah haji nanti bisa melakukan pelunasan ongkos haji dengan cara mencicil atau angsuran.
Harapannya jamaah bisa lebih dimudahkan, karena tidak langsung menyiapkan uang dalam jumlah besar. Skema pelunasan biaya haji secara cicilan itu disampaikan langsung oleh Menag Yaqut Cholil Qoumas.
“Skema yang kita siapkan belum sampai ke kenaikan (biaya haji). Tetapi kita mengusulkan formula cicilan pelunasan,” katanya usai mengikuti penutupan Munas dan Konbes NU 2023 di Asrama Haji Pondo Gede Jakarta Timur tadi malam (19/9).
Yaqut lebih dahulu menceritakan rangkaian persiapan haji 2024. Diawali dengan rapat evaluasi haji 2023 dengan Komisi VIII DPR pada 18 September. Kemudian disusul rapat evaluasi keuangan haji 2023 juga bersama Komisi VIII DPR pada 27 September. Berikutnya membahas persiapan haji 2024, mulai pertengahan Oktober depan.
Menteri yang akrab disapa Gus Men itu menjelaskan soal skema baru pelunasan haji yang mereka siapkan. “Agar (beban) calon jemaah haji tidak terlalu berat,” katanya.
Dia menuturkan selama ini jemaah harus menyiapkan uang sejumlah besaran yang ditetapkan pemerintah. Jamaah diwajibkan melunasi biaya perjalanan ibadah haji (Bipih). Yaitu biaya haji secara keseluruhan, dikurangi nilai manfaat atau subsidi dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Misalnya untuk haji tahun ini, pemerintah dan DPR menetapkan rata-rata total biaya haji atau BPIH sebesar Rp 90 jutaan per jemaah. Dari jumlah itu, rerata tanggungan jemaah atau Bipih ditentukan Rp 49,8 juta per jemaah.
Setiap jemaah sebelumnya sudah membayar uang muka Rp 25 juta. Sehingga saat pelunasan harus menyiapkan dana Rp 24,8 jutaan secara langsung. Nah di skema yang baru nanti, jamaah tidak harus menyiapkan uang pelunasan secara gelondongan.
Tetapi diberikan waktu untuk mencicil atau mengangsur. Skema teknisnya akan ditetapkan berikutnya oleh Kemenag bersama DPR. Dia menjelaskan aturan mencicil uang pelunasan itu hanya berlaku untuk calon jemaah yang bakal berangkat di tahun berjalan.
Bukan untuk jemaah yang masih berada di daftar antrian atau waiting list. “Kan kita (membahasnya) untuk jamaah per tahun. Tidak bisa semuanya,” kata Yaqut.
Pada kesempatan itu, Yaqut juga menjelaskan soal pengurangan kuota petugas haji. Tahun ini kuota petugas haji Indonesia sebanyak 4.200 orang. Tetapi untuk tahun depan, Saudi memberikan kuota petugas haji untuk Indonesia hanya 2.000 kursi. “Ini persoalan,” katanya.
Dengan kuota petugas hanya 2.000 orang, berarti rasio petugas dengan jemaah mencapai 1:100 orang. Menurut dia idealnya adalah 1:50 orang, sukur-sukur bisa 1:25 orang. Sehingga jemaah bisa mendapatkan layanan pendampingan yang maksimal. “Saya akan berangkat ke Saudi, menjelaskan soal rasio petugas haji,” katanya. (wan/jpg)