in

Kerajaan Sriwijaya Memerangi Kerajaan Kediri, Kesultanan Perlak dan Kerajaan Singasari

Oleh: Dudy Oskandar, Jurnalis

PUSTAKA Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara, adalah sebuah karya sastra dalam bahasa Jawa Kuno yang berasal dari Cirebon. Konon karya sastra ini merupakan bagian dari Naskah Wangsakerta yang diprakarsai oleh Panitia Pangeran Wangsakerta. Karya sastra ini sempat dianggap kontroversial oleh sejumlah arkeolog Indonesia karena diragukan keasliannya .
Isi buku ini terutama mengenai sejarah, dan terutama sejarah kerajaan-kerajaan di bumi Nusantara, seperti disebut dalam judulnya.
Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara dibagi ke dalam lima “parwa” (bab), yang masing-masing berjudul tersendiri:
Pustaka Kathosana Rajyarajya i Bhumi Nusantara
Pustaka Rajyawarnana Rajyarajya i Bhumi Nusantara
Pustaka Kertajaya Rajyarajya i Bhumi NUsantara
Pustaka Rajakawasa Rajyarajya i Bhumi Nusantara
Pustaka Nanaprakara Rajyarajya i Bhumi Nusantara

Kisah Pertama Berdasarkan pemeriksaan pada sekian banyak kitab-kitab kuna yang dimiliki oleh mahakawi dari Pulau Sumatera dan mahakawi Pulau Jawa, beginilah kisahnya : dimulai ketika Sri Ghandra menjadi Raja Kediri pada tahun seribu seratus tiga (1103) tahun Saka.

Besar sekali keinginannya untuk memperluas Kerajaan Kediri. Sri Gandra yang bergelar Sri Kroncayyahanda Bhuwa(na)palaka Parakramanindita Digjayottunggadewa, kemudian bersama angkatan perang Kediri menyerang dan menaklukkan kerajaan-kerajaan yang ada di pulau-pulau di bumi Nusantara, termasuk yang ada di Pulau Jawa dan pulau-pulau sebelah timurnya. Armada lautnya yang besar berangkat beriringan menuju ke utara, ke timur, ke barat.

Mereka selalu mendapat kemenangan dalam perangnya. Tetapi kerajaan-kerajaan di pulau bagian barat semua sudah tunduk kepada kerajaan Sriwijaya. Oleh karena itu, balatentara Kediri lalu menyerang kerajaan Sriwijaya. Demikianlah, armada laut Kediri dengan Sriwijaya berperang di tengah laut Jawa Barat. Pada peperangan itu keduanya bertempur dengan gagah berani, tiada yang kalah.

Masing-masing kembali ke negerinya. Cita-cita Sang Prabu Kediri tidak tercapai. Sedangkan kerajaan Sriwijaya tidak berani menyerang Kediri. Dengan sendirinya Raja Sriwijaya kemudian menyuruh utusannya pergi kepada Maharaja Cina memberitahukan dan meminta bantuan Sang Maharaja Cina, karena Kerajaan Kediri ingin menyerang Kerajaan Sriwijaya.

Bukankah sudah lama Kerajaan Sriwijaya bersahabat dengan Kerajaan Cina. Begitu juga Kerajaan Kediri sudah lama bersahabat dengan Kerajaan Cina. Kemudian Maharaja Cina mengutus dutanya dengan membawa dua pucuk surat yaitu sepucuk surat untuk diberikan kepada Raja Sriwijaya, dan yang sepucuk lagi untuk diberikan kepada Raja Kediri. Hal ini dilakukan oleh Sri Maharaja Cina supaya Kerajaan Kediri dan Kerajaan Sriwijaya segera mengakhiri perseteruan di antara mereka. Serta segera mengadakan perundingan. Pada akhirnya Raja Kediri mempertimbangkan kembali dan mengakhiri perseteruan dengan menjalin persahabatan.

Adapun yang dijadikan tempat mengadakan perjanjian persahabatan kedua negeri ituadalah Sundapura di Bumi Jawa Barat. Serta yang menjadi saksinya dari beberapa negeri yaitu utusan dari Kerajaan Cina, utusan Kerajaan Yawana, Utusan Kerajaan Syangka, utusan Kerajaan Singhala, utusan Kerajaan Campa, utusan Kerajaan Ghaudi, dan beberapa utusan kerajaan dari Bumi Bharata. Dengan segala usaha yang sungguh-sungguh akhirnya selesailah dengan sempurna, dengan mempererat persahabatan dan saling bekerjasama di antara Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Kediri dalam segala hal, pada tahun seribu seratus empat (1104) Saka. Keduanya menaati perjanjian persahabatan itu.

