in

Kerja keras agar ekonomi 2021 kembali tumbuh lima persen

Jakarta (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia secara kumulatif mengalami perlambatan dan terkontraksi sebesar 2,07 persen (yoy) pada 2020.

Pertumbuhan ekonomi yang tercatat minus sepanjang tahun ini untuk pertama kali terjadi sejak krisis finansial melanda Indonesia pada 1998.

Penyebabnya adalah pandemi COVID-19 yang makin meluas dan membatasi kegiatan ekonomi dan pergerakan manusia, hingga Indonesia secara resmi ikut merasakan resesi.

Hampir seluruh komponen pengeluaran penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di 2020 seperti konsumsi rumah tangga, pembentukan modal tetap bruto dan ekspor mengalami pertumbuhan negatif.

Konsumsi rumah tangga terkontraksi karena masih rendahnya daya beli masyarakat, yang tercermin dari turunnya penjualan eceran minus 12,03 persen dan turunnya impor barang konsumsi minus 10,93 persen.

Selain itu, konsumsi rumah tangga yang menjadi penyumbang hampir 60 persen PDB terpengaruh oleh turunnya penjualan mobil penumpang dan sepeda motor masing-masing minus 50,49 persen dan 43,54 persen.

Hanya konsumsi pemerintah yang tumbuh positif 1,94 persen selama 2020, karena tingginya realisasi belanja barang dan jasa yang dilakukan Kementerian/Lembaga (K/L) pada triwulan III dan IV-2020.

Meski demikian, pengeluaran itu tidak mencakup belanja bantuan sosial (bansos) yang sudah digulirkan pemerintah mengingat bansos tercantum dalam penghitungan konsumsi rumah tangga.

Di sisi lapangan usaha, BPS mencatat sektor informasi dan komunikasi serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial menjadi penopang perekonomian Indonesia pada 2020.

Sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh tinggi yaitu 10,58 persen pada 2020, lebih kuat dari 2019 sebesar 9,42 persen, seiring dengan kenaikan permintaan dari masyarakat karena adanya work from home (WFH).

Sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial juga tercatat tumbuh 11,6 persen pada 2020 dibandingkan 2019 sebesar 8,69 persen karena adanya pencairan pembayaran COVID-19 untuk tenaga kesehatan.

Namun, lapangan usaha yang menyumbang PDB terbesar masih mengalami kontraksi dan tumbuh negatif yaitu industri pengolahan minus 2,93 persen, perdagangan minus 3,72 persen dan konstruksi minus 3,26 persen.

Semua pencatatan ini memperlihatkan ekonomi belum sepenuhnya pulih dari hantaman pandemi COVID-19 yang sedang melanda seluruh dunia.

Harapan sedikit muncul mengingat adanya tren perbaikan ekonomi sejak triwulan III-2020 yang dapat memicu pembalikan seiring dengan upaya maksimal yang terus dilakukan pemerintah.

Pembalikan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis tren pembalikan ini bisa mengembalikan pertumbuhan ekonomi pada 2021 ke zona positif pada kisaran 4,5 persen-5,5 persen.

Sasaran ini merupakan target yang sebetulnya sangat berat untuk tercapai apabila sinergi penanganan pandemi COVID-19 tidak berjalan dengan baik atau hanya “setengah-setengah”.

Namun, Airlangga menyakini terjadi penguatan kinerja konsumsi rumah tangga, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor yang lebih baik dibandingkan 2020.

Momentum pemulihan yang terjadi pada triwulan IV-2020 yakni tumbuh minus 2,19 persen atau lebih baik dibanding triwulan III yang minus 3,49 persen bisa menjadi faktor pendukung karena perbaikan diperkirakan terus berlanjut.

Berdasarkan catatan BPS, pemulihan ekonomi itu antara lain telah didorong dengan membaiknya kinerja sektor usaha dalam negeri seperti industri manufaktur serta sektor pertanian.

Perbaikan kinerja juga terlihat dari peningkatan PMI Manufaktur pada Januari 2021 sebesar 52,2, dari sebelumnya 51,3 pada Desember 2020 atau tertinggi dalam enam tahun terakhir.

