in

Kerinci di antara arabica dan payo

Apakah yang ada dibenak jika teringat pada Bandung? Tentu sangat banyak, seperti kota yang sejuk, tujuan wisata yang beragam, kuliner yang enak di lidah dan produk-produk tertentu yang identik dengan Bandung.

Banyak daerah kini berusaha menciptakan hal yang sama. Salah satu daerah saat ini yang gencar melakukannya adalah Kabupaten Banyuwangi. Sebelumnya, ada anggapan bahwa Banyuwangi hanyalah tempat buang air kecil sebelum wisatawan menyeberang ke Gilimanuk, Bali.

Banyuwangi kini sudah terlalu banyak yang berubah. Setiap minggu ada perhelatan, dari parade kebudayaan, seperti pagelaran musik, tari, lomba masak, pameran buah unggul, hasil pertanian dan sebagainya. Kini mereka sibuk dengan mematenkan buah unggul, seperti durian, buah naga serta produk kuliner lainnya.

Kini beralih ke Kabupaten Kerinci yang berada di Provinsi Jambi.  Kabupaten ini identik dengan Gunung Kerinci. Ibukota kabupatennya kini Siulak. Kerinci juga populer dengan taman nasional yang melekat padanya, yakni Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Pertanyaannya sama, apakah yang ada dibenak jika teringat pada Kerinci. Lebih spesifik lagi, apa produk unggulan yang ada di benak ketika mendengar Kerinci.

Bagi yang pesimis mengatakan tidak ada. Bagi yang optimis, Kerinci memiliki potensi besar untuk dipromosikan dan layak diandalkan, bukan hanya di tingkat nasional, tetapi juga di level internasional.

Kini keduanya, minimal memiliki kopi, beras payo, kayu manis, teh hitam (black tea) Kayu Aro, kentang dan seabrek obyek wisata. Pertanyaan berikutnya, seberapa jauh orang Indonesia mengenal produk dan jasa andalan tersebut.

Mengemas dan mempromosikan produk dan jasa menjadi tantangan bagi setiap daerah yang ujung memakmurkan daerah dan masyarakatnya. Bukan apa-apa. Memiliki produk unggulan membuat wisatawan menerawang, seperti apa daerah asal produk tersebut. Bagaimana masyarakat lokal memperlakukannya.

Bagi yang sudah pernah mengunjunginya, maka akan ingin dan selalu kangen untuk kembali dan kembali lagi. Ingin menikmati produk unggulan tersebut di daerah asalnya

Patut disyukuri kesadaran membuat produk unggul daerah semakin mengental, baik di kalangan pemerintah daerah maupun masyarakatnya

                                                             Kopi Arabica
Kopi Kerinci kini menjadi salah satu andalan yang diyakini sangat potensial untuk naik kelas di level internasional. Kopi yang ditanam adalah jenis robusta dan arabica.

Kopi arabica menjadi andalan karena tidak semua daerah memiliki ketinggian dan tanah yang cocok untuk arabica. Kopi jenis ini baik ditanam di ketinggian 1500-2000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Karena itu pula harga arabica dua hingga tiga kali lipat lebih mahal dari pada robusta.

Setiap daerah memiliki kekhasan rasa pada arabica, begitu juga dengan Arabica Kerinci yang sepet dan agak asam. Untuk membedakannya, seduh di air panas tanpa gula (pemanis). Pada kehangatan yang bisa diterima lidah, maka minum, tempatkan di kedua pangkal geraham dan nikmati sensasi rasa kekhasannya. Lalu teguk air putih, kumur-kumur untuk meembersihkan sisa kopi sebelumnya, lalu lakukan kepada kopi lain. Rasakan perbedaannya.

Untuk diperhatikan, kualitas kopi juga ditentukan pada pemilihan biji saat panen, kematangan biji saat dipanen, biasanya berwarna merah cerah, memilih biji yang sempurna, penjemuran dan sangrai dan seterusnya.

Manisnya menanam arabica menjadikan semakin banyak petani yang membuka lahan dan menanamnya, termasuk PT Perkebunan Nusantara unit usaha Kayu Aro yang mengganti sebagian lahan tehnya dengan kopi. Apa sebab, karena kopi Kerinci sempat memenangkan Kontes Kopi Specialty Indonesia yang diadakan di Bali, 2014 lalu.
  
                                                              Beras Payo
Mari beralih ke produk unggulan Kerinci lainnya, yakni beras payo. Beras ini memiliki keunikan sendiri karena ditanam di atas tanah berketinggian 700 mdpl, butuh waktu lama untuk memanen tetapi memiliki rasa yang enak.

Kini padi endemik Kerinci tersebut masih ditanam di Desa Lempur sekitarnya di Kecamatan Gunung Raya, Kabupaten Kerinci.

Badan penelitian dan Pengembangan Daerah Jambi menganalisis unsur kimia payo di laboratorium yang menunjukkan kandungan kadar Amilosa yang rendah yaitu antara 17 sampai 18 persen. Hasil analisis fisik beras yaitu derajat putih sampai 70 persen dan derajat keterawangan 0,01 sampai 80 persen, dan derajat sosoh 0 – 198,

Memakan nasi payo membuat kita ingin nambah dan nambah lagi, meski dengan lauk seadanya. Sialnya, lauk di Kerinci enak-enak semuanya. Bahkan,  jika nasi  payo hanya ditemani sambal lado (cabe) hijau saja sudah terasa nikmat.

Bulir beras payo besar-besar, nasinya pulen hampir seperti ketan, harum, lunak dan rasanya khas, ada rasa manis, sedikit “salty” yang tipis dan agak gurih. Batang padinya tinggi hingga setinggi paha orang dewasa. Dibutuhkaan waktu 8-9 bulan untuk memanennya.

Dari segi waktu, petani payo dirugikan, tetapi dari segi rasa dan harga, tak terkalahkan. Harganya lebih mahal dibandingkan beras lainnya. Sekilo beras payo dihargai Rp15.000 perkilogram. Kini semakin banyak restoran dan rumah makan yang mengkhususkan nasi payo sebagai hidangan andalannya.

Kini kopi arabica dan beras payo Kerinci menjadi oleh-oleh wajib dibawa. Keduanya butuh penanganan khusus. Untuk kopi arabica perlu pengemasan khusus agar bau wangi kopinya tidak meruap kemana-mana. Untuk beras payo, dibutuhkaan tempat yang cukup karena akan rugi jika hanya membawa sekilo dua kilo. Enam belas atau 32 kilogram angka yang layak jika Anda mempunyai bagasi yang cukup. (E007)

Editor: Indra Gultom

COPYRIGHT © ANTARA 2017

What do you think?

Written by virgo

Pemkab PALI tawarkan pengembangan PLTG

Gelar Operasi Pasar Tiga Hari ke Depan