Kemudian Kerajaan Sriwijaya sejak saat itu menguasai pulau-pulau di Bumi Nusantara sebelah barat serta Kerajaan Sanghyanghujung. Sedangkan Kerajaan Kediri semenjak itu menguasai pulau-pulau di Bumi Nusantara sebelah timur. Di antara kekuasaan Kerajaan Sriwijaya atau kerajaan-kerajaan yang takluk kepada Kerajaan Sriwijaya adalah Tringgano, Pahang, Langkasuka, Kalantan, Jelutung, Semwang, Tamralingga, Ghrahi, Palembang, Lamuri, Jambi, Dharmasraya, Kandis, Kahwas, Batak, Minangkabwa, Siyak, Rokan, Kampar, Pane, Kampeharw atau Mandahiling, Tumihang, Parllak, dan di barat Lwas Samudra, dan di Lamuri, Batan, Lampung, Barus, termsuk juga Jawa Barat di Bumi Sunda yaitu daerah yang berada di sebelah barat Sungai Cimanuk, atau di sebelah timur Sungai Citarum ke sebelah barat.

Adapun bagian timurnya merupakan daerah Kerajaan Kediri sampai Jawa Timur dan Mahasin dan sekitar Pulau Sumatera. Sedangkan yang termasuk kerajaan daerah kerajaan Kediri di antaranya yaitu Tumapel, Medang, Hujung Ghaluh, Jenggi, daerah Jawa Tengah, Ghurun, dan pulau-pulau yang ada di Ghurun Tenggara, Nusa Bali, Badahulu, Lwah Ghajah, Sukun di Taliwang, dan Domposapi, Sanghyang Api, Bhim, Seran, Hutan, Lombok, Mirah, Saksakani, Bantayan, Luwuk, kemudian dari pulau-pulau Makasar, Butun, Banggawi, Kunir, Ghaliyao, Salaya, Sumba, Solot, Muar, Wandan, Ambwan, Maloko, Timur,Tanjungnagara di Kapuhas, Kantingan, Sampit, dan Kutalingga, Kutawaringin, Sambas, Laway, Kandangan di Landa, Tirem, Sedu, Buruneng, Kalka, Saludung, Solot, Pasir, Baritwa di Sawaku, Tabalung, Tanjungpura, dan beberapa puluh lagi kerajaan-kerajan kecil di pulau-pulau sekitar Bumi Nusantara.

Demikianlah kekuasaan Kerajaan Kediri berada di sebelah timur Bumi Nusantara. Dengan demikian kedua kerajaan – Kediri dan Sriwijaya – senantiasa baik dalam persahabatannya.

Pada saat itu ada kerajaan yang sudah berdiri di Sumatera bagian utara yaitu Kesultanan Parlak (Perlak) sebagai kerajaan kecil. yang menjadi sultan Parlak yaitu Sayid Abdulajis yang bergelar Sultan Alaiddin Syah. Beliau memerintah kerajaan pada tahun seribu delapan puluh tiga sampai seribu seratus delapan (1083-1108) tahun Saka.

Bukankah di Pulau Sumatera bagian utara banyak para pendatang dari Negeri Arab, Ghujarat di Bumi Bharata, Parsi, Negeri Sopala, Negeri Kibti, Yaman di Bumi Hadramaut, Bagdad, serta yang lainnya lagi. Mereka – para pendatang – itu memeluk agama, yaitu agama Rasul yakni Agama Islam.
Sang Sultan sendiri memeluk agama Islam Aliran Syi’ah. Adapun keturunannya yaitu putri Raja Parlak. Sesudahnya Sayid Abdulajis mangkat kemudian digantikan oleh putranya yaitu Sultan Alaiddin Abdurakim Syah gelarnya. Sayid Abdurakman menjadi sultan pata tahun seribu seratus delapan (1108) Saka sampai seribu seratus tiga puluh tiga (1133) Saka.