Selain itu, kegiatan ekspor maupun impor yang mulai tumbuh pada triwulan IV-2020 diproyeksikan bisa menjadi pemicu terjadinya pembalikan ekonomi.

Pemerintah juga dipastikan akan menajamkan efektivitas strategi belanja penanganan pandemi dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sudah berjalan untuk mengatasi pandemi dan menjaga kinerja perekonomian.

Strategi itu antara lain mempertahankan daya beli masyarakat menengah ke bawah dengan melanjutkan program perlindungan sosial seperti dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Prakerja.

Di saat yang sama, pemerintah turut berkomitmen menjaga keberlanjutan dunia usaha dengan dukungan stimulus maupun insentif kepada UMKM, korporasi, serta koperasi, sebagai program prioritas.

Selanjutnya, pemerintah mendorong kepercayaan konsumen dari kelompok menengah ke atas untuk berbelanja dengan percepatan penanganan pandemi COVID-19.

Berikutnya, pemerintah akan meningkatkan persediaan vaksin, alat-alat kesehatan, sarana prasarana, APD, hingga melakukan pembatasan kegiatan bersifat mikro atau lokal.

Pemerintah juga terus berkomitmen melakukan sosialisasi kegiatan 3M yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan serta mengefektifkan 3T yaitu Testing, Tracing, dan Treatment.

Risiko

Tentu saja, tidak ada perencanaan yang lepas dari risiko, apalagi jumlah kasus COVID-19 di Indonesia kian hari justru makin bertambah.

Kinerja ekonomi juga diperkirakan belum pulih ke zona positif dalam triwulan I-2021 mengingat pertumbuhan riil tercatat negatif selama tiga triwulan terakhir.

Untuk itu, Pekerjaan Rumah (PR) terbesar pemerintah saat ini adalah mulai meratakan kurva kasus COVID-19 dan tidak ada kebijakan lockdown yang diberlakukan usai triwulan I-2021.

Selanjutnya, program vaksinasi harus berjalan sesuai target yaitu minimal 46 persen dari total penduduk Indonesia pada akhir 2021 untuk memulihkan optimisme pelaku kegiatan ekonomi.

Dari sisi anggaran, belanja penanganan kesehatan dan PEN harus lebih tepat sasaran dan sesuai tata kelola agar dapat menjadi penggerak pemulihan ekonomi, bukan sekadar menutup kerugian pelaku usaha.

Selain itu, optimalisasi belanja PEN terutama bantuan sosial sangat bermanfaat untuk mendukung kebelanjutan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan menjaga daya beli masyarakat.

Kemudian, memperbaiki sektor konstruksi yang masih lemah juga penting yaitu dengan mempercepat implementasi UU Cipta Kerja maupun Lembaga Pengelola Investasi (LPI) agar investasi kembali tumbuh.

Terakhir, sinergitas dan harmonisasi antara otoritas fiskal dan moneter serta bauran kebijakan (mix policy) juga perlu ditingkatkan agar ekonomi cepat keluar dari tekanan.

Singkat kata, melakukan pembenahan dalam kondisi penuh ketidakpastian tidak mudah sehingga kebijakan harus diambil dan dilakukan dengan pertimbangan matang.

Pandemi COVID-19 benar-benar menjadi pengalaman berharga karena terbukti telah melumpuhkan sendi-sendi perekonomian dan berdampak merata kepada kalangan atas hingga masyarakat di akar rumput.

Namun, sinergi dan disiplin yang kuat bisa menjadi solusi dalam menghadapi tantangan ini. Pemangku kebijakan harus berani mengambil keputusan yang tidak populer agar resesi tidak berkepanjangan.

Dalam kasus ini, Indonesia dapat belajar sinergi penanganan COVID-19 dengan pemulihan ekonomi dari Vietnam dan China, sebagai dua negara yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif di 2020.

 

What do you think?

Written by Julliana Elora

Menpora temui Kapolri bahas perizinan kompetisi olah raga

Rapat Terkait Dugaan Pencaplokan Tanah Warga Desa Babat Banyuasin , Muba, Deadlock