Masyarakat harus diberi penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat agar tidak terjebak dalam perjalanan umrah yang tidak lazim.
JAKARTA – Pemerintah mengimbau agar kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 5 persen untuk pelayanan haji dan umrah tidak disalahgunakan oleh para biro perjalanan haji dan umrah untuk mengeruk keuntungan yang di luar kewajaran.
Kementerian Agama (Kemenag) diminta mengawasi dan berani menindak tegas travel-travel yang nakal dan menaikkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) secara tidak wajar.
”Selaian itu, masyarakat perlu diberikan informasi terkait travel-travel yang legal agar tidak ada lagi kasus penipuan dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah,” kata Deputi bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Agus Sartono, di Jakarta, Jumat (5/1).
Dia mengatakan, sebagai pengawal penyelenggaraan ibadah haji di Kemenko PMK, Agus meminta Kemenag, kantor wilayah agama di setiap provinsi dan kantor agama di setiap kabupaten/kota untuk memberikan penyuluhan atau sosialisasi.
“Ini harus dijadikan kesempatan untuk menyosialisasikan kepada masyarakat agar tidak terjebak dalam perjalanan umrah yang tidak lazim,” terang Agus.
Kemenko PMK, lanjut Agus, pada bulan Januari ini akan melakukan langkah koordinasi tingkat menteri untuk memastikan agar penyelenggaraan ibadah haji 2018 bisa berjalan lebih baik.
“Tahun ini, kami ingin memastikan bahwa penyelenggaraan ibadah haji bisa lebih baik. Karena itu, upaya gotong royong dalam mensukseskan program harus terus kita tingkatkan,” ujar dia.
Sebelumnya, pemerintah Arab Saudi mengumumkan kenaikan pajak pelayanan haji dan umrah sebesar 5 persen. “Memang mungkin akan terjadi kenaikan, tetapi tidak serta merta biaya haji dan umrah naik 5 persen,” ucap Agus.
Menurut Agus, adanya kenaikan PPN 5 persen untuk pelayanan haji dan umrah itu kewenangan pemerintah Arab Saudi.
Namun, kenaikan PPN itu hanya berlaku untuk barang-barang yang diproduksi di Arab Saudi. Untuk barang dan jasa dari luar Arab Saudi belum ada kenaikan. “Jadi, kalaupun ada kenaikan, ya mestinya di bawah 5 persen,” ujarnya.
Agus menjelaskan bahwa komponen yang diperkirakan naik adalah biaya pemondokan, hotel, cendera mata, kurma, dan katering, sedangkan untuk biaya dalam negeri dan biaya pesawat tidak mengalami kenaikan.
Dia menyebutkan, adanya PPN tersebut memang akan berdampak terhadap naiknya harga ibadah haji dan umrah, namun untuk itu masih dalam proses kajian lebih lanjut. “Yang terpenting saat ini kita bersama-sama berupaya agar kenaikan biaya tersebut tidak sampai memberatkan masyarakat,” jelas Agus.
Dongkrak Kenaikan
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Sodik Mudjahid, mengatakan kebijakan kenaikan PPN dari pemerintah Arab Saudi berpotensi mendongkrak kenaikan biaya umrah dan biaya haji.
Namun menurutnya, dampak signifikan yang perlu diwaspadai bukan hanya pada angka 5 persennya, melainkan multiplier effect dari angka tersebut. “Juga budaya pengusaha arab saudi dalam memanfaatkan peluang kenaikan,” jelasnya.
Pemerintah, dalam hal ini Kemenag dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) , harus bersinergi dan bekerja keras agar kebijaksanaan kenaikan PPN tersebut tidak berdampak signifikan terhadap BPIH.
Menurut Sodik, pemerintah harus meminta pemerintah Arab Saudi agar secara ketat melakukan pengawasan kenaikan harga akibat PPN. “Terutama yang terkait dengan produk dan jasa haji seperti sewa rumah, sewa kendaraan, sewa properti, dan jasa katering,” ujar anggota dewan dari Fraksi Partai Gerindra ini.
Kemenag, lanjut dia, juga perlu melakukan evaluasi struktur dan jenis pengeluaran BPIH selama ini. Misalnya, rencana penambahan makan di Arab Saudi menjadi perlu ditinjau ulang, menekan biaya di dalam negeri, memperbanyak pengangkutan oleh Garuda, meninjau besaran dan waktu pembagian living cost bagi jemaah, dan kepandaian negosiasi. cit/E-3