Sementara itu Negeri Paseh di Bumi Sumatera bagian utara juga sudah lama berdiri sebagai kerajaan kecil sejak tahun seribu lima puluh (1050) Saka. Adapun Sultan Negeri Paseh yang pertama yaitu Sultan Abud Al kamil namanya. Karena itu lamanya seratus lima puluh tujuh tahun atau sampai tahun seribu dua ratus tujuh (1207) Saka, sudah beberapa orang raja Negeri Paseh.

Adapun Abud Almalik tersebut asal mulanya adalah seorang laksamana angkatan laut Kerajaan Mesir dari Dinasti Fatimiyah. Dia diberi kekuasaan sebagai sultan di Paseh di Bumi Sumatera bagian utara. Setelah menjadi Sultan Paseh maka raja-raja setelahnya disebut Almalik dinastinya.

Karena di Mesir terjadi pergantian dinasti sultan yang memerintahnya, dari Dinasti Fatimiyah ke Dinasti Mamaluk, yang juga disebut Dinasti Ayyub, kemudian Sultan Mesir mengutus dutanya yaitu laksamana angkatan laut Sekh Ismail Asiddik namanya.

Sampailah ia di Pulau Sumatera bagian utara. Di situlah sang laksamana kemudian merajakan kepala daerah Paseh Marah Silu. Bukankah dia dan para pengikutnya sudah memeluk agama Rasul. Marah Silu dirajakan olehnya menjadi Sultan Paseh dengan gelar Sultan Malikus Saleh.

Menjadi Raja Paseh pada seribu duaratus tujuh (1207) Tahun Saka hingga seribu dua ratus Sembilan belas (1219) Tahun Saka. Sultan Malikus Saleh kemudian menikah dengan putrid Perlak Ratu Ghanggansari namanya, ia putrid Sultan Parlak Makhdum Alaiddin Muhammad Amin Syah ibnu Malik Abdulkadir. Adik Putri Ghanggansari yaitu Ratu Ratna Komalasari dijadikan istri oleh Raja Tumasik yaitu Raja Iskandar 20 Syah. Adapun Sultan Makhdum Alaiddin Muhammad Amin Syah, menjadi Sultan Parlak pada seribu seratus enam puluh lima (1165) Tahun Saka sampai seribu seratus delapan puluh Sembilan (1189) Tahun Saka.

Namanya adalah Sultan Makhdum Alaiddin Abdulkadir Syah. Menjadi Sultan Parlak sendiri empat tahun, yaitu pada seribu seratus enam puluh satu (1161) Tahun Saka sampai seribu seratus enam puluh lima (1165) Tahun Saka. Dia berkuasa sebagai sultan dari hasil perebutan terhadap Sultan Alaiddin Mughayat Syah dari Dinasti Abdulajis.

Sultan Makhdum Alaiddin Abdulkadir Syah tersebut nama yang sesungguhnya adalah Wong Agung Meurah Abdulkadir. Adapun Sultan Alaiddin Mughayat Syah atau sultan yang direbut kekuasaannya menjadi raja sendiri selama 10 tiga tahun yaitu pada seribu seratus lima puluh delapan (1158) Tahun Saka hingga seribu seratus enam puluh satu (1161) Tahun Saka. Dia adalah putra Sultan Alaiddin Sayid Abas Syah ibnu Sayid Abdurakim Syah.

Sultan Sayid Abas Syah menjadi raja pada seribu seratus tiga puluh dua (1132) Tahun Saka. sampai seribu seratus lima puluh delapan (1158) Tahun Saka. Kemudian menurut kisahnya lagi, kakanda Putri Ghanggansari yaitu Sultan Kahdu Abdulmalik Syah namanya, menggantikan ayahnya yaitu Sultan Makhdum Alaiddin Muhammad Amin Syah.

Sultan Makhdum Abdulmalik Syah menjadi sultan pada seribu seratus delapan puluh sembilan (1189) Tahun Saka sampai pada seribu seratus sembilan puluh tujuh (1197) Tahun Saka Seperti yang sudah diceritakan tadi, seluruh kerajaan di Bumi Sumatera diatur dan takluk kepada maharaja Sriwijaya.

Demikian pula sultan-sultan yang ada di Sumatera bagian utara sejak berdiri kerajaannya. Tetapi ada kekhawatiran, sultan tersebut semuanya tidak suka berbakti kepada sang Maharaja Sriwijaya. Bukankah sultan yang ada di Sumatera bagian utara tersebut adalah pemeluk agama Islam. Sedangkan sang Maharaja Sriwijaya memeluk agama Budhayana. Oleh karenanya Sultan Parlak yaitu Sultan Makhdum Abdulmalik Syah ibnu Muhammad Amin Syah tidak mau berbakti dan tidak mau memberikan upeti kepada Maharaja Sriwijaya.

Sultan Abdulmalik sudah berkata, katanya, “Kerajaanku ini kelak akan menjadi merdeka tidak lagi berbakti kepada Maharaja Sriwijaya. Bersamanya Kerajaan Mesir dan Parsi, juga Kerajaan Ghujarat menjadi pemimpin kerajaan-kerajaan di Bumi Sumatera serta diberinya bantuan bagi sultan-sultan yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Pada akhirnya sang maharaja mendengar hal itu, kemudian murka tiada berkeputusan.

Oleh karena itu pada seribu seratus Sembilan puluh tujuh (1197) Tahun Saka, bala tentara Sriwijaya kemudian menyerang Sultan Parlak dan terjadilah pertempuran yang seru. Bala tentara Kerajaan Parlak kalah perang dan dikuasai.

Sedangkan Sultan Parlak gugur di medan perang. Bukankah pasukan Sriwijaya demikian besar semuanya tidak terhitung banyaknya. Meskipun Kerajaan Sriwijaya mendapat bantuan dari Maharaja (Cina) di antaranya yaitu senjata, perlengkapan perang, serta bermacam-macam barang, dengan tujuan untuk menjaga serangan musuh yang menyerbu Bumi Sriwijaya, tetapi kemudian Sriwijaya kalah perang melawan bala tentara Singhasari yang dipimpin oleh Senapati Kebo Anabrang pada tahun itu juga. Kemudian digantikan kisahnya sementara. Demikianlah.

Adapun Kerajaan Tumapel kemudian disebut Kerajaan 10 Singhasari pada waktu sang Prabu Jayawiçnuwardhana menjadi raja, banyaklah sahabatnya dari berbagai negeri. Beberapa di antaranya yaitu, Kerajaan Sunda di Bumi Jawa Barat dengan Kerajaan Melayu Dharmmasraya di Bumi Sumatera.

Kerajaan-kerajaan di Bumi Sanghyang Hujung, kerajaankerajaan di Tanjungpura, kerajaankerajaan di Bumi Bharata, Kerajaan Singhala, kerajaan di Bumi Ghaudi, beberapa kerajaan di Bumi Sopala, Kerajaan-kerajaan Syangka, Campa, Yawana, Tumasik, Singhanagari, Kerajaan Cina, dan banyak lagi yang lainnya. Raja Melayu Dharmmaçraya yaitu Sri Trailokyaraja Maulibhuçana Warmmadéwa gelarnya, memperistri Putri Raja Syangka.

Dari perkawinannya mempunyai anak beberapa orang. Tiga orang diantaranya masing-masing yaitu yang tertua di kemudian hari menggantikan ayahnya menjadi raja dengan gelar Tribhuwanaraja Mauliwarmmadéwa. Yang kedua perempuan, Dara Kencana namanya. Dan yang ketiga Dara Puspa namanya, serta masih ada beberapa lagi anak Raja Melayu ini.

Pada waktu Prabhu Kertanagara menjadi Rajamuda Singhasari memperistri Dara Kencana. Sedangkan Dara Puspa diperistri oleh Rajamuda Kerajaan Sunda yaitu Rakryan Saunggalah Sang Prabhu Ragasuci namanya. Dari perkawinannya, Prabhu Kertanegara dengan Dara Kencana lahirlah beberapa orang anak. Dua orang di antaranya yaitu Dara Jingga namanya dan Dara Petak namanya. Dari perkawinan Dara Puspa dengan Rakryan Saunggalah lahirlah beberapa orang anak, salah satu di antaranya yaitu sang Prabhu Citragandha Bhuwanaraja gelar kebesarannya, kelak menggantikan mertuanya yaitu Prabhu Ghuru Dharmmasiksa menjadi raja Sunda.

