Turunnya yield obligasi AS turut membantu positifnya pergerakan obligasi dalam negeri.
JAKARTA – Ketahanan pasar Surat Utang Negara (SUN) masih akan diuji seiring dengan adanya sentimen dari data-data ekonomi kuartal-I 2017. Analis Bina Artha Sekuritas, Reza Priyambada, mengatakan pada pekan ini ketahanan laju dari kenaikan pasar obligasi akan kembali diuji seiring respons pelaku pasar terhadap data ekonomi kuartal-I 2017, terutama dari imbas pelemahan rupiah dan kenaikan yield obligasi AS.
“Diharapkan rilis dari data-data ekonomi dapat positif dan rupiah pun dapat kembali menguat untuk memberikan sentimen positif pada pasar obligasi,” ungkapnya, Minggu (9/4). Rentang (spread) imbal hasil obligasi Indonesia dan US Treasury tenor 10 tahun masih terjaga di kisaran 474–476 bps yang menandakan pergerakan masih cukup stabil, meski juga diperlukan kewaspadaan. “Kami perkirakan rentang yield obligasi SUN internal akan berada dalam kisaran ± 2–6 bps (5,90–8,00 persen).
Tetap cermati berbagai sentimen yang dapat mengubah arah pasar obligasi, terutama dari rilis inflasi dan data-data makro lainnya,” papar Reza. Menurut Reza, laju obligasi sempat melemah seiring kurang positifnya pergerakan rupiah, namun tidak lama kemudian mampu kembali positif. Pelaku pasar masih memanfaatkan positifnya sentimen untuk tetap berada di pasar mempertahankan volume pembelian. Turunnya yield obligasi AS juga turut membantu positifnya pergerakan obligasi dalam negeri.
“Meski sempat diwarnai aksi jual, namun pergerakan pasar obligasi masih terlihat menguat,” imbuhnya. Adanya rilis inflasi yang mencatatkan penurunan atau deflasi sebesar -0,02 persen memberikan sentimen positif. Meski terserapnya sentimen tersebut hanya membuat laju harga obligasi naik tipis, seiring sikap pelaku pasar yang mencoba bertahan, namun ada juga yang melakukan aksi jual seiring kurang kuatnya kenaikan pada laju rupiah yang terhalangi oleh penguatan laju dollar AS. Pelemahan kembali terjadi pada perdagangan obligasi di akhir pekan.
Seperti halnya IHSG, pelaku pasar masih kembali melakukan aksi jual. Padahal, pergerakan rupiah mencoba kembali menguat dengan memanfaatkan pelemahan dollar AS, namun tidak banyak berimbas pada laju obligasi yang diwarnai aksi jual. Hampir rata-rata pergerakan yield SUN, khususnya tenor panjang (di atas 13 tahun), cenderung bergerak turun seiring masih adanya aksi beli. Sepanjang pekan laju, yield terpantau cenderung turun secara mingguan.
“Pergerakan yield untuk masing-masing tenor ialah untuk tenor pendek (1 –4 tahun) rata-rata mengalami penurunan yield -0,35 bps; tenor menengah (5–7 tahun) turun -0,22 bps; dan panjang (8–30 tahun) turun -7,61 bps,” tutup Reza.
Berpeluang Koreksi
Sementara analis MNC Securities, I Made Adi Saputra, memperkirakan harga SUN di pasar sekunder masih akan berpeluang untuk mengalami koreksi, seiring dengan pergerakan imbal hasil surat utang global yang cenderung mengalami kenaikan serta rencana lelang penjualan SUN pada pekan depan.
“Imbal hasil surat utang global terlihat mengalami kenaikan setelah bank sentral Amerika berencana untuk memperbaiki neraca keuangan. Kondisi dikhawatirkan akan berdampak terhadap pasar keuangan global apabila tidak dikomunikasikan dengan baik kepada pelaku pasar,” tutur Made.
yni/AR-2