JAKARTA, METRO – Pemerintah memberikan perhatian besar terhadap bawang merah karena pengaruhnya cukup signifikan mempengaruhi pergerakan inflasi. Targetnya, pasokan dan harga bawang merah stabil sepenjang tahun dan tetap menguntungkan petani dan konsumen.
Banyak pihak menilai, pemerintah berhasil mengendalikan harga bawang merah yang dulu nyaris selalu menyumbang inflasi tinggi, khususnya menjelang hari besar keagamaan nasional. Catatan BPS menyebut pada September 2019, bawang merah justru menyumbang deflasi sebesar -12,67 persen dibanding Agustus 2019 sebesar -12,65 persen.
Data BPS juga merilis kenaikan produksi bawang merah sepanjang tahun 2018 sebesar 3 persen dibanding tahun sebelumnya.
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto menyebutkan, penyebab turunnya harga bawang merah tidak selalu sama di setiap daerah.
“Bisa karena over supply akibat panen serentak, kualitas bawang yang rendah, industri pengolahan yang belum berkembang, serta keterbatasan akses pemasaran. Untuk Probolinggo, informasinya memang ada serangan ulat grayak yang merusak tanaman. Kami akan cek dan tindaklanjuti segera,” terang Anton panggilan akrab beliau.
Untuk mengatasi hal tersebut, kata Anton, dirinya sudah menugaskan jajarannya untuk memfasilitasi sarana pengolahan dan memperkuat akses pasar. Pun termasuk mengatasi serangan ulat grayak yang menurunkan kualitas produk.
“Sebenarnya kondisi inflasi maupun deflasi sama-sama tidak menguntungkan. Pemerintah inginnya harga stabil menguntungkan, ya petani, ya konsumen,” ujar Plt. Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Sukarman saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (4/10). Diakuinya, saat ini harga bawang merah di beberapa sentra kurang menguntungkan petani.
Menurut Sukarman, program pengembangan kawasan bawang merah yang digulirkan hampir di seluruh daerah Jawa bertujuan untuk stabilisasi pasokan dan harga terutama untuk kota-kota besar seperti Jakarta. Di samping itu juga sebagai pengembangan varietas tertentu yang diminati pasar internasional untuk tujuan ekspor.
Sementara pengembangan di luar Jawa terfokus untuk memenuhi kebutuhan daerah setempat sehingga memperpendek jalur distribusi dan harga terjangkau oleh konsumen dan tetap stabil, namun tetap menguntungkan petani.
“Harga rendah biasanya terjadi karena musim panen raya serentak. Bisa juga akibat panen yang tidak maksimal karena serangan hama penyakit,” tegas Sukarman. (jpc)