Pada saat sang Tribhuwanarajamauli Warmmadewa berkuasa di Kerajaan Melayu Dharmmaçraya, Maharaja Cina tidak berkeinginan menaklukkan kerajaan-kerajaan yang ada di pulau-pulau Bumi Nu santara. Seperti Kerajaan Melayu dan kerajaan kerajaan lainnya yang ada di Sumatera. Sedangkan Kerajaan Sriwijaya sebagai penguasa Sumatera bagian utara dijadikan sahabat oleh Maharaja Cina. Padahal sesungguhnya ada keinginan untuk mengalahkan dan menguasai Bumi Nusantara, menjadi raja segala raja.

Oleh sebab itu Maharaja Cina selamanya bersahabat dengan Kerajaan Sriwijaya, serta juga memberikan bantuan segala macam perlengkapan perang dan keperluan kerajaan olehnya pada waktu Sultan Parlak melepaskan negaranya dari kekuasaan 20 Kerajaan Sriwijaya. Sang Sultan berdamai dan mencari bantuan kepada Kerajaan Singhasari. Pada seribu seratus sembilan puluh tujuh (1197) Tahun Saka Raja Singhasari Sri Maharaja 5 Kartanagara mempersiapkan bala tentaranya menuju ke Negeri Melayu dipimpin oleh Sang Kebo Anabrang sebagai 10 Panglima Angkatan Laut dan Panglima Perang.

Bala tentara Singhasari berangkat dengan segala peralatan perang dan 15 perlengkapannya. Balatentara Singhasari yang berangkat ke seberang memiliki tujuan yang banyak, di antaranya yaitu ingin menjalin 20 persahabatan dengan Kerajaan Melayu, Kerajaan Parlak, dan kerajaan-kerajaan yang ada di pulau-pulau di Bumi Nusantara. Selain itu keberangkatan Sang Kebo Anabrang ke Sumatera dengan 5 membawa pulang permaisuri yaitu Darakencana, istri Sri Maharaja Kertanagara, karena sang permaisuri ingin 10 tinggal di Negeri Melayu, yaitu negerinya.

Balatentara Singhasari dijadikan pemimpin bagi kerajaan-kerajaan yang takluk kepada Kerajaan Singhasari termasuk negara yang sudah menjadi sahabat dan meminta agar terus menjalin persahabatan dengan Sri Maharaja Kertanagara. Sebagai sahabat mereka, angkatan laut Singhasari selalu berkeliling ke negeri-negeri seberang yaitu Sanghyang Hujung, Tanjungpura, termasuk Bakulapura, Makasar termasuk pulau-pulaunya, Ghurun, Seran, dan pulau-pulau di sekitarnya, Sunda di Bumi Jawa Barat, Ambun, Maloko, dan pulau-pulau di sekitarnya, dan banyak lagi yang lainnya.

Oleh karena itu, ketika Sultan Parlak diserang oleh balatentara Sriwijaya, balatentara Singhasari datang ke situ, melepaskan Kerajaan Parlak yang ada di Pulau Sumatera bagian utara. Akhirnya balatetara Sriwijaya melarikan diri karena kalah.

Maharaja Cina marah ketika mengetahui balatentara Singhasari unggul perangnya. Tetapi balatentara Cina tidak membalas serangan itu, karena di dalam negerinya juga banyak pemberontakan. Selain itu Bala tentara Cina juga sedang menaklukkan beberapa negeri yang jauh. Serta bala tentara Singhasari tidak memusuhi balatentara Cina, karena Kerajaan Singhasari dengan Kerajaan Cina bersahabat.

Kemudian ketika putri Sri Maharaja Kertanagara dari permaisuri Darakencana yaitu Putri Darajingga dijadikan istri oleh sang Rajamuda Melayu Sri Wiswarupakumara putra Raja Melayu Dharmmaçraya Tribhuwanaraja Mauliwarmmadéwa pada seribu dua ratus tiga (1203) Tahun Saka.

Sri Kertanagara diberi hadiah arca Amoghapāça dan surat dari Raja Melayu dengan beberapa orang mentri raja, ahli nujum, dan balatentara Singhasari. Sangat senanglah hati rakyat negeri Melayu, dirajai oleh Raja Melayu Tribhuwanaraja Mauliwarmmadéwa.

AdapunTribhuwanaraja dengan Darakencana itu kakak beradik. Jadilah Sri Wiswarupakumara dengan istrinya yaitu Darajingga saudara satu kakek. Kemudian sang mahakawi dari Sundagiri dan sang mahakawi (Swarnabhumi) mengisahkan lagi demikian, tentang hubungan saudara dari keluarga besar Raja Sunda, Raja Melayu, dan Raja Jawa.

Adapun Raja Sunda Prabu Ghuru Darmasiksa dengan gelar Prabu Sanghyang Wiçnu atau disebut juga Sang Paramārtha Mahāpurusanamny yang lain beristrikan putri dari Swarnabhumi, keturunan Maharaja Ssanggramawijayotunggawarman yang sudah turun-temurun.

Dari perkawinannya dengan putri Swarnabhumi Raja Sunda berputera beberapa orang, dua orang di antaranya masing-masing yaitu, pertama Rakryan Jayagiri yaitu Rakryan Jayadarma namanya yang lain; kedua Rakryan Saunggalah atau sang Prabhu Ragasuci namanya yang lain, kemdian disebut sang Mokteng Taman.

Oleh Prabhu Jayawiçnuwardhana, Rakryan Jayadarma dinikahkan dengan keluarganya yaitu Dewi Singhamurti namanya, ia adalah putri Mahisa Campaka. Menurut sang mahakawi Jawa, Dewi Singhamurti itu namanya Dyah Lembu Tal. Dari perkawinannya, Dewi Singhamurti dengan Rakryan Jayadarma berputeralah Sang Nararya Sanggramawijaya.

Menurut sang mahakawi dari Jawa, Sang Nararya Sanggramawijaya menjadi Raja Wilwatikta yang pertama dengan gelar Kretarajasa Jayawardana atau Rahadyan Wijaya namanya yang lain.

Sedangkan adik Rakryan Jayadarma yaitu Rakryan Ragasuci menikah dengan putrid Maharaja Trailokyaraja Maulibhuçanawarmmadewa, Raja Melayu Dharmaçraya yaitu Darapuspa namanya. Dan kakaknya Darapuspa yaitu Darakencana dijadikan istri oleh Prabhu Kretanagara. Dan kakandanya Darakencana yaitu Tribhuwanaraja Mauliwarmmadéwa dijadikan rajamuda pada waktu itu juga. Kemudian dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahnya.

Adapun Rakryan Sunu Jayagiri Sang Jayadarmma tidak pernah menjadi Raja Sunda di Bumi Jawa Barat karena beliau meninggal waktu ayahnya masih hidup. Karena itu, Dewi Singhamurti dengan putranya yaitu Raden Wijaya waktu masih kanak-kanak kembali ke negeri asalnya hidup bersama mertuanya yaitu Mahisa Campaka.

Ketika sang putera menginjak remaja, ia sangat pandai, mahir dalam segala ilmu, mahir memanah dan mahir dalam ilmu kenegaraan serta ilmu yang lainnya. Karena sang putera tinggal di keraton Singhasari bersama saudaranya yaitu Prabu Kretanagara, serta dia selalu belajar kepada beberapa menteri dan senapat, sang prabu, dan orang-orang yang mahir dalam ilmu pengetahuan. Karena itu, oleh Sang Prabhu Kretanagara, sang putera yaitu Raden Wijaya dijadikan senapati angkatan perang Singhasari.

Adapun perkawinan Sang Prabu Ragasuci dengan puteri Melayu Darapuspa berputera beberapa orang, salah satu di antaranya Sang Prabu Citraghanda Bhuwanaraja, yang menggantikan ayahnya yaitu Sang Prabu Ghuru Dharmasiksa menjadi raja Sunda.

Waktu pertama mulai Raden Wijaya menjadi raja Wilwatikta, mertuanya yaitu Sang Prabu Ghuru Dharmasiksa sudah berpesan kepada cucunya, “Janganlah kamu memaksakan kehendak atau ingin menyerang dan menguasai Bumi Sunda, karena sudah dikelilingi oleh saudaramu nanti kalau aku sudah meninggal. Karena negaramu sudah besar, aman, dan sentosa. Aku tahu keutamaan cucuku dalam keunggulan dan kemenangan atas musuhmu, nanti engkau akan menjadi raja besar. Itu adalah takdir dari Hyang Tunggal yang sudah menjadi suratannya. Seyogyanya Kerajaan Jawa dengan Kerajaan Sunda saling berdekatan erat, bekerja bersama-sama, saling mengasihi di antara saudara! Karena itu janganlah saling menyerang kekuasaan kerajaan masing-masing, sehingga menjadi baik, selamat, dan sejahtera! Jikalau Kerajaan Sunda mendapat kesusahan, Wilwatikta sedapat-dapatnya memberikan bantuan, demikian juga Kerajaan Sunda kepada Wilwatikta!”

Kemudian amanat Sang Prabu Ghuru Darmasiksa selalu ditaati oleh Raden Wijaya dengan setia, serta menepati janjinya.

Demikianlah, sejak berdiri Kerajaan Wilwatikta sampai pada enam puluh tahun Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Wilwatikta senantiasa rukun bersaudara, tidak pernah ada permusuhan, tidak pernah terjadi penyerangan antara Sunda dan Jawa. Kelak dengan perbuatan tercela yang dilakukan oleh sang Patih Amangkubhumi Ghajah Mada lah hancurnya persaudaraan antara orang Sunda dengan orang Jawa.

Pada permulaan Raden Wijaya menjadi raja, di Kerajaan Sunda yang menjadi raja adalah sang Prabu Guru Darmasiksa, yang bertahta pada seribu sembilan puluh tujuh (1097) sampai seribu dua ratus sembilan belas (1219) Tahun Saka. Kemudian digantikan oleh puteranya yaitu Prabu Ragasuci, yang memerintah selama enam tahun. Raja Sunda Prabu Ragasuci adalah saudara Raden Wijaya.

Oleh sebab itu raja Wilwatikta pertama yaitu keturunan bangsawan, karena dari pihak ayahnya dia adalah cucunda Prabu Ghuru Darmasiksa yaitu raja Sunda di Bumi Jawa Barat dari ibunya. Dia adalah cucu dari Ratu Angabhaya (Pelindung) Kerajaan di Bumi Jawa Timur. Sedangkan saudaranya yaitu Sri Maharaja Kretanagara menjadi raja besar di Bumi Nusantara.

Selanjutnya Raden Wijaya telah membuat perjanjian yaitu perjanjian persaudaraan dengan semua raja-raja daerah di Bumi Jawa Barat karena mereka semua satu keluarga. Lebih-lebih Raja Sunda sang Prabhu Dharmasiksa adalah mertuanya, Raden Wijaya senantiasa menghormati dan mempersembahkan hadiah benda-benda berharga kepada ayahnya. Kemudian sang Prabu Ghuru memberkati cucundanya.

Pada masa sang kakek Sanggramawijaya menjadi Raja Wilwatikta, di antara kerajaan-kerajaan di Bumi Nusantara saling bersahabat dengan erat seakan-akan bersaudara. Akhirnya Kerajaan Wilwatikta dijadikan kerajaan luar biasa di Bumi Nusantara. Setiap negara mengirimkan utusannya, tinggal di negara sahabatnya.

Kelak oleh Patih Amangkubhumi Ghajah Mada semua sahabat Kerajaan Wilwatikta dijadikan taklukan Wilwatikta. Negeri yang tidak mau takluk kemudian dibuatnya bertekuk lutut.

Tetapi tidak semua negeri di Bumi Nusantara takluk kepada Kerajaan Wilwatikta. Semenjak Kerajaan Melayu takluk kepada Kerajaan Sriwijaya lama antaranya.

Tetapi setelah itu Kerajaan Singhasari kemudian menyerang Swarnabhumi, dan Kerajaan Sriwijaya sendiri tidak kuat menahan serangan dari bala tentara Singhasari. Bukankah Sri Kretanagara menjadi menantu Raja Melayu.

Karena itulah Kerajaan Singhasari menjadi pemimpin Kerajaan Melayu. Sedangkan bala tentara Sriwijaya melarikan diri ke utara. Kemudian sesudah itu Sri Kertanagara mangkat, di Swarnabhumi berdirilah kerajaan-kerajaan kecil yang masing-masing berkuasa sebagai kerajaan merdeka.#

What do you think?

Written by Julliana Elora

Kebakaran lahan di Ogan Ilir hanguskan lahan seluas dua hektare

Bupati OKI Ajak Tumbuhkan Kembali Budaya Gotong